Welcome to MAGISTER AKUNTANSI - The Perfect Partner For Your Business
Contact : Phone 0821-2566-2195 Wa 0821-2566-2195 Korupsi Terstruktur, Sistematis, Masif | Magister Akuntansi

Labels

Korupsi Terstruktur, Sistematis, Masif

Korupsi Terstruktur, Sistematis, Masif - Hallo sahabat Magister Akuntansi , Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Korupsi Terstruktur, Sistematis, Masif , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel OPINI , yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Korupsi Terstruktur, Sistematis, Masif
link : Korupsi Terstruktur, Sistematis, Masif

Baca juga


Korupsi Terstruktur, Sistematis, Masif


Mengikuti berita penetapan Jero Wacik, Menteri ESDM merangkap petinggi Partai Demokrat, sebagai tersangka, muncul debat apakah korupsi Jero Wacik itu struktural, atau kultural (kerakusan pribadi). Sebetulnya mendalami curhat Rudi Rubiandini yang ditayangkan di televisi berulang kali menyatakan bahwa tak sepeser pun uang dipakai untuk pribadi dan keluarga. Mantan Kepala SKK Migas itu malah sering mudik bersama keluarga naik kereta ekonomi biasa, bukan kelas eksekutif. Tapi memang penampilan sederhana "berlagak miskin" merupakan "teladan panutan" para pejabat yang mendeklarasikan kekayaan bawah realitas harta yang mereka miliki.

Publik tertawa dan Wagub A Hok pa­ling sering melontarkan sinisme bahwa Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara itu mestinya diaudit dan ditelusuri. Kebanyakan pejabat mengklaim memperoleh hibah dari orangtua, mertua, nenek moyang leluhur bupati zaman Hindia Belanda. Setelah lapor, tidak ada auditor akuntan yang memeriksa, juga tidak ada petugas pajak yang meng-asses. Jadi la­poran itu benda mati yang juga tidak sesuai dengan realitas. Tidak ada mekanisme supervisi dan.evaluasi serta justifikasi dan legitimasi dari LHKPN. Kata kunci terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang dipopulerkan oleh capres Prabowo ketika menggugat pilpres 2014 sebetulnya paling tepat ditujukan kepada KPU dan seluruh elite politik In­donesia untuk menuntaskan TSM di sektor KKN yang telah merambah bagaikan kanker di seluruh lini. Bersama Nono Makarim, saya menyusun makalah ketika mengikuti seleksi calon pimpinan KPK 2007. Saya sampai di 22 besar dan mengusulkan tiga undang undang. Pertama, UU amnesti berpenalti, para penyeleng­gara negara diberi peluang untuk melakukan pemutihan dan pengampunan harta kekayaan dengan menyetor sekian persen untuk pajak pemutih kekayaan. Dalam tempo setahun penyelenggara negara yang tidak melaksanakan pemu­tihan akan dikenai UU Pembuktian Terbalik. Misalnya Gayus, gaji 15 juta sebulan. Mestinya kalau rajin menabung mungkin bisa Rp lO juta sebulan, setahun hanya Rp 120 juta. Kalau 10 tahun hanya Rp 1,2 miliar.

Tapi kalau dalam 5 tahun sudah punya belasan miliar bahkan puluhan miliar di tabungan, maka semua harta tersebut boleh langsung disita. Bahkan jika mengaku berbisnis juga melanggar ketentuan pegawai negeri sipil yang tidak boleh berdagang. Tapi yang terjadi ialah memperdagangkan, mengomersialkan jabatan untuk menjual tandatangan, lisensi, atau kemudahan untuk pengusaha dan masyarakat. Semua itu adalah bagian dari KKN yang TSM. Jabatan publik, penyelenggara negara adalah produsen atau industri perizinan yang menjadi inti core business dari rent seeking bureaucracy (birokrat pemburu rente) yang memanfaatkan jabatan untuk memperoleh imbalan langsung

