Welcome to MAGISTER AKUNTANSI - The Perfect Partner For Your Business
Contact : Phone 0821-2566-2195 Wa 0821-2566-2195 PENTINGNYA PERANAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM ERA GLOBALISASI: | Magister Akuntansi

Labels

PENTINGNYA PERANAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM ERA GLOBALISASI:

PENTINGNYA PERANAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM ERA GLOBALISASI: - Hallo sahabat Magister Akuntansi , Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul PENTINGNYA PERANAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM ERA GLOBALISASI: , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : PENTINGNYA PERANAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM ERA GLOBALISASI:
link : PENTINGNYA PERANAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM ERA GLOBALISASI:

Baca juga


PENTINGNYA PERANAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM ERA GLOBALISASI:

Oleh; Drs. Ec. Rus Budijono. MM., Akuntan., IFRS
Register Negara D. 50.867
Telp.087852832767, www.akuntanpublikswd.com ,  Email: rusbudijono@Ymail.com , rusbudijono@gmail.com

DIAJUKAN : SEBAGAI LOMBA KARYA TULIS PADA HUT KOPERASI DILINGKUNGAN BPPKB PROVINSI JAWA TIMUR. TAHUN 20012.
(Hak Cipta dilidungi panitia).



PENTINGNYA PERLINDUNGAN
PEREMPUAN DAN ANAK DALAM ERA GLOBALISASI
Abstrak:

Perempuan kini telah bertambah bukan sekadar menjadi isteri dan ibu tetapi berperanan juga untuk melaksanakan tanggungjawab terhadap pembangunan Negara. Penglibatan Perempuan  dalam pekerjaan formal tidak membebaskan mereka daripada tanggungjawab terhadap keluarga. Betapa tinggi  pun pangkat mereka, Perempuan perlu menjalankan tugas tradisi yaitu berperanan sebagai isteri kepada suaminya dan ibu kepada anak-anaknya. Senario ini menunjukkan bahwa wanita memegang 3 peranan sekaligus. Perempuan  perlu  pandai mengimbangi peranan dengan bijak dan berkualiti, terutama peranan dalam mencetak dan mendidik  anak anak bangsa. Dengan demikian sudah seharusnya jika perempuan dan anak anak Indonesia dilidungi dari berbagai macam bentuk eksploitasi. Sesuai amanat pada Undang undang dasar 1945, perempuan, orang miskin dan anak anak terlantar menjadi tanggungan Negara.


                 (by :Drs. Ec. Rus Budijono. MM., Akuntan. IFRS, Reg Neg D. 50.867)

BAB :I PENDHULUAN 

1.1.                         Latar Belakang
Indonesia yang terdiri dari Kepulauan yang terbentang dari sabang sampai meraoke  terhampar luas dibumi Nusantara yang terdiri dari berbagai macam aneka keragaman merupakan khasanah dan kekayaan bangsa Indonesia yang sangat tidak bisa dinilai harganya. Kekayaan alam yang begitu Luas terhampar di bumi Indonesia, keaneka ragaman suku, budaya, adat, dan agama merupakan ciri khas bangsa Indonesia yang harus dipelihara.
Dari kesekian banyak kaaneka ragaman tersebut  Perempuan dan anak Indonesia  jumlahnya berkisar 60-65 %  dari penduduk Indonesia. Berdasarkan Penelitian WHO jumlah perempuan Indonesia berkisar 40- 50 %,  sedangkan  anak Indonesia berkisar 10-15 % dari penduduk Indonesia. Perempuan Indonesia Indonesia sebagian besar tidak bekerja, ada juga yang bekerja, dan ada juga yang sangat miskin karena berstatus janda.  Peranan perempuan  sebagai ibu rumah tangga cukup besar dalam pembangunan bangsa  terutama dalam mencerdasakan kehidupan bangsa. Sumbangan perempuan sebagai  ibu rumah tangga, dan para ibu   dalam pembangunan bangsa dan negara adalah amat penting. Dalam Era Globalisasi saat ini Peran Perempuan  bukan saja memainkan peranan utama di dalam pembentukan generasi akan datang malah melupakan sumber ekonomi yang penting.
Anak Indonesia merupakan harapan bangsa sebagai penerus generasi, karena itu Anak Indonesia adalah asset bangsa yang juga tidak ternilai harganya yang harus DIdidik dan dicerdaskan. Mendidik dan mencerdaskan anak tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, tentu  memerlukan berbagai macam upaya dan cara untuk mendidik dan mencerdaskannya. Baik buruknya suatu bangsa yang akan datang tergantung dari baik buruknya bagaimana kita mendidik anak bangsa  Indonesia.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas pemerintah senantiasa selalu menggalakkan pembangunan disegala bidang dan disegala aspek sendi kehidupan masyarakat .  Utamanya dalam hal perlindungan terhadap perempuan dan anak. Melalui Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pemerintah telah menggalakkan berbagai macam  program dan kegiatan, dengan harapan dapat mengentaskan dan memakmurkan peran Ibu dan Anak sebagai generasi penerus untuk meningkatkan kesamaan Gender.
Gubernur Jawa Timur sebagai bentuk kepeduliannya kepada Pentingnya Peran Perempuan dan Anak telah mengagendakan pada visi dan Misi Gubernur Jawa timur, sebagai wujud nyata kepeduliannya tersebut, terbentuklah Satu Satuan kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan nama Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Provinsi Jawa Timur 

