Judul : Islam dan Kemiskinan
link : Islam dan Kemiskinan
Islam dan Kemiskinan
Tidak ada satu pun ayat Al-Qur’an yang memuji kemiskinan dan tak sebaris pun hadis Rasulullah SAW yang memujanya. Hadis-hadis yang memuji sikap zuhud di dunia bukan berarti memuji kemiskinan. Zuhud berarti memiliki sesuatu dan menggunakannya secara sederhana. Menurut Islam, rizki dan kekayaan adalah nikmat dan anugerah Allah SWT yang harus disyukuri. Sebaliknya, kemiskinan merupakan masalah, bahkan musibah yang harus dicarikan solusinya, karena:
1. Kemiskinan membahayakan akidah. Kemiskinan adalah ancaman yang sangat serius terhadap akidah, khususunya bagi kaum miskin yang bermukim di lingkungan kaum berada yang berlaku aniaya. Tidak mengherankan bila Rasulullah SAW bersabda, “Kemiskinan dapat mengakibatkan kekafiran.”
2. Kemiskinan membahayakan akhlak dan moral. Sebuah ungkapan menyebutkan, suara perut dapat mengalahkan suara nurani. Seperti yang diriwayatkan HR. Abu Naim dan At Thabrani dalam Al Hilaliyyah: “Terimalah suatu pemberian yang merupakan pemberian biasa. Namun, janganlah kamu menerima semacam sogok terhadap agama. Dengan menolaknya, kamu tidak akan kehilangan harta atau jatuh miskin.”
3. Kemiskinan mengancam kestabilan pemikiran. Bahaya kemiskinan juga mengancam sisi pemikiran manusia. Dirawikan dari Imam Besar Abu Hanifah bahwa beliau berkata, “Jangan bermusyawarah dengan orang yang sedang tidak punya beras.” Maksudnya, jangan bermusyawarah dengan orang yang pikirannya sedang kacau. Menurut ilmu jiwa, tekanan (stres) berat berpengaruh terhadap kehalusan perasaan dan ketajaman pikiran.
4. Kemiskinan membahayakan keluarga. Kemiskinan merupakan ancaman terhadap keluarga, baik dalam segi pembentukan, kelangsungan, maupun keharmonisannya. Dari segi pembentukan keluarga, kemiskinan merupakan salah satu rintangan besar bagi para pemuda untuk melangsungkan perkawinan. Kemiskinan dapat juga memisahkan suami istri, dan kadang-kadang mampu memutuskan tali kasih sayang pada anak mereka. Dalam Q.S. Al-An’am (6:151) Allah SWT berfirman:
“ ….. dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka….” 5. Kemiskinan mengancam masyarakat dan kestabilannya. Bila kemiskinan disebabkan karena tidak adanya pemerataan, serakahnya segolongan orang, maka keresahan akan timbul dan keguncangan di tengah masyarakat.
Sebuah ungkapan menyebutkan, suara perut dapat mengalahkan suara nurani. Seperti yang diriwayatkan dalam HR. Abu Naim dan At Thabrani dalam Al Hillliyyah. “terimalah suatu pemberian yang merupakan pemberian biasa. Namun, janganlah kamu mencerima semacam sogok terhadap agama. Dengan menolaknya, kamu tidak akan kehilangan harta atau jatuh miskin. 3. Kemiskinan mengancam kestabilan pemikiran
Bahaya kemiskinan juga mengancam sisi pemikiran manusia. Dirawikan dari Imam Besar Abu Hanifah bahwa beliau berkata, “Jangan bermusyawarah dengan orang yang sedang tidak punya beras, maksudnya jangan bermusyawarah dengan orang yang pikirannya sedang kacau. Menurut ilmu jiwa, tekanan (stress) berat berpengaruh terhadap kehalusan perasaan dan ketajaman pikiran.
5. Kemiskinan mengancam masyarakat dan kestabilannya
Bila kemiskinan disebabkan karena tidak adanya pemerataan, serakahnya segolongan orang, maka keresahan akan timbul dan keguncangan ditengah masyarakat.
Islam Menolak Pandangan Kaum Fatalis terhadap Kemiskinan
Islam menolak pandangan yang mengkultuskan kemiskinan seperti yang dianut kelompok fatalis atau jabariyah yang mengatakan bahwa masalah miskin dan kaya adalah persoalan yang sudah pasti, suatu kadar Ilahi yang tidak mungkin diubah. Dengan demikian hendaknya setiap orang menerima nasibnya dengan ikhlas. Pandangan seperti ini merupakan tembok penghalang upaya membenahi kondisi masyarakat yang rusak, meluruskan nilai-nilai yang menyimpang, menegakkan keadilan, dan mewujudkan kesetiakawanan sosial.
Islam Menolak Pandangan Kaum Fatalis terhadap Kemiskinan
Islam menolak pandangan yang mengkultuskan kemiskinan, seperti yang dianut kelompok fatalis atau jabariyah yang mengatakan bahwa masalah miskin dan kaya adalah persoalan yang sudah pasti, suatu kadar Ilahi yang tidak mungkin diubah. Dengan demikian, hendaknya setiap orang menerima nasibnya dengan ikhlas. Pandangan seperti ini merupakan tembok penghalang upaya membenahi kondisi masyarakat yang rusak, meluruskan nilai-nilai yang menyimpang, menegakkan keadilan, dan mewujudkan kesetiakawanan sosial.
Islam Menolak Ketergantungan pada Kemurahan Individu dan Sedekah.
