Welcome to MAGISTER AKUNTANSI - The Perfect Partner For Your Business
Contact : Phone 0821-2566-2195 Wa 0821-2566-2195 TEORI STRUKTUR MODAL | Magister Akuntansi

Labels

TEORI STRUKTUR MODAL

TEORI STRUKTUR MODAL - Hallo sahabat Magister Akuntansi , Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul TEORI STRUKTUR MODAL , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Manajemen Keuangan , yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : TEORI STRUKTUR MODAL
link : TEORI STRUKTUR MODAL

Baca juga


TEORI STRUKTUR MODAL

Teori struktur modal menjelaskan apakah ada pengaruh perubahan struktur modal terhadap nilai perusahaan?

Struktur modal yang dapat memaksimumkan nilai perusahaan, atau harga saham, adalah struktur modal yang terbaik.

Modal yang dipergunakan perusahaan selalu mempunyai biaya. Biaya tersebut bisa bersifat eksplisit (artinya nampak, dan dibayar oleh perusahaan), tetapi bisa juga bersifat implisit (tidak nampak, bersifat opportunistic, atau disyaratkan oleh pemodal)

Bagi para pemodal membeli obligasi ditafsirkan mempunyai risiko yang lebih rendah, maka biaya modal yang berasal dari hutang akan lebih kecil dari biaya modal yang berasal dari modal sendiri.


Struktur Modal pada Pasar Modal Sempurna dan Tidak Ada Pajak

Pasar  modal yang sempurna adalah pasar modal yang sangat kompetitif. Dalam pasar tersebut antara lain tidak dikenal biaya kebangkrutan, tidak ada biaya transaksi, bunga simpanan dan pinjaman sama dan berlaku untuk semua pihak,  diasumsikan tidak ada pajak penghasilan.

Asumsi-asumsi  untuk mempermudah analisis antara lain adalah :
Laba operasi yang diperoleh setiap tahunnya dianggap konstan, dan tidak diperlukan penambahan modal kerja untuk menjalankan operasi perusahaan, dana penyusutan cukup untuk mengganti aktiva tetap yang disusut.

Semua laba yang tersedia bagi pemegang saham dibagikan sebagai dividen. Hutang yang digunakan bersifat permanen. Ini berarti bahwa hutang yang jatuh tempo akan diperpanjang lagi.

Pergantian struktur hutang dilakukan secara langsung. Artinya, apabila perusahaan menambah hutang, maka modal sendiri dikurangi.

Apabila tujuan struktur modal adalah untuk meningkatkan nilai perusahaan, maka tujuan ini analog dengan menurunkan biaya modal


Rumus biaya modal dari masing-masing sumber dana sbb:
1. Biaya modal sendiri (ke)
                          E
      S   =       -----------
                      (1 – ke)t
    
      dimana,
      S    = nilai pasar modal sendiri
      E    = laba perlembar saham ( laba yang tersedia
                bagi pemilikperusahaan)
      ke   =  biaya modal sendiri

Karena n tidak terhingga maka persamaan ini dapat ditulis sbb:
                    E
      ke    =  -----
                    S
Sedangkan bagi para kreditor, biaya modal yang mereka syaratkan disebut cost debt atau biaya hutang (kd) adalah :
                       F
       kd     =  ------ 
                       B
      Dimana,
       B    =  nilai hutang
       F    =  bunga hutang yang dibayar 
                  oleh perusahaan

Biaya modal perusahaan (ko) adalah biaya modal rata-rata tertimbang dapat dihitung :
                            S                     B
       ko   =  ke (  ------ ) + kd (  -------   )
                           B+S                B+S
       Dimana,
       S   =   nilai modal sendiri
       B   =   nilai  hutang
       ke  =   biaya modal sendiri
       kd  =   biaya hutang

Biaya modal perusahaan (ko) juga dapat dihitung  sbb :
                     O           
       ko    =  -----    
                     V 
Dimana,
      O    = Laba operasi
      V    = Nilai perusahaan  = B + S
Apabila nilai perusahaan meningkat berarti biaya modal perusahaan menurun.

1.   Pendekatan Tradisional           
Pendekatan tradisional berpendapat bahwa dalam pasar modal yang sempurna dan tidak ada pajak, nilai perusahaan atau biaya modal perusahaan dapat dirubah dengan cara merubah struktur modal (yaitu B/S).