                                   BAB II: PERMASALAHAN:

Dalam Era Globalisasi telah terjadi persaingan yang sangat dahsyat di segala bidang, Menurut Prof Dr Arief Rachman MPd, Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU), terdapat enam masalah pada perempuan yang menghalangi perempuan untuk mengenyam pendidikan dan berkarier:

·       Kultur yang menomorduakan perempuan. Arief mengungkapkan, perempuan Indonesia punya semangat tinggi untuk berpendidikan, namun masih sangat menghormati kultur patriarki. Kultur yang terinternalisasi di masyarakat inilah, yang lantas membuat perempuan dinomorduakan untuk akses pendidikan.
·       Sistem struktur sekolah kurang memberikan kesempatan bagi perempuan. Banyak pendapat masyarakat yang menunjukkan perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi. Perempuan hanya diberi porsi berbagai peran domestik, di rumah tangga.
·       Lemahnya kesetaraan gender. Kesetaraan gender belum diusung berbagai kebijakan yang ada pada lembaga negara. Diperlukan resolusi politik yang mendukung dan mengusung kesetaraan gender yang tertuang dalam kebijakan lembaga negara.
·       Manajemen rumah tangga belum seimbang, perempuan lebih mengalah. Perempuan cenderung mengalah untuk mengurus anak dan keluarga. Akhirnya, keinginan untuk meraih gelar S2 atau S3, misalnya, tertunda atau bahkan dibatalkan demi peran sebagai ibu.
·       Kesepakatan pasangan yang melemahkan perempuan . Saat masih berpasangan, pada kasus tertentu, masih terdapat perempuan yang terbatasi untuk mengembangkan diri.Prinsipnya, ada kesepakatan tertentu yang dibuat untuk perempuan yang kemudian membatasi ruang gerak dan kemandiriannya untuk berkembang. .
·       Lembaga negara mengambil peranan penting untuk menyebarkan virus kesetaraan gender lebih meluas. Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak misalnya, memiliki peran strategis untuk memberikan inspirasi dalam menumbuhkan kultur yang lebih adil dan setara, mengenai peran perempuan dan lelaki.
·       Kemiskinan telah menyebabkan banyak Perempuan yang diekploitasimenjadi tuna susila (pekerja seks komersial), Jual beli perempuan, Kriminal pencurian, dan keretakan rumah tangga.

Permasalahan Anak Indonesia:
1.    Kemiskinan dan factor ketidak mampuan orang tua telah menyebabkan banyak  anak Indonesia yang menangis perlu uluran tangan.
2.    Dampak dari tersebut diatas
a.    Banyak anak Indonesia putus sekolah
b.    Banyak anak Indonesia waktunya sekolah tapi bekerja membantu orang tuanya
c.     Terjadi jual beli anak
d.    Prustitusi
e.    Kriminal pencurian
f.      Banyak anak Indonesia menjadi gelandangan



