Judul : TEORI STRUKTUR MODAL
link : TEORI STRUKTUR MODAL
TEORI STRUKTUR MODAL
Teori
struktur modal menjelaskan apakah ada pengaruh perubahan struktur modal
terhadap nilai perusahaan?
Struktur
modal yang dapat memaksimumkan nilai perusahaan, atau harga saham, adalah
struktur modal yang terbaik.
Modal
yang dipergunakan perusahaan selalu mempunyai biaya. Biaya tersebut bisa
bersifat eksplisit (artinya nampak, dan dibayar oleh perusahaan), tetapi bisa
juga bersifat implisit (tidak nampak, bersifat opportunistic, atau disyaratkan
oleh pemodal)
Bagi
para pemodal membeli obligasi ditafsirkan mempunyai risiko yang lebih rendah,
maka biaya modal yang berasal dari hutang akan lebih kecil dari biaya modal
yang berasal dari modal sendiri.
Struktur
Modal pada Pasar Modal Sempurna dan Tidak Ada Pajak
Pasar
modal yang sempurna adalah pasar modal yang sangat kompetitif. Dalam
pasar tersebut antara lain tidak dikenal biaya kebangkrutan, tidak ada biaya
transaksi, bunga simpanan dan pinjaman sama dan berlaku untuk semua pihak, diasumsikan tidak ada pajak penghasilan.
Asumsi-asumsi
untuk mempermudah analisis antara lain adalah :
Laba operasi yang diperoleh setiap tahunnya
dianggap konstan, dan tidak diperlukan penambahan modal kerja untuk menjalankan
operasi perusahaan, dana penyusutan cukup untuk mengganti aktiva tetap yang
disusut.
Semua laba yang tersedia bagi pemegang saham
dibagikan sebagai dividen. Hutang yang digunakan bersifat permanen. Ini berarti
bahwa hutang yang jatuh tempo akan diperpanjang lagi.
Pergantian struktur hutang dilakukan secara
langsung. Artinya, apabila perusahaan menambah hutang, maka modal sendiri
dikurangi.
Apabila
tujuan struktur modal adalah untuk meningkatkan nilai perusahaan, maka tujuan
ini analog dengan menurunkan biaya modal
Rumus biaya modal dari masing-masing sumber
dana sbb:
1.
Biaya modal sendiri (ke)
E
S
= -----------
(1 – ke)t
dimana,
S
= nilai pasar modal sendiri
E
= laba perlembar saham ( laba yang tersedia
bagi pemilikperusahaan)
ke
= biaya modal sendiri
Karena
n tidak terhingga maka persamaan ini dapat ditulis sbb:
E
ke
= -----
S
Sedangkan
bagi para kreditor, biaya modal yang mereka syaratkan disebut cost debt atau
biaya hutang (kd) adalah :
F
kd
= ------
B
Dimana,
B
= nilai hutang
F
= bunga hutang yang dibayar
oleh perusahaan
Biaya
modal perusahaan (ko) adalah biaya modal rata-rata tertimbang dapat dihitung :
S B
ko
= ke ( ------ ) + kd ( -------
)
B+S B+S
Dimana,
S
= nilai modal sendiri
B
= nilai hutang
ke
= biaya modal sendiri
kd
= biaya hutang
Biaya
modal perusahaan (ko) juga dapat dihitung
sbb :
O
ko
= -----
V
Dimana,
O
= Laba operasi
V
= Nilai perusahaan = B + S
Apabila
nilai perusahaan meningkat berarti biaya modal perusahaan menurun.
1.
Pendekatan Tradisional
Pendekatan
tradisional berpendapat bahwa dalam pasar modal yang sempurna dan tidak ada
pajak, nilai perusahaan atau biaya modal perusahaan dapat dirubah dengan cara
merubah struktur modal (yaitu B/S).
Misal,
PT X mempunyai 100% modal sendiri, laba bersih yang diharapkan per tahun Rp 10
juta. Tingkat keuntungan yang diharapkan pemilik modal (ke) adalah 20%, maka
nilai perusahaan dapat dihitung sebagai berikut :
ke
= E/S
S
= E/ke
S
= 10juta /0,20 = 50 juta
Biaya
modal perusahaan (ko)
ko
= 10 juta /50 juta = 0,20.
O Laba bersih operasi .………… Rp 10
juta
F Bunga
……………………….. -
E Laba tersedia untuk pemilik saham 10 juta
ke Biaya modal sendiri …………..
0,20
S Nilai modal sendiri ……………… 50 juta
B Nilai pasar hutang ………………
-
V Nilai perusahaan ……………… 50 juta
o Biaya modal perusahaan :
= 0(0/50) + 0,20(50/50) …………
0,20
Misalkan PT. X
mengganti sebagian modal
sendiri dengan hutang.
Biaya hutang (kd) ,
atau tingkat keuntungan
yang diminta oleh kreditor
16 %. Bunga harus dibayar setiap
tahunnya Rp 4
juta. Dengan menggunakan
hutang perusahaan menjadi
lebih beresiko, dan karenanya
biaya modal sendiri
( = ke ) naik
menjadi, misalnya 22 %. Kalau
laba operasi bersih
tidak berubah ( asumsi
butir 1 ), maka nilai
perusahaan akan nampak
sebagai berikut :
O
Laba bersih operasi …….. Rp 10,00
juta
F
Bunga …………………… 4,00 juta
E
Laba tersedia u/ pemilik shm
6,00 juta
ke
Biaya modal sendiri . …. 0,22
S
Nilai modal sendiri (6juta/0,22)
27,27 juta
B
Nilai hutang ( 4
juta / 0,16 ) 25,00
juta
V
Nilai perusahaan ………… .
52,27 juta
ko
Biaya modal perusahaan : = 0,22 (27,27 /52,27) + 0,16(25/52,27) =
0,191
Setelah perusahaan
menggunakan hutang, nilai
perusahaan meningkat (atau
biaya modal perusahaan
menurun ). Kalau misalnya
sebelum perusahaan menggunakan
hutang perusahaan mempunyai
jumlah lembar saham
sebanyak 1.000 lembar, maka
harga sahamnya adalah
Rp 50.000 per lembar.
Setelah perusahaan mengganti
sebagian saham dengan
hutang ( yang diganti
adalah sebesar Rp
25 juta atau
500 lembar saham
), maka nilai sahamnya
naik menjadi Rp
27,27 juta/500 = Rp 54,540.
Pendekatan Modigliani
Menurut
Modigliani dan Miller pendekatan tradisional adalah tidak benar. Mereka
menunjukan kemungkinan munculnya proses arbitrase yang akan membuat harga saham
(nilai perusahaan) yang tidak menggunakan hutang maupun yang menggunakan
hutang, akhirnya sama. Proses arbitrase muncul karena investor selalu lebih
menyukai investasi yang memerlukan dana yang lebih sedikit tetapi memberikan
penghasilan bersih yang sama dengan
risiko yang sama pula.
Misal
Rahman memiliki 20% saham PT X yang menggunakan hutang. Dengan demikian nilai
kekayaannya 0,20 x Rp 27,27 juta = Rp 5,45 juta. Selanjutnya terdapat PT Y yang identik dengan PT X yang tidak mempunyai hutang.
Proses
arbitrase dilakukan sebagai berikut :
Jual
saham PT X dan memperoleh dana Rp 5,45 juta.
Pinjam
Rp 5,00 juta yaitu 20% dari nilai hutang PT X.
Beli
20% saham PT Y yang tidak mempunyai hutang, senilai 0,20 x Rp 50,00 juta = Rp 10,00 juta.
Rahman
dapat menghemat investasi senilai = Rp 5,45 juta +Rp 5 juta – Rp 10 juta = Rp 0,45 juta.
Pada
saat Rahman masih memiliki 20 % saham PT X (yang mempunyai hutang), ia
mengharapkan untuk memperoleh keuntungan
0,20 x R[p 6,00 juta = Rp 1,20 juta.
Pada waktu
memiliki 20 % saham
PT. Y dan
mempunyai hutang sebesar Rp 5 juta, maka keuntungan yang
diharapkan adalah :
Keuntungan
dr shm PT Y 0,20 x Rp 10 jt = Rp 2,00
jt
Bunga
yang dibayar = 0,16 x Rp
5 jt = 0,80 jt
Rp 1,20 jt
Hal
ini berarti Rahman dapat mengharapkan untuk memperoleh keuntungan yang sama
yaitu Rp 1,20 juta, menanggung risiko yang sama, tetapi dengan investasi yang
lebih kecil Rp 0,45 juta
Proses
penggantian modal sendiri dengan hutang yang dilakukan oleh PT X, terdapat
kejanggalan. Diatas disebutkan bahwa PT X mengganti modal sendiri dengan hutang
sebesar Rp 25 juta. Apabila semula sebelum menggunakan hutang, nilai modal
sendiri Rp 50 juta maka setelah diganti dengan hutang Rp 25 juta nilai modal
sendiri tentu menjadi Rp 25 juta, dan tidak mungkin menjadi
Rp 27,27 juta. Kalau modal sendiri menjadi Rp 25 juta, maka seharusnya biaya
modal sendiri setelah menggunakan hutang menjadi
ke = E/S
= 6 juta / 25 juta = 24%
Dengan kd = 16%, maka biaya modal perusahaan setelah
menggunakan hutang adalah :
ko = 24% (25/50) + 16% (25/50)
= 20%
Ini
berarti bahwa biaya modal perusahaan (atau nilai perusahaan) tidak berubah,
baik perusahaan menggunakan hutang ataupun tidak.
Karena
pada pendekatan tradisional diasumsikan biaya modal sendiri meningkat menjadi
22%, maka perusahaan yang menggunakan hutang menjadi lebih tinggi nilainya dari
pada perusahaan yang tidak menggunakan hutang.
Dalam
keadaan pasar modal sempurna dan tidak ada pajak, MM merumuskan bahwa biaya
modal sendiri (ke) akan berperilaku sebagai berikut:
ke
= keu + (keu – kd ) (B/S)
Dalam
hal ini,
keu
= biaya modal sendiri pada saat
perusahaan tidak menggunakan hutang.
Dalam contoh
PT. X, berarti
:
ke
= 20% + (20% - 16%) (25/25)
= 24%
Kita
memperoleh angka yang sama dengan cara perhitungan di atas.
Perhatikan
biaya hutang (kd) selalu lebih kecil dari biaya modal sendiri (keu). Hal
tersebut disebabkan karena pemilik modal sendiri menanggung risiko yang lebih
besar dari pada pemberi kredit dan kita berada dalam pasar modal yang sangat
kompetitif. Hal tersebut disebabkan oleh :
Penghasilan
yang diterima oleh pemilik modal sendiri bersifat lebih tidak pasti
dibandingkan dengan pemberi kredit.
Dalam
Pertistiwa likuidasi pemilik modal sendiri akan menerima bagian paling akhir
setelah kredit-kredit dilunasi.
Dalam
keadaan perusahaan memperoleh hutang dari pasar modal yang kompetitif, kd
<ke
Jadi
tidaklah benar apabila perusahaan menghimpun dana dalam bentuk equity,
perusahaan kemudian berhasil menghimpun dana murah.
MM
menunjukan bahwa dalam keadaan pasar modal sempurna dan tidak ada pajak, maka
keputusan pendanaan menjadi tidak relevan. Artinya penggunaan hutang ataukah
modal sendiri akan memberi dampak yang sama bagi kemakmuran pemilik perusahaan.
Pasar
Modal Sempurna dan Ada Pajak
Dalam
keadaan ada pajak, MM berpendapat bahwa keputusan pendanaan menjadi relevan.
Hal ini disebabkan, bunga yang dibayar dapat dipergunakan untuk mengurangi
pendapatan yang kena pajak (bersifat tax deductible), dengan demikian
terdapat penghematan pemabayaran pajak dan merupakan manfaat bagi pemilik
perusahaan.
Dampaknya
nilai perusahaan yang menggunakan hutang akan lebih besar dari nilai perusahaan
yang tidak menggunakan hutang.
Dibawah ini
terdapat perhitungan rugi
laba untuk PT. A (yang tidak mempunyai hutang) dan PT.
B (mempunyai hutang).
PT A PT B
--------------------
--------------------
Laba
operasi Rp 10,00 jt Rp 10,00 juta
Bunga Rp -
Rp
4,00 juta
Laba
sbl pjk Rp 10,00 jt Rp 6,00 juta
Pajak 25%
Rp 2,50 jt Rp 1,50 juta
Laba
stl pjk Rp 7,50 jt Rp 4,50 juta
=========== ===========
Bila
diasumsikan hutang bersifat permanen, maka PT.
akan memperoleh manfaat penghematan
pajak setiap tahun
Rp 1,00 juta.
Selanjutnya berapa nilai manfaat ini ?
Nilai
penghematan pajak dapat dihitung dengan cara sbb:
Penghematan pajak
PV
Penghematan pajak = -----------------------
(1 + r )
dimana,
PV = present value dan r adalah tingkat
bunga yang relevan biasanya sama dengan kd (biaya hutang) karena penghematan
tersebut diperoleh karena menggunakan hutang.
Karena
dengan asumsi hutang adalah permanen maka
Penghematan pajak
PV
Penghematan pajak = -------------------------
kd
MM
berpendapat bahwa nilai perusahaan yang menggunakan hutang akan lebih besar
daripada nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang, maka selisihnya disebut
Present Value penghematan pajak.
VL =
VU + PV penghematan pajak
Dalam
hal ini,
VL = adalah nilai perusahaan yang menggunakan
hutang
VU =
adalah nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang
Misal
keu PT A (tidak menggunakan hutang) 20%, dan kd = 16%, maka nilai PT A dapat
dihitung sebagai berikut :
Vu
= Rp 7,50 juta/ 0,20
=
Rp 37,50 juta
PV penghematan pajak =
Rp 1 juta/0,16
= Rp
6,25 juta
Maka nilai perusahaan yang menggunakan
hutang (VL) dalam hal ini PT B
VL
= Rp 37,50 juta + Rp 6,25 juta
=
Rp 43,75 juta.
Untuk
PT A,
Nilai
modal sendiri (S) = Rp 37,5 juta
Nilai
Perusahaan (V) = Rp 37,5
juta
Biaya
modal sendiri (ke) = 20%
Biaya
modal perusahaan (ko) = 20%
Untuk
PT B
Nilai
hutang (B) = Rp 4,00 juta/0,16 = Rp
25,00 juta
Nilai
perusahaan (VL) = Rp 43,75 juta
Nilai
modal sendiri (S) = Rp 43,75 juta – Rp 25 juta = Rp 18,75 juta
Biaya
modal sendiri (ke) = Rp 4,5 juta/ Rp 18,75 juta = 0,24
Biaya
hutang (kd) = 0,16
Biay
hutang setelah pajak {kd(1-t)} = 0,16(1-0,25) = 0,12
Biaya
modal perusahaan (ko) = Laba operasi
(1-t)/V= 10 (1-0,25)/43,75 = 0,1714 atau
= ke (S/V) + kd(1-t)(B/V)
= 0,24(18,75/43,75) +
0,16(1-0,25)(25/43,75)
= 0,1714
PT
A PT B…….
Laba
operasi Rp 10,00 Rp 10,00
Bunga Rp -
Rp 4,00
Laba
sebelum pajak Rp 10,00 Rp 6,00
Pajak (25%) Rp 2,50 Rp 1,50
Laba
setelah pajak Rp 7,50 Rp 4,50
kd - 0,16
B
- Rp 25,00
ke
0,20
0,24
S Rp 37,50 Rp 18,75
V Rp 37,50 Rp 43,75
ko
0,2000
0,1714
Mengapa
tidak menggunakan extreme leverage
Dalam
pasar modal yang sempurna dan terdapat pajak penggunaan hutang akan
menguntungkan karena sifat tax deductibility on interest payment.
Tetapi
lain halnya apabila pasar modal tidak sempurna, pemilik perusahaan mungkin
keberatan untuk menggunakan extreme leverage (hutang yang ekstrem), karena akan
menurunkan nilai perusahaan.
Apabila
pasar modal tidak sempurna, salah satu kemungkinannya adalah munculnya biaya
kebangkrutan yang cukup tinggi.
Semakin
besar terjadi kebangkrutan, dan semakin besar biaya kebangkrutan semakin tidak
menarik penggunaan hutang
Misal,
Biaya modal sendiri (ke) dengan adanya hutang 24%, biaya hutang (kd) 16% pada
saat B/S = 25/18,75 = 4/3 =1,33, t = 25%
Bila
B/S = 2 maka biaya modal sendiri akan lebih besar.
ke
= keu + (keu – kd)(B/S)(1-t)
ke
= 20%+(20%-16%)(2)(1-0,25)
= 26%
Apabila
kd tidak berubah, maka biaya modal perusahaan akan sebesar :
ko
= ke (S/V) + kd (1-t)(B/V)
ko
= 26% (1/3)+16% (1-0,25)(2/3)
=
16,67 %
Biaya
modal perusahaan lebih rendah bila dibandingkan pada saat B/S = 1,33
Misalkan
ke naik menjadi 30%, karena mempertimbangkan biaya kebangkrutan, dengan
demikian
Ko
= 30%(1/3) + 16%(1-0,25)(2/3)
=
18%
Ini
berarti biaya modal perusahaan lebih besar bila dibandingkan pada saat B/S =
1,33, karena memasukan biaya
kebangkrutan.
