Judul : Seputar Persoalan Ekonomi Indonesia Terkini
link : Seputar Persoalan Ekonomi Indonesia Terkini
Seputar Persoalan Ekonomi Indonesia Terkini
Perekonomian
Indonesia sampai medio Agustus 2013, bisa dibilang dalam keadaan
tertekan, ditandai dengan merosotnya nilai rupiah yang cukup dalam
terhadap dollar Amerika. Selain faktor rupiah, IHSG pun turut melemah di Bursa
Efek Indonesia. Tanda tanda lain adalah terjadi defisit di APBN, neraca
perdagangan, serta melemahnya nilai ekspor. Sehingga muncul kekhawatiran
krisis ekonomi kembali menerpa Indonesia seperti tahun 1998.
Melihat
kondisi tersebut, tampaknya pemerintah nampaknya cukup tanggap dengan kondisi
tersebut dengan menerbitkan rangkaian kebijakan Pemerintah yang dikenal sebagai
4 paket kebijakan. Menko ekonomi Hatta Rajasa menjelaskan empat
paket kebijakan penyelamatan ekonomi tersebut meliputi perbaikan neraca
transaksi berjalan dan menjaga nilai tukar rupiah, pemberian insentif, dan
menjaga daya beli masyarakat serta menjaga tingkat inflasi. Serta paket keempat
kebijakan penyelamatan ekonomi melalui percepatan investasi.
Sangat
menarik bahwa paket kebijakan tersebut dalam jangka pendek terlihat mujarab
ditandai dengan stabilnya nilai rupiah di kisaran 11.000 rupiah dan deflasi
sebesar 0.35% pada bulan September 2013. Termasuk yang mengejutkan adalah
posisi NPI dari bulan ke bulan sepanjang tahun ini mencatatkan hasil defisit
tiba tiba surplus pada Agustus 2013, mencapai USD132,4 juta. Surplus
tersebut tercipta dari nilai ekspor sebesar USD13,16 miliar, sedangkan nilai
impor sekitar USD13,03 miliar.
Sayangnya,
mulai pertengahan november 2013 hingga menjelang akhir, dolar kembali ke posisi
11.700. Disamping itu BI juga mencatat
mencatat defisit transaksi berjalan (current account deficit) menyusut
menjadi US$ 8,4 miliar atau 3,8% dari Produk Domestik Bruto (PDB), dibandingkan
triwulan sebelumnya yang mencapai US$ 9,9 miliar atau 4,4% dari PDB.
Sehingga
tampaknya pemerintah tak bisa menepuk dada terlebih dahulu. Persis seperti
Rollercoaster, ekonomi yang naik turun ini menunjukkan 4 paket kebijakan
ternyata tidak ampuh betul.
Melihat
kondisi ini Bank Indonesia yang buru buru kembali menaikkan rate BI sebesar
25 poin menjadi 7.5%. Hal ini justru menandakan pemerintah sedang mengorbankan
pertumbuhan ekonomi. Dengan alasan meredam pemburukan akun transaksi berjalan (current account), Bank Indonesia menargetkan pertumbuhan
kredit tahun depan di kisaran 15 persen-17 persen, jauh lebih
rendah ketimbang pertumbuhan kredit bulan September lalu sebesar 23,1 persen.
Menteri Keuangan pun telah berulang kali
mengatakan pertumbuhan ekonomi tahun ini dan tahun depan bakal terus tertekan,
bahkan hampir pasti di bawah 6 persen pada tahun 2014. Pasti, tingkat
pengangguran pada Agustus 2013 naik, baik dibandingkan
Agustus 2012 maupun Februari 2013, menjadi
6,25 persen. Dampak dari kebijakan pengorbanan ini adalah, menurunnya
kemampuan ekonomi menyerap tenaga kerja, yang berarti pengangguran tidak akan
menurun dalam waktu dekat. Pemerintah melalui Gubernur BI dan Menkeu menyalahkan kondisi eksternal
penyebab persoalan ini dan menganggap peristiwa ini hanya sementara. Padahal
buktinya menunjukkan pertumbuhan
ekonomi dunia mulai membaik serta pertumbuhan
perdagangan dunia tahun ini lebih tinggi ketimbang tahun lalu. Seharusnya ekonomi Indonesia
tumbuh mengikuti perekonomian global, bukan malah sebaliknya.
Maka
pada dasarnya sumber persoalan perekonomian Indonesia ternyata lebih
merupakan persoalan internal yang belum selesai. Banyak PR yang mesti
dibenahi oleh Indonesia, selain menjalankan 4 paket kebijakan tersebut ada
baiknya pemerintah fokus pada beberapa kebijakan penting.
Pertama
meningkatkan kembali industry manufaktur di Indonesia. Data menunjukkan
bahwa pertumbuhan sektor penghasil barang
terus melambat. Pada sektor industri manufaktur, dari tingkat tertingginya pada
triwulan III-2012 sebesar 6,4 persen menjadi hanya 4,9 persen pada triwulan
III-2013. Melalui kebijakan yang lebih pro manufaktur diharapkan
manufaktur di Indonesia kembali membaik. Bagaimanapun juga sector manufaktur
banyak menyerap tenaga kerja, bahan baku, modal yang menggerakan perekonomian.
Meskipun faktanya
Industri manufaktur di Indonesia kini "dikeroyok"
masalah hampir dari segala penjuru. Dari dalam negeri, industri padat karya ini
seperti tergencet oleh ketidakkeberpihakan regulasi, terbelit masalah
permodalan, infrastruktur, dan tentu saja persoalan ketenagakerjaan atau buruh.
Persoalan ini harus dicarikan solusinya agar pertumbuhan ekonomi Indonesia
menjadi berkualitas.
Persoalan
ketenagakerjaan yang mencuat belakangan ini harus segera di selesaikan dengan
baik. Konflik perburuhan akan menghambat kehadiran investor baru, bahkan bisa menyebabkan
investor yang telah ada hengkang. Apalagi bila aksi buruh melibatkan sweeping
dan kekerasan, tentu makin suramlah persoalan Industri manufaktur di Indonesia
Kemudian kedua, kembali fokus membenahi infrastruktur, karena kebijakan dan keputusan selama ini dibidang
infrastruktur tak kunjung menampakkan hasil nyata. Meskipun
Infrastruktur summit telah dilaksanakan, proyek proyek besar telah dimulai.
Akan tetapi ternyata belum bisa mengimbangi kebutuhan yang ada. Padahal
infrastruktur kerap dijadikan pertimbangan dan pra syarat utama bagi para calon
investor yang akan menanamkan modalnya.
Ketertinggalan pembangunan infrastruktur sampai saat ini,
masih menjadi keluhan para pengusaha maupun calon investor yang akan
membenamkan modalnya di negeri ini. Harap dimaklumi bahwa buruknya
infrastruktur, bukan cuma menghambat kinerja dunia usaha, namun juga
kerap memicu terjadinya ekonomi biaya tinggi. Misalnya jalan yang rusak
atau kinerja pelayanan di pelabuhan yang lambat, bisa menimbulkan keterlambatan
shipment (pengapalan) dan pengiriman barang yang berujung kian membengkaknya
biaya pengiriman barang. Terbukti dengan dalam indeks kinerja logistik (logistics performance index) melorot dari
peringkat ke-69 pada tahun 2010 menjadi ke-84 pada tahun 2012.
Survei yang pernah dilakukan WEF -World Economic Forum (Forum Ekonomi
Dunia) yang berjudul Global Competitiveness Report beberapa waktu lalu juga
menunjukkan bahwa tidak memadainya kualitas infrastruktur di Indonesia, menjadi
masalah mendasar ”Doing Business in Indonesia” setelah birokrasi
pemerintah yang dinilai masih belum efisien. Dari survei WEF pada tahun
2011 menunjukkan bahwa terdapat 12 pilar utama dalam penentuan Global Competitivenes
Index (GCI) yaitu institusi (birokrasi), infrastruktur, lingkungan
makroekonomi, pendidikan dasar dan kesehatan, pendidikan lanjutan dan
pelatihan, pasar barang yang efisien, pasar tenaga kerja yang efisien,
pertumbuhan pasar keuangan, kesiapan teknologi, ukuran pasar (market size).
Bandara yang tak kunjung bertambah kapasitasnya, pelabuhan
yang padat serta macet, transportasi umum yang menjadi anaktirikan turut
membuktikan hal tersebut. Termasuk yang juga penting adalah pasokan listrik
yangkritis, sehingga pemadaman bergilir di beberapa wilayah tanah air tak bisa
di hindari. Mengandalkan kerjasama swasta dalam kerjasama pembangunan
infrastruktur akan memakan waktu yang cukup lama dan proses yang lebih rumit..
Sebaiknya pemerintah segera menyuntikkan dana dari APBN untuk
berkonsentrasi membenahi infrastruktur tentu dengan resiko mengurangi subsidi
BBM yang tahun depan diperkirakan mencapai Rp. 350 Triliun. Resiko kenaikan BBM ini tampaknya
sulit di ambil pemerintahan sekarang karena kebijakan yang tidak populer. Tapi
tidak menaikkan BBM, akan lebih beresiko terhdap perekonomian. Alternatifnya adalah
berpindah dari BBM ke bahan bakar gas yang harus terus digalakkan.
Apalagi
kemudian Indonesia sendiri tengah memasuki tahun politik yang berpuncak tahun
2014, Indonesia akan menghadapi suksesi kepemimpinan nasional. Para aktor
politik yang saat ini menjabat sebagian besar akan kembali bertarung
memperebutkan posisi kepemimpinan nasional. Koalisi partai yang memegang
kekuasaan saat ini dipastikan sudah tidak efektif, para pembantu pesiden yang
berasal dari partai sudah tentu lebih memikirkan posisi politiknya ke depan
dibanding tugas utamanya
Maka
sangat penting diingatkan agar pemerintah beserta aparat yang terkait ekonomi
tetap konsentrasi memperbaiki persoalan ekonomi internal terlepas dari hingar
bingar persoalan politik dan tidak mengkambinghitamkan persoalan ekonomi
eksternal.
Tak
elok rasanya melakukan pesta demokrasi di tengah bayang bayang krisis ekonomi.
Demikianlah Artikel Seputar Persoalan Ekonomi Indonesia Terkini
Sekianlah artikel
Seputar Persoalan Ekonomi Indonesia Terkini
kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Seputar Persoalan Ekonomi Indonesia Terkini dengan alamat link https://magisterakutansi.blogspot.com/2013/11/update-ekonomi-indonesia.html
0 Response to " Seputar Persoalan Ekonomi Indonesia Terkini "
Posting Komentar