BAB III: PEMBAHASAN

3.1.       Peran perempuan di Era globalisasiDewasa ini  memiliki peranan yang tidak dapat diabaikan dengan mudah begitu saja. Banyak peranan perempuan baik di dalam kehidupan keluarga, kehidupan ekonomi, politik, sosial kebudayaan, hingga dalam pendidikan dan agama. Di tingkat keluarga, sebagai seorang anak, perempuan berperan sebagai pemelihara tradisi, norma, dan nilai-nilai luhur sehingga terdapat tuntutan bahwa di masyarakat ia harus menunjukkan ciri feminisme dan kepatuhan sebagai bentuk sifat kelembutan dan perhatian yang ia miliki. Sebagai seorang istri, perempuan harus mampu menjadi “abdi” setia yang siap melayani sepenuhnya hak-hak dan keinginan suami. Sebagai seorang ibu bagi anak-anaknya, perempuan harus menjadi orang yang paling “peduli”, sebagai orang pertama di lingkungan anak dan memiliki tanggung jawab besar terhadap anak, mendidiknya dan menjadikannya shaleh dan shalehah, berbakti dan berkepribadian baik.
Peranan yang dimainkan dalam sebuah keluarga inilah yang sebenarnya menjadi dasar berlanjutnya perlakuan diskriminasi Gender. Perempuan harus mampu memegang dan mempertahankan citra eksklusifnya di kalangan masyarakat. Citra perempuan yang ideal sebagai sosok yang bergerak “sesuai kodratnya” masih tetap bergema dan semarak hingga saat ini dan hal itu menjadi tuntutan umum yang dirasakan oleh perempuan-perempuan dunia, terutama di Indonesia. Citra perempuan ideal tersebut dianggap sebagai ketimpangan Gender. Hal ini dikarenakan peranan yang dimaninkan oleh laki-laki dan perempuan bukan berdasarkan tugas, hak, dan kewajiban sebenarnya secara fisik melainkan sebagai pengampu tanggung jawab berdasarkan kodrat.
Berdasarkan hal tersebut, tak jarang kaum perempuan sering dilukiskan sebagai pekerja keras dan rela mengorbankan diri. Hal ini adalah akibat yang muncul dari ketimpangan Gender tersebut. Tak hanya masyarakat umum, banyak dari dalam diri permpuan pun ternyata masih memiliki kesadaran rendah terhadap ketimpangan jender. Bahkan, lebih parah adalah kaum perempuan seringkali tidak menyadari bahwa mereka telah menggali lobang permanen untuk memposisikan dirinya dalam ketimpangan tersebut semakin kuat, terutama dalam keluarga. Untuk itu, di dalam sebuah pembangunan, integrasi perempuan sangat diperlukan dalam mewujudkan adanya kesadaran sosial yang tinggi (Subadio & Ihromi 1978).

 

Gambar 1  Alur pemikiran kekerasan dan konflik batin sebagai efek dari kompleksitas peranan perempuan.
Berdasarkan Gambar 1
secara tersirat dapat diketahui bahwa perempuan hidup dalam batasan-batasan yang bukan hanya dibuat oleh lingkungan tapi juga ternyata telah terpatri dalam dirinya melalui norma dan kepercayaan sejak berabad-abad yang lalu[1]. Lebih jauh juga dinyatakan Farida (2007) bahwa telah terjadi proses domestikasi pada perempuan, bahkan Negara turut membakukan peran tersebut ke dalam pranata hukum yakni Undang-undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 yang menetapkan siapa yang menjadi kepala keluarga dan yang bertanggung jawab dalam urusan kerumahtanggaan. Lebih lanjut, didukung pula oleh de Beauvior (1983) dalam Farida et al. (2007) menyatakan bahwa perempuan adalah sesuatu yang tidak pernah dibiarkan tumbuh secara alami layaknya manusia dengan segala kebebasan. Menurutnya, perempuan hidup dengan hal-hal tabu disekelilingnya yang menjadi pembatas dalam gerak-geriknya, ditempatkan dibawah kekuasaan lelaki dengan syarat harus melalui sebuah ritual primitif, yakni perkawinan.
Dalam suatu budaya Batak misalnya, seorang perempuan yang merupakan istri dari suaminya, apabila suami meninggal ia tidak memiliki hak atas peninggalan suaminya, termasuk juga tidak berhak atas dirinya karena ia sendiri dalam adat dan budaya ini adalah hak milik keluarga suaminya. Dengan kalimat lain dijelaskan bahwa perempuan Batak yang telah menikah adalah barang yang diperjualbelikan.[2] Dalam bentuk contoh budaya seperti ini jelas menunjukkan bahwa perempuan tidak diperhitungkan keberadaannya dan diakui eksitensinya sebagai insan yang memiliki kesetaraan fungsi dan peranan untuk menjalankan aktivitas dalam keluarga.
Di Minangkabau, posisi perempuan cukup berbeda, bukan sebagai barang belian melainkan sebagai pemilik rumah. Perempuan dalam budaya Minangkabau adalah sebagai pasaman nagari nan bapaga[3] dimana seorang perempuan menjadi satu dengan rumah dan tanah keluarga. Perempuan adalah yang mengatur seluruh hak pakai dan memiliki hak atas apapun yang telah diberikan, diperbaiki, dan disumbangkan/dinafkahkan oleh suaminya. Dengan ini berarti, seluruh benda dan pusaka dalam rumahnya adalah dikuasai oleh perempuan.
Berdasarkan segelintir bentuk perlakuan terhadap kaum perempuan dalam kebudayaan dan norma di masyarakat, dewasa ini tak dapat dipungkiri bahwa ternyata perempuan tak hanya dapat duduk manis di rumah, menjadi pembantu yang siap melayani dengan setia serta berkorban jiwa dan raga untuk kesuksesan orang lain dalam keluarga. Perempuan harus mampu membuat dirinya sendiri percaya dan yakin bahwa ia juga memiliki potensi. Dengan demikian, tak jarang diketahui para perempuan diluaran sana telah mampu berkarya bukan hanya di lingkungan keluarga tetapi juga berkembang bagi kepentingan masyarakat banyak.
Dalam bidang pendidikan misalnya, perspektif jender yang masih kuat berkembang dari dahulu hingga sekarang mengenai pendidikan, yang sebagian besar lebih banyak mengutamakan peran dan keutamaan laki-laki ternyata ditemukan bahwa perempuanlah yang sedikit banyak memberikan kebanggaan bagi dunia pendidikan. Betapa tidak, diantara sekian banyak siswa dan pelajar baik laki-laki maupun perempuan, anak perempuanlah yang memiliki indeks prestasi paling baik di bangku sekolah. Tidak tanggung-tanggung, saat masih kecilpun, anak perempuanlah yang membacanya paling baik[4].
Berdasarkan hal tersebut, maka ada peluang-peluang bagi perempuan untuk memajukan dirinya, memiliki kesempatan pengembangan diri, memperluas keyakinan terhadap potensi, dan sebagainya. Namun dalam perjalanannya perempuan selalu mendapatkan hambatan. Salah satunya adalah menurut berbagai pendapat mengenai hubungan sosial perempuan dengan pria diyakini bahwa perempuan yang selalu hidup berdampingan dengan pria atau sering berinteraksi dengan laki-laki baik di sekolah maupun di lingkungan informal akan dapat mempengaruhi penurunan kesusilaannya termasuk dalam keluarga. Persepsi dan anggapan yang demikian dapat mematahkan mental dan dukungan dari dalam diri perempuan.