Islam menghargai orang-orang kaya yang bersedekah, berbuat baik, menyantuni kaum dhuafa dan mengulurkan tangan kepada kaum fakir, namun menentang prinsip yang hanya mengharapkan kemurahan hati orang kaya semata. Sebab, membiarkan kaum fakir dan dhuafa di bawah belas kasihan kelompok kaya, sama halnya dengan mengabaikan kaum lemah tersebut dan tidak akan mampu melenyapkan kemiskinan secara tuntas.
Islam Menolak Pandangan Kapitalis
Islam juga menolak pemikiran yang menganggap orang kaya adalah pemilik hakiki harta kekayaan. Orang kaya hanya diberi kepercayaan dan otoritas untuk mengelolanya dan ada hak orang lain dalam hartanya tersebut yang harus dikeluarkan di jalan Allah.
Islam Menolak Pandangan Marxisme
Islam secara tegas menolak kelompok yang berpandangan bahwa tidak ada jalan untuk menghapuskan kemiskinan selain dengan menghancurkan golongan aghniya’ (golongan orang berada) dan menyita semua kekayaaannya.
Sarana untuk Menghapus Kemiskinan
Islam menghendaki setiap individu hidup di tengah masyarakat secara layak sebagai manusia. Sekurang-kurangnya, ia dapat memenuhi kebutuhan pokok berupa sandang dan pangan, memperoleh pekerjaan sesuai dengan keahliannya, atau membina rumah tangga dengan bekal yang cukup.
Tegasnya, bagi setiap orang harus tersedia tingkat kehidupan yang sesuai dengan kondisinya. Dengan demikian, ia mampu melaksanakan berbagai kewajibannya yang dibebankan Allah dan berbagai tugas lainnya. Dalam masyarakat Islam, seseorang tidak boleh dibiarkan walaupun ia ahlu dzimmah (nonmuslim yang hidup dalam masyarakat Islam) kelaparan, tanpa pakaian, hidup menggelandang, tidak memiliki tempat tinggal, atau kehilangan kesempatan membina keluarga (Qardhawi, 1995).
Sarana apa sajakah yang digunakan Islam untuk menjamin perwujudan kehidupan tersebut? Islam menciptakan kehidupan seperti itu dengan dukungan para pengikutnya lewat berbagai saran sebagai berikut (Qardhawi, 1995):
1. Bekerja. Perintah Allah jelas bahwa setiap manusia harus bekerja untuk memerangi kemiskinan, seperti firman Allah SWT Q.S. Al-Jumu’ah (62:10) berikut ini:
“apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”
2. Jaminan sanak famili yang berkelapangan. Islam juga memperhatikan nasib orang lemah yang tidak mampu bekerja, seperti para janda, anak kecil, orang tua renta, dan lain-lain. Oleh karena itu, solidaritas antar anggota keluarga harus tinggi seperti firman Allah SWT Q.S. An-Nahl (16:90) berikut ini:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”
3. Zakat, diberikan bagi orang tidak mampu bekerja dan tidak punya sanak famili yang berkecukupan. Kewajiban muslim menunaikan zakat jelas dalam firman Allah SWT Q.S. At-Taubah (09:11). berikut ini:
“Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.”
4. Berbagai kewajiban diluar zakat, yang harus dipenuhi seorang muslim yang merupakan sumber bantuan bagi kaum miskin diantaranya sebagai berikut: hak tetangga Q.S. An-Nisa (4:36), berkurban pada hari raya kurban, denda melanggar sumpah Q.S. Al-Maa’idah (5:89), fidyah Q.S. Al-Baqarah (2:184), denda haji Q.S. Al-Maa’idah (5:95), dll.
“Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama, dan kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.” \
4. Berbagai kewajiban di luar zakat. Yang harus dipenuhi seorang muslim yang merupakan sumber bantuan bagi kaum miskin, di antaranya, sebagai berikut: hak tetangga Q.S. An-Nisa (4:36), berkurban pada hari raya kurban, denda melanggar sumpah Q.S. Al-Maa’idah (5:89), fidyah Q.S. Al-Baqarah (2:184), denda haji Q.S. Al-Maa’idah (5:95), dan lain-lain.
5. Sedekah sukarela. Menciptakan jiwa yang bersih, pemurah dan penyantun bagi pemberi sekaligus membantu kaum miskin. Islam memerintahkan sedekah seperti firman Allah SWT dalam Q.S. (3:133-134) berikut ini:
“133. dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orangorang yang bertakwa: 134. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”
6. Kemurahan hati individu melalui wakaf. Islam sangat menekankan sedekah jariyah, yaitu sedekah yang pahalanya selalu mengalir. Dibandingkan dengan berbagai sedekah lain, sedekah ini mempunyai keistimewaan karena keabadian dampaknya dan efeknya bersifat langsung. Walaupun pemberi sedekah ini sudah meninggal, pahala sedekahnya tetap mengalir selama manfaatnya masih dirasakan. Dirawikan dari Abu Huraira bahwa Rasulullah berkata, “Bila seorang insan meninggal dunia, terputuslah amalnya, kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.” (HR Jamaah, selain Bukhari dan Ibnu Majah).
Demikianlah Artikel Islam dan Kemiskinan
Sekianlah artikel
Islam dan Kemiskinan
kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Islam dan Kemiskinan dengan alamat link https://magisterakutansi.blogspot.com/2016/10/islam-dan-kemiskinan.html
0 Response to " Islam dan Kemiskinan "
Posting Komentar