Analisis
dapat dilakukan dari sisi Nilai Perusahaan
Alternatif
Pendanaan
Tidak Hut Hutang
Hutang Hutang
1.
N Perusah 20.000 21.500
23.000 24.500
2.
N Hutang - 5.000 10.000 15.000
3.
N Modal Sen 20.000 16.500 13.000 9.500
Perusahaan A
4.
Probabilitas 1% 5% 7,5% 20%
5.
Pembayaran 28
140 210 560
Premi
stl pajak
Rp
2.800 x (4)
6.
PV premi (15%) 187 933 1.400
3.753
7.
Nilai Perus 19.813 20.567 21.600
19.267
Perusahaan B
8.
Probabil 5% 10% 20% 40%
kebangkrutan
9.
Pembayaran
premi
stl pajak 140 280 560 1.120
2.800x
(8)
10.
PV premi (15%) 933 1.857 3.733
7.467
11.
Nilai Perush 19.067 19.633
19.267 17.033
Tabel
tersebut menunjukan bila perusahaan tidak menggunakan hutang maka nilai perusahaan (dan juga nilai modal
sendiri) adalah Rp 20.000 juta
Bila
hutang bersifat permanen, maka PV penghematan pajak = tB. Dalam hal ini t
adalah tarif pajak penghasilan, dan B nilai hutang
VL
= Vu + PV penghematan pajak
VL
= Vu + tB
Misal
t = 30%, maka nilai perusahaan (VL) dengan hutang Rp 5.000 adalah :
VL
= 20.000 + 0,3 (5.000)
= Rp 21.500
Dengan
VL = 21.500, maka nilai modal
sendiri adalah 21.500- 5.000 = Rp 16.500
Untuk
memasukan biaya kebangkrutan, pemilik akan mengasuransikan perusahaan, dan akan
menerima santunan, mis nilai santunan yang diterima Rp 2.800 juta.
Premi
asuransi = Prob kebang x Nilai santunan
1% x Rp 2.800 jt =
Rp 28 jt
PV
Premi asuransi = Premi asuransi/r
= Rp 28jt/0,15
= Rp 187 jt
Dari
perhitungan tersebut nampak untuk perusahaan A mempunyai struktur modal yang
optimal pada saat hutang Rp 10.000 juta. Dan untuk perusahaan B pada saat Rp 5.000 juta.
Personal Tax
Bagi
Pemodal Pendapatan bersih dari investasi merupakan pembayaran dari perusahaan
baik dalam bentuk dividen maupun bunga obligasi setelah dikurangi pajak pribadi
(Personal Tax).
Mis,
Personal Tax 25%. Bagi para pemegang saham PT B bila laba dibagikan seluruhnya
sebagai dividen, maka yang mereka terima adalah sebesar (1-0,25)xRp 4,50 jt =
Rp 3,375 jt. Bagi pemilik obligasi akan menerima (1-0,25) x Rp 4 jt = Rp 3 jt.
Selanjutnya
personal tax akan kita masukan dalam proses analisis dalam menentukan struktur
modal yang optimum.
The
Miller Model
Pemilik
obligasi menerima :
kdB
x (1-Tb)
dimana,
Tb = tarif personal tax untuk bunga obligasi
Nilai
perusahaan yang tidak menggunakan hutang adalah :
Vu
= {EBIT x (1-Tc) x (1-Ts)/ke
dimana,
ke = biaya modal sendiri setelah personal
tax
Nilai
perusahaan yang menggunakan hutang adalah :
VL
= Vu + 1- {(1-Tc)(1-Ts)/(1-Tb)}xB.
Misal,
PT.C diperkirakan akan menghasilkan laba sebesar Rp 10 milyar per tahun
selamanya, tarif corporate tax (Tc) 30%, tarif personal tax
Demikianlah Artikel TEORI STRUKTUR MODAL
Sekianlah artikel
TEORI STRUKTUR MODAL
kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel TEORI STRUKTUR MODAL dengan alamat link https://magisterakutansi.blogspot.com/2013/09/teori-struktur-modal.html
0 Response to " TEORI STRUKTUR MODAL "
Posting Komentar