3.2.        Pentingnya Perlindungan Perempuan dan anak menurut Islam:       
” Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang lelaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal”  - Surah al-Hujurat, 49:13
Menurut Zeeneth Kausar (1995) dalam kertas kerja Women’s Issues: Women’s Perspectives, Islam meletakkan wanita dalam tiga kategori penting mengikut keupayaannya yaitu sebagai ibu, isteri dan anak perempuan. Ibu diletakkan di tempat paling tinggi selepas Allah dan RasulNya. Bagi wanita Islam yang berkahwin, mereka mempunyai hak-hak tersendiri sepanjang perkahwinannya sama seperti lelaki serta masing-masing mempunyai tanggungjawab dan peranan terhadap keluarga (ibu, isteri, anak permepuan) dan masyarakat (guru, pengasuh, pemimpin , penasihat, perawat dan lain-lain dalam semua sektor). Sebagai seorang Islam, wanita perlu mempunyai penghayatan Islam yang jelas dan keimanan yang kukuh supaya dapat dimanifestasikan keimanan dan jiwa Islam itu dalam ibadah, akhlak, pergaulan, pekerjaan dan segala aktiviti dalam kehidupannya. Ini penting supaya wanita tetap menjaga maruah dan kehormatan dirinya dari kaca mata Islam seperti sentiasa menjaga aurat, menjaga tutur kata dalam pergaulan, menjauhkan segala yang mendekatkan diri wanita kepada zina, bersikap positif dan berdaya saing sesuai dengan kesucian dan kemuliaan agama Islam.

3.3.        Strategi-strategi Pelaksanaan
Untuk membantu Perencanaan Strategi pemecahan masalah pada permasalahan diatas adalah sebagai berikut: 

3.3.1.            Memperkokoh Lembaga/Unit yang menangani Pemberdayaan perempuan dan Perlindungan Anak.  Lembaga yang menangani perlindungan perempuan Anak harus lebih bergerak agresif dan didukung dengan anggaran yang lebih memadai.
3.3.2.            Mengorientasikan Dasar dan Tindakan Agensi Pemerintah  Supaya Memasukkan Proses Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengawasaan Program-program Pengintegrasian Perempuan.   Program dan kegiatan hendaknya lebih mnegintensifkan kepada program program dan kegiatan yang lebih nyata (tidak hanya slogan saja). Terutama melibatkan program dan kegiatan yang mengentaskan kepada Pendidikan, politik, perlidungan anak dan perempuan , semua program dan kegiatan yang dilaksanakan adalah program dan kegiatan yang menguntungkan perempuan dan anak.