Di negara maju ada korupsi

Selain UU Amnesti Berpenalti dan UU Pembuktian Terbalik, perlu ada UU Anti Konflik Kepentingan, pengusaha yang memasuki politik menjadi pengusaha, penguasa merangkap pengusaha harus mengampukan, menyerahkan manajemen aset bisnisnya, kepada blind trust management independen (pengampuan,trustee).
Keuangan partai di-"subsidi" oleh ne­gara melaiui APBN secara proporsional atas dasar kinerja kemenangan di pemilu. Sekarang sudah berlaku, tapi sangat mi­nim, tidak cukup untuk biaya sekretariat saja. Pernah ada usul di Komite Ekonomi Nasional, kalau 1% dari APBN dialokasikan untuk partai. Apa tidak cukup? Kan sudah ada Rp 16 triliun (APBN 2013). Bahkan di APBN 2015 bisa Rp 20 triliun. Tapi dengan praktik model Nazaruddin dan Jero saja, para elite menteri atau anggota DPR dan politisi partai bisa dapat 30% dari nilai proyek; kalau cuma dapat 1% dari anggaran malah turun penghasilan, dong.

Korupsi adalah gejala universal, empiris, dan historis. Jadi kita tidak perlu mengklaim sebagai bangsa dewata yang bisa steril terhadap korupsi. Tapi pemberantasan korupsi di negara yang sudah sukses seperti AS dan Prancis, korupsi juga tetap menjadi berita dan masih bisa terjadi secara menakjubkan. Managing, Director IMF Christine Lagarde mantan menkeu Prancis sedang diungkap skandar korupsi masa lalunya. Di AS, para bankir dan CEO yang terlibat dalam skandal penipuan,penggelapan, dan kebangkrutan raksasa bank AS yang memicu krismon 2008 juga tetap eksis.

Di Indonesia pandangan tentang KKN sebagai TSM vs kultural memang masih mengambang. Banyak juga yang sudah geregetan mau mengeksekusi saja koruptor. Tapi mainstream dunia sudah kurang bisa menerima eksekusi untuk terpidana apa pun, bahkan teroris saja masih ada yang membela HAM-nya untuk tidak dieksekusi secara sembarangan.

VOC dulu menguasai Nusantara selama dua abad dan segala macam perlawanan feodal lokal tidak mampu mengusir VOC. Konglomerat BUMN Belanda ini bangkrut karena korupsi, bukan karena pemberontakan disana sini. Tahun 1799, VOC mewariskan utang ratusan juta gulden  kepada Pemerintah Belanda yang kemudian membuka pintu untuk peranan korporasi swasta Belanda dan Eropa AS lain yang ingin berkiprah di Indonesia.

Riwayat korupsi VOC terulang pada Pertamina yang pada 1963 masuk For­tune 500 di bawah Ibnu Sutowo. Tapi dalam 3 tahun nyaris bangkrut mewaris­kan utang US$ 10 miliar dan Presiden Soeharto langsung memecat Ibnu Suto­wo yang berkuasa 19 tahun sejak 1957. Sejak itu kekuasaan dirut Pertamina dibatasi. Karen melejit karena wanita per­tama dari selusin dirut dan sukses memulihkan Pertamina di daftar Fortune setelah absen 40 tahun dari 1973-2013. Kita tentu mengharapkan Presiden ke-7 RI akan menyelesaikan penyakit TSM KKN dari zaman VOC, Pertamina, hingga praktik mafia migas yang menyerimuti misteri Petral. Hanya ada satu kata kunci:keterbukaan, blakblakan soal jual minyak.


Christianto Wibisono,
Pendiri Pusat Data Bisnis Indonesia (kontan)










Demikianlah Artikel Korupsi Terstruktur, Sistematis, Masif

Sekianlah artikel Korupsi Terstruktur, Sistematis, Masif kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Korupsi Terstruktur, Sistematis, Masif dengan alamat link https://magisterakutansi.blogspot.com/2014/09/korupsi-terstruktur-sistematis-masif.html

0 Response to " Korupsi Terstruktur, Sistematis, Masif "