Misal, PT X mempunyai 100% modal sendiri, laba bersih yang diharapkan per tahun Rp 10 juta. Tingkat keuntungan yang diharapkan pemilik modal (ke) adalah 20%, maka nilai perusahaan dapat dihitung sebagai berikut :
     ke    =   E/S
      S    =  E/ke
      S    =  10juta /0,20 = 50 juta 

Biaya modal perusahaan (ko)
      ko   =  10 juta /50 juta   = 0,20.
O   Laba bersih operasi .…………  Rp  10 juta
F    Bunga  ………………………..           -
E    Laba tersedia untuk pemilik saham 10 juta
ke   Biaya modal sendiri  …………..        0,20
S    Nilai modal sendiri ………………     50 juta
B   Nilai pasar hutang  ………………        - 
V   Nilai perusahaan ………………        50 juta
o  Biaya modal perusahaan  :
    = 0(0/50) + 0,20(50/50)  …………       0,20

Misalkan  PT. X   mengganti  sebagian modal sendiri  dengan  hutang.  Biaya  hutang  (kd) ,  atau  tingkat  keuntungan  yang diminta  oleh  kreditor  16  %. Bunga harus dibayar  setiap  tahunnya    Rp  4  juta.  Dengan  menggunakan  hutang  perusahaan  menjadi  lebih  beresiko, dan  karenanya  biaya  modal  sendiri  ( = ke  )  naik  menjadi, misalnya  22  %. Kalau  laba  operasi  bersih  tidak  berubah  ( asumsi  butir  1 ), maka   nilai  perusahaan  akan  nampak  sebagai  berikut  :

O   Laba bersih operasi ……..  Rp  10,00   juta
F    Bunga   ……………………                 4,00   juta
E    Laba tersedia u/ pemilik shm     6,00   juta
ke  Biaya modal sendiri   . ….           0,22
S   Nilai modal sendiri (6juta/0,22)  27,27   juta
B   Nilai  hutang  ( 4  juta / 0,16  )    25,00   juta 
V   Nilai perusahaan ………… .            52,27   juta
ko  Biaya modal perusahaan  :   = 0,22 (27,27 /52,27) + 0,16(25/52,27) = 0,191 
                  
                      
Setelah  perusahaan  menggunakan  hutang,  nilai  perusahaan  meningkat  (atau  biaya  modal  perusahaan  menurun ).  Kalau  misalnya  sebelum  perusahaan  menggunakan  hutang  perusahaan  mempunyai  jumlah  lembar  saham  sebanyak  1.000  lembar, maka  harga  sahamnya  adalah  Rp  50.000  per lembar.  Setelah  perusahaan  mengganti  sebagian  saham  dengan  hutang  (  yang diganti  adalah  sebesar  Rp  25  juta  atau   500  lembar  saham  ), maka  nilai  sahamnya  naik  menjadi  Rp  27,27  juta/500 = Rp  54,540.

Pendekatan Modigliani

Menurut Modigliani dan Miller pendekatan tradisional adalah tidak benar. Mereka menunjukan kemungkinan munculnya proses arbitrase yang akan membuat harga saham (nilai perusahaan) yang tidak menggunakan hutang maupun yang menggunakan hutang, akhirnya sama. Proses arbitrase muncul karena investor selalu lebih menyukai investasi yang memerlukan dana yang lebih sedikit tetapi memberikan penghasilan bersih yang sama  dengan risiko yang sama pula.

Misal Rahman memiliki 20% saham PT X yang menggunakan hutang. Dengan demikian nilai kekayaannya 0,20 x Rp 27,27 juta = Rp 5,45 juta. Selanjutnya terdapat PT Y  yang identik dengan PT X  yang tidak mempunyai hutang.