3.3.3.         Pendidikan dan Latihan untuk Perempuan dan anak.  Pendidikan dan Latihan ini harus bertujuan untuk  membangkitkan kesedaran dan komitmen institusi pemerintah atas kesepakatan perjanjian gender.

3.3.4.   Badan badan dan kementrian perintah harus mendukung program pemberdayaan dan perlindungan Anak, yang melibatkan semua unsur organisasi. Kiranya terus dibentuk lembaga Persatuan Perempuan Indonesia.

3.3.5.            Menghilangkan atau mengurangi adanya Diskriminasi terhadap perempuan.  Kalu perlu dibuatkan sebuah undang undang yang menjamin hak hak perempuan/Wanita.  

3.3.6.            Memajukan dan Menyelaraskan Penelitian  Perempuan terutama mengenai Mengenal Isu yang mengatakan perempuan Indonesia belum disejajarkan dengan laki laki, Dengan adanya isu ini badan badan dan LSM yang peduli kepada Peran perempuan dan anak perlu diberikan dana untuk mengadakan penelitian kajian  tentang  Perlindungan Perempuan dan Anak.

3.3.7.         Untuk meningkatkan kesejahteraan perempuan perlu diadakan pelatihan dan pemberian modal  Program kemadirian Usaha, pelatihan pelatihan yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan pelatihan yang menyangkut tumbuh kembang anak.

3.3.8.            Lebih ditingkatkan juga kepada pengawaan terhadap penjualan perempuan dan anak. 

3.3.9.            untuk mengintegrasikan kaum perempuan  ke dalam semua sektor pembangunan maka Pemerintah harus  meningkatkan mutu kehidupan, membasmi kemiskinan, menghapuskan kejahilan dan membasmi buta huruf yang sebagian besar di Daerah daerah terpencil banyak yang belum bisa membaca dan menulis.

3.3.10.         Mengadakan dan menjalankan program program seperti meningkatkan kesehatan Perempuan dan anak.

3.3.11.         Sebagaimana tertuang dalam cita cita bung karno sang proklamator kemerdekaan Republik Indonesia menginginkan bahwa dalam mencerdaskan kehidupan bangsa semua biaya pendidikan menjadi tanggungan Negara, akan tetapi sampai saat ini pemerintah belum bisa menanggung biaya pendidikan anak anak Indonesia secara gratis dari Sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi


IV. KESIMPULAN, SARAN, DAN PENUTUP

4.1. Kesimpulan
1.    Peran Perempun dan anak  sangatlah penting dalam sendi sendi kehidupan bangsa , perempuan dan anak tidak dapat dipisahkan dari sendi sendi kehidupan dan nilai nilai di masyarakat.  Tumbuh kembang anak tergantung dari Ibunya yang melakhirkan dan mendidiknya.
2.    Perempuan sebagai pencetak generasi penurus perlu dilabatkan dalam segala bentuk program pembangunan, khususnya dalam peningkatan tingkat pendididikannya, politik, pemberdayaan usaha dan kemandirian.
3.    Peran perempuan dan anak yang begitu besar dan pentingnya dalam sendi sendi kehidupan maka harus dilindungi dan dicerdaskan dalam pelibatan semua aspek pembangunan.

4.2. Saran
1. Diharapkan ke masa depan Lembaga yang  menangani Pemberdayaan perempuan dan anak lebih bertindak agresif dalam melaksanakan program dan kegiatan dengan pemilihan program dan kegiatan yang dapat menyentuh langsung kepada pertumbuhan anak dan peningkatan perbaikan kesejahteraan kepada nasip perempuan Indonesia.
                                                                    Surabaya, 5 Juli 2012
                                                                               Penulis,






Demikianlah Artikel PENTINGNYA PERANAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM ERA GLOBALISASI:

Sekianlah artikel PENTINGNYA PERANAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM ERA GLOBALISASI: kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel PENTINGNYA PERANAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM ERA GLOBALISASI: dengan alamat link https://magisterakutansi.blogspot.com/2012/07/pentingnya-peranan-perempuan-dan-anak.html

0 Response to " PENTINGNYA PERANAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM ERA GLOBALISASI: "