Welcome to MAGISTER AKUNTANSI - The Perfect Partner For Your Business
Contact : Phone 0821-2566-2195 Wa 0821-2566-2195 Konsep Pembiayaan Murabahah Dengan Sistem Musyarakah | Magister Akuntansi

Labels

Konsep Pembiayaan Murabahah Dengan Sistem Musyarakah

Konsep Pembiayaan Murabahah Dengan Sistem Musyarakah - Hallo sahabat Magister Akuntansi , Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Konsep Pembiayaan Murabahah Dengan Sistem Musyarakah , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Islamic Finance , yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Konsep Pembiayaan Murabahah Dengan Sistem Musyarakah
link : Konsep Pembiayaan Murabahah Dengan Sistem Musyarakah

Baca juga


Konsep Pembiayaan Murabahah Dengan Sistem Musyarakah

Persepsi-persepsi nasabah terhadap pembiayaan yang ditawarkan bank syariah seharusnya menjadi masukan bagi bank untuk memperbaiki sistem dan penerapannya pada transaksi tersebut. Jika dilihat dari persepsi kebanyakan nasabah, nilai kesamaan dengan bank konvensional menurut penilaian mereka adalah sistem penentuan margin atau bagi hasil yang terkesan ditetapkan dengan persentase tinggi dan nilainya sama sehingga dirasakan merugikan nasabah dengan beban bayar yang memberatkan mereka. Dalam skim murabahah yang banyak dijumpai praktiknya dan dilapangan banyak membuat nasabah mengeluhkan hal itu, mengindikasikan bahwa bank sepertinya tidak mau dirugikan dengan transaksi pembiayaan yang dilakukannya. Kemudahan dalam penentuan pembayaran, pencatatan, dan perlakuan akuntansi menjadi alasan mengapa skim murabahah menjadi “primadona” dalam banyak transaksi bank syariah, dan sepertinya hampir setiap pembiayaan yang bersifat konsumtif, akad murabahah diterapkan dan dipukul rata pemberlakuannya. Kalau mau dicermati, seorang nasabah yang datang ke bank untuk mengajukan pembiayaan adalah mereka yang mempunyai kebutuhan finansial yang berbeda. Bahkan tidak menutup kemungkinan bahwa nasabah yang datang dan mengajukan pembiayaan adalah mereka yang dari segi finansial bukanlah nasabah yang sama sekali tidak memiliki uang. Bisa jadi mereka dari segi finansial dikatakan cukup, dan alasan mereka mengajukan pembiayaan hanya untuk menutupi kekurangan keuangan mereka.


Misalkan saja seorang nasabah menginginkan untuk memiliki rumah baru. Kemudian dari segi finansial, dia hanya membutuhkan sekitar 45% untuk menutupi kekurangan tersebut dari total nilai rumah yang dia inginkan. Maka keperluan dia datang ke bank syariah dan mengajukan pembiayaan hanya sebatas menutupi kekurangan tersebut. Lalu apakah adil, jika mereka yang dikatakan “cukup” keuangannya dan hanya butuh “sedikit” saja bantuan bank diberlakukan skim murabahah dengan model pembiayaan yang ditetapkan sama terhadap nasabah yang nihil segi finansialnya? Kemudian pemberlakuan margin yang sama dengan nasabah lain tersebut apakah sudah dapat dikatakan adil melihat bahwa sebenarnya kebutuhan finansial mereka tidaklah banyak. Bahkan tidak menutup kemungkinan juga jika mereka jadi untuk melakukan pembiayaan, jangka waktu pelunasan hutang mereka selesai dilakukan sebelum habis jatuh temponya. Dengan begitu mereka berarti hanya menanggung beban margin yang harus mereka “tuntaskan” karena pengenaan margin tersebut ditetapkan untuk periode per tahun. Untuk mengakomodasi kepentingan tersebut, bank seharusnya dalam melakukan proses penentuan pembiayaan bagi nasabahnya, terlebih dulu menganalisis kebutuhan mereka. Penting juga menganalisis potensi keuangan nasabah sehingga bank bisa mengukur kemampuan bayar mereka dan bisa menetapkan skim pembiayaan yang adil dan lebih humanis bagi nasabah.

Solusi yang juga bisa diberlakukan untuk masalah tersebut adalah dengan reformulasi pembiayaan murabahah dengan sistem musyarakah. Konsep ini dapat dijadikan salah satu alternatif. Konsep pembiayaan murabahah dengan sistem musyarakah adalah penggabungan dua skim pembiayaan dalam transaksi pembiayaan. Operasionalisasi pembiayaan murabahah dengan sistem musyarakah ini tetap menggunakan sistem murabahah sebagai akad diawal pembiayaan konsumtif tetapi mengubah model angsuran pembiayaan tersebut dengan sistem musyarakah, yang semula pengembalian atau angsuran dilakukan dengan pembayaran pokok pinjaman ditambah margin dari pembiayaan tersebut menjadi pembayaran angsuran tersebut dengan sistem musyarakah, bahkan dapat dimungkinkan untuk terjadi pemindahan kepemilikan barang dengan sistem ijarah muntahia bittamlik.

KASUS
Pak Johan ingin membeli rumah yang total pembelian tersebut sebesar Rp. 150.000.000,- . Dari segi finansial, Pak Johan hanya memiliki 60% dana dari total seluruh nilai rumah yang diinginkan, yakni sebesar Rp. 90.000.000,- , maka kekurangan dana dari Pak Johan sebesar Rp. 60.000.000,- Pak Johan hendak menutupi kekurangan atas pembelian itu dengan melakukan skema pembiayaan. Pak Johan datang ke bank syariah dan mengkomunikasikan keinginannya untuk melakukan pembiayaan. Jika pembiayaan yang ditawarkan oleh bank adalah pembiayaan dengan skim murabahah atas dana Rp. 60.000.000,- dengan margin 9% per tahun misalnya, maka angsuran yang dilakukan Pak Johan jika jangka waktunya adalah satu tahun adalah Rp. 5.000.000 perbulan ditambah margin setahun sebesar Rp. 5.400.000,- atau ketika dibayarkan perbulan, nilai marginnya sebesar 450.000,-. Pembayaran angsuran yang dilakukan Pak Johan perbulan adalah pokok angsuran dan margin dengan total pembayaran sebesar Rp. 5.450.000,-. Itu angsuran yang dibayarkan jika jangka waktunya selama satu tahun. Biaya administrasi juga dikenakan pada pembiayaan ini dan dibayarkan diluar angsuran tersebut.
19
Skema kepemilikan dana antara bank dan nasabah dalam hal ini adalah 60:40 untuk nasabah dan bank, atau Rp. 90.000.000 : Rp. 60.000.000. Jika pak Johan adalah tipe nasabah yang “taat” membayar angsuran dan mempunyai kemampuan bayar yang bagus, sehingga ternyata hanya dalam jangka waktu kurang dari satu tahun Pak Johan mampu melunasi tunggakannya, maka margin pembiayaan yang sudah ditetapkan diawal diberikan potongan oleh pihak bank. Konsep pembiayaan murabahah berdasarkan sistem musyarakah, jika harus diterapkan maka skemanya akan menjadi seperti berikut:

1. Nasabah datang ke bank untuk mengajukan pembiayaan atas kekurangan dananya yang 40% atau sebesar Rp. 60.000.000.

2. Bank menawarkan pembiayaan murabahah dengan sistem musyarakah pada nasabah

3. Bank memberikan pinjaman kekurangan dana tersebut sebesar Rp. 60.000.000, kemudian dilakukanlah pembelian rumah tersebut.

4. Rumah yang sudah dibeli tersebut menjadi kepemilikan bersama antara nasabah dan bank.

5. Akad kepemilikan bersama atas rumah tersebut, lalu dikonversikan dan dibuatkan akad pembiayaan bau dengan sistem musyarakah.

6. Usaha musyarakah yang dilakukan nasabah dan bank tersebut adalah usaha sewa (leasing) yang dilakukan oleh nasabah pada bank.

7. Usaha sewa ini dilakukan untuk “mengakhiri” dan menutup angsuran atas pembiayaan nasabah yang 40% atau dana yang Rp. 60.000.000.

8. Akad musyarakah terhadap usaha sewa menyewa rumah tersebut berdasarkan pada ijarah muntahiya bittamlik. Akad ini akan memindahkan kepemilikan rumah tersebut pada nasabah pada akhir transaksi.

9. Skim ini bertujuan untuk memberikan keringanan bayar pada nasabah, tapi juga tidak “menutup mata” atas keuntungan yang akan diperoleh oleh bank.

10. Karena usaha sewa tersebut adalah usaha yang dilakukan dan dijalani oleh pihak bank dan nasabah, yang mana dalam hal ini nasabah sebagai penyewa dan bank sebagai “pemilik semu” rumah, (karena sebenarnya pemilik atas rumah tersebut adalah kepemilikan bersama karena dana yang digunakan untuk membeli rumah tersebut adalah dana nasabah dan bank; kepemilikan semu disini diistilahkan agar nasabah mampu melunasi “pinjaman” dana pada bank, dan melakukan pemindahan kepemilikan penuh pada pihak nasabah setelah angsuran atas pinjaman terhadap bank tersebut dilunasi) maka tidak dikenakan margin atas pembiayaan murabahah yang dilakukan pada awal akad.

11. Yang dikenakan adalah bagi hasil atas keuntungan transaksi sewa yang dilakukan kedua belah pihak.

12. Nominal sewa dan bagi hasil yang digunakan, ditentukan bersama oleh kedua belah pihak. Nominal sewa disesuaikan dengan kemampuan dan potensi “bayar” nasabah, sesuaikan juga dengan jangka waktu pelunasan pinjaman tersebut. Untuk skema bagi hasil ditentukan bersama oleh kedua belah pihak dengan ketentuan persentase penyertaan dana.

13. Nasabah berkewajiban untuk membayar angsuran sewa tersebut plus bagi hasil atas bagian bank.

14. Dalam hal ini, nasabah juga memperoleh bagian bagi hasil atas usaha sewa rumah tersebut berdasarkan persentase penyertaan dana.

15. Penetapan nominal sewa dan bagi hasil antara dua pihak yang bertransaksi dapat dilakukan dimuka dan dengan persentase yang sama tiap bulannya.

16. Akad ini menurut penulis tidak bertentangan dengan syariah dan mampu memberikan jaminan saling ridho antara keduanya, sebab transaksi yang dilakukan adalah transaksi langsung dua pihak tanpa pihak ketiga. Karena akad yang dikenakan atas rumah tersebut adalah akad sewa, maka sudah pasti nominal sewa itu nilainya tetap. Persentase bagi hasil yang dilakukanpun bersifat tetap karena kondisi rumah yang dijadikan “usaha” adalah aktiva tetap sehingga untuk fluktuasi terjadinya laba atau rugi atas usaha sewa rumah tersebut relatif kecil. Kalaupun ditengah perjalanan masa pelunasan dan pemindahan kepemilikan tejadi sesuatu yang tida diinginkan dari rumah tersebut, maka resiko-resiko tersebut apat diperjanjikan diawal akad.

17. Bagian bagi hasil milik nasabah dapat dipotongkan langsung dari angsuran sewa rumah yang dibayarkannya atau tetap dibayarkan penuh pada bank serta menjadi profit and loss sharing fund deposit, sebagai simpanan bagi hasil milik nasabah yang nantinya dapat dikurangkan pada beban angsuran yang telah disepakati bersama.

18. Setelah kewajiban “pelunasan” sewa tersebut selesai, maka kepemilikan rumah dapat berpindah alih kepada nasabah.

19. Perpindahan kepemilikan sewa ini bisa dengan sistem hibah, pelunasan dan perpindahan kepemilikan di tengah-tengah atau di akhir akad sewa sesuai kemampuan bayar nasabah.

20. Penerapan pembiayaan murabahah dengan sistem musyarakah ini tidak hanya dapat diterapkan pada pembiayaan kredit rumah saja, tapi bisa juga untuk pembiayaan murabahah lainnya dengan sistem yang sama

21. Hal-hal yang belum diatur disini dapat diperjanjikan antara kedua pihak, namun tetap pada prinsip saling ridho dan tidak ada salah satu pihak yang dirugikan

Keuntungan menggunakan pembiayaan murabahah dengan sistem musyarakah ini adalah:
1. Lebih humanis. Tidak ada pihak yang merasa dirugikan karena pembebanan margin dan bagi hasil yang selama ini nasabah klaim sebagai praktik yang tidak ada bedanya dengan bank konvensional.

2. Lebih meringankan beban bayar nasabah jika dibandingkan dengan sistem margin namun tidak menghilangkan bagian keuntungan bank.

3. Nasabah tahu seberapa potensi atau kemampuan bayarnya sendiri dan mampu memprediksi sampai sejauh mana dia bisa melunasi ansuran pinjaman dengan sistem sewa tersebut tanpa harus terikat dengan ketentuan periodisitas waktu yang baku.

4. Transparasi jelas.


Demikianlah Artikel Konsep Pembiayaan Murabahah Dengan Sistem Musyarakah

Sekianlah artikel Konsep Pembiayaan Murabahah Dengan Sistem Musyarakah kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Konsep Pembiayaan Murabahah Dengan Sistem Musyarakah dengan alamat link https://magisterakutansi.blogspot.com/2018/04/konsep-pembiayaan-murabahah-dengan.html

0 Response to " Konsep Pembiayaan Murabahah Dengan Sistem Musyarakah "