Proses arbitrase dilakukan sebagai berikut :
Jual saham PT X dan memperoleh dana Rp 5,45 juta.
Pinjam Rp 5,00 juta yaitu 20% dari nilai hutang PT X.
Beli 20% saham PT Y yang tidak mempunyai hutang, senilai 0,20 x Rp 50,00 juta   = Rp 10,00 juta.
Rahman dapat menghemat investasi senilai = Rp 5,45 juta +Rp 5 juta – Rp 10 juta   = Rp 0,45 juta.
Pada saat Rahman masih memiliki 20 % saham PT X (yang mempunyai hutang), ia mengharapkan untuk memperoleh keuntungan  0,20 x R[p 6,00 juta = Rp 1,20 juta. 
Pada  waktu  memiliki  20 %  saham  PT.  Y  dan  mempunyai  hutang  sebesar Rp 5 juta, maka keuntungan yang diharapkan adalah :
Keuntungan dr shm PT Y  0,20 x Rp 10 jt = Rp 2,00 jt                          
Bunga yang dibayar      =  0,16 x Rp   5 jt =       0,80 jt
                                                                      Rp 1,20 jt          
                                                                                                                                                                                          
Hal ini berarti Rahman dapat mengharapkan untuk memperoleh keuntungan yang sama yaitu Rp 1,20 juta, menanggung risiko yang sama, tetapi dengan investasi yang lebih kecil Rp 0,45 juta

Proses penggantian modal sendiri dengan hutang yang dilakukan oleh PT X, terdapat kejanggalan. Diatas disebutkan bahwa PT X mengganti modal sendiri dengan hutang sebesar Rp 25 juta. Apabila semula sebelum menggunakan hutang, nilai modal sendiri Rp 50 juta maka setelah diganti dengan hutang Rp 25 juta nilai modal sendiri  tentu  menjadi Rp 25 juta, dan tidak mungkin menjadi Rp 27,27 juta. Kalau modal sendiri menjadi Rp 25 juta, maka seharusnya biaya modal sendiri setelah menggunakan hutang menjadi                       
        ke   = E/S  = 6 juta / 25 juta = 24%
Dengan  kd = 16%, maka biaya modal perusahaan setelah menggunakan hutang adalah :
    ko = 24% (25/50) + 16% (25/50)
          = 20%

Ini berarti bahwa biaya modal perusahaan (atau nilai perusahaan) tidak berubah, baik perusahaan menggunakan hutang ataupun tidak.
Karena pada pendekatan tradisional diasumsikan biaya modal sendiri meningkat menjadi 22%, maka perusahaan yang menggunakan hutang menjadi lebih tinggi nilainya dari pada perusahaan yang tidak menggunakan hutang.

Dalam keadaan pasar modal sempurna dan tidak ada pajak, MM merumuskan bahwa biaya modal sendiri (ke) akan berperilaku sebagai berikut:  
        ke   = keu + (keu – kd ) (B/S)
Dalam hal ini,
        keu    =   biaya modal sendiri pada saat perusahaan tidak menggunakan hutang.
Dalam  contoh  PT.  X,  berarti  :
        ke  =  20% + (20% - 16%) (25/25)
               =  24%

Kita memperoleh angka yang sama dengan cara perhitungan di atas.
Perhatikan biaya hutang (kd) selalu lebih kecil dari biaya modal sendiri (keu). Hal tersebut disebabkan karena pemilik modal sendiri menanggung risiko yang lebih besar dari pada pemberi kredit dan kita berada dalam pasar modal yang sangat kompetitif. Hal tersebut disebabkan oleh :

Penghasilan yang diterima oleh pemilik modal sendiri bersifat lebih tidak pasti dibandingkan dengan pemberi kredit.

Dalam Pertistiwa likuidasi pemilik modal sendiri akan menerima bagian paling akhir setelah kredit-kredit dilunasi.

Dalam keadaan perusahaan memperoleh hutang dari pasar modal yang kompetitif, kd <ke
Jadi tidaklah benar apabila perusahaan menghimpun dana dalam bentuk equity, perusahaan kemudian berhasil menghimpun dana murah.

MM menunjukan bahwa dalam keadaan pasar modal sempurna dan tidak ada pajak, maka keputusan pendanaan menjadi tidak relevan. Artinya penggunaan hutang ataukah modal sendiri akan memberi dampak yang sama bagi kemakmuran pemilik perusahaan.
Pasar Modal Sempurna dan Ada Pajak

Dalam keadaan ada pajak, MM berpendapat bahwa keputusan pendanaan menjadi relevan. Hal ini disebabkan, bunga yang dibayar dapat dipergunakan untuk mengurangi pendapatan yang kena pajak (bersifat tax deductible), dengan demikian terdapat penghematan pemabayaran pajak dan merupakan manfaat bagi pemilik perusahaan.

Dampaknya nilai perusahaan yang menggunakan hutang akan lebih besar dari nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang.

Dibawah  ini  terdapat perhitungan rugi  laba  untuk PT.  A (yang tidak mempunyai hutang) dan  PT.  B  (mempunyai hutang).
                       PT   A                     PT B
                       --------------------    --------------------  
Laba operasi  Rp 10,00 jt              Rp  10,00 juta
Bunga             Rp     -                    Rp    4,00 juta
Laba sbl pjk    Rp  10,00 jt             Rp    6,00 juta
Pajak  25%     Rp    2,50 jt             Rp    1,50 juta 
Laba stl pjk     Rp    7,50 jt             Rp    4,50 juta
                  ===========            ===========

Bila diasumsikan hutang bersifat permanen, maka PT.  akan memperoleh manfaat penghematan  pajak  setiap  tahun  Rp  1,00  juta.  Selanjutnya berapa nilai manfaat ini ?
Nilai penghematan pajak dapat dihitung dengan cara sbb:
                                                    Penghematan pajak
PV Penghematan pajak  =      -----------------------   
                                                      (1 + r )                     
dimana, PV = present value dan r  adalah tingkat bunga yang relevan biasanya sama dengan kd (biaya hutang) karena penghematan tersebut diperoleh karena menggunakan hutang.


Karena dengan asumsi hutang adalah permanen maka

                                                      Penghematan pajak
PV Penghematan pajak   =       ------------------------- 
                                                              kd
MM berpendapat bahwa nilai perusahaan yang menggunakan hutang akan lebih besar daripada nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang, maka selisihnya disebut Present Value penghematan pajak.
VL     =   VU  + PV  penghematan pajak

Dalam hal ini,
VL   = adalah nilai perusahaan yang menggunakan hutang
VU  =  adalah nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang
Misal keu PT A (tidak menggunakan hutang) 20%, dan kd = 16%, maka nilai PT A dapat dihitung sebagai berikut :
    Vu   = Rp 7,50 juta/ 0,20
           =  Rp 37,50 juta
    PV penghematan pajak   =  Rp  1 juta/0,16
                                   =  Rp  6,25 juta
    Maka nilai perusahaan yang menggunakan hutang (VL) dalam hal ini PT B
    VL   =  Rp 37,50 juta + Rp 6,25 juta
           =   Rp 43,75 juta.

Untuk PT A,
Nilai modal sendiri (S)             =  Rp 37,5 juta
Nilai Perusahaan (V)                = Rp 37,5 juta
Biaya modal sendiri (ke)          =  20%
Biaya modal perusahaan (ko) =  20%
Untuk PT B
Nilai hutang (B)                      =  Rp 4,00 juta/0,16  =  Rp 25,00 juta
Nilai perusahaan (VL)            =  Rp 43,75 juta
Nilai modal sendiri (S)           =  Rp 43,75 juta – Rp 25 juta = Rp 18,75 juta
Biaya modal sendiri (ke)        =  Rp 4,5 juta/ Rp 18,75 juta  = 0,24
Biaya hutang (kd)                   =   0,16
Biay hutang setelah pajak {kd(1-t)} = 0,16(1-0,25) = 0,12
Biaya modal perusahaan (ko) =  Laba operasi (1-t)/V= 10 (1-0,25)/43,75 = 0,1714  atau
                                                 =   ke (S/V)  + kd(1-t)(B/V)
                                                 =   0,24(18,75/43,75) + 0,16(1-0,25)(25/43,75)
                                                 =   0,1714

                                          PT A                          PT B…….
Laba operasi               Rp   10,00                 Rp   10,00
Bunga                          Rp      -                      Rp     4,00
Laba sebelum pajak    Rp   10,00                 Rp     6,00
Pajak  (25%)                Rp     2,50                 Rp     1,50
Laba setelah pajak       Rp     7,50                 Rp     4,50                  
kd                                            -                                0,16
B                                           -                        Rp    25,00
ke                                           0,20                            0,24
S                                   Rp   37,50                 Rp    18,75
V                                   Rp   37,50                 Rp    43,75
ko                                        0,2000                        0,1714

Mengapa tidak menggunakan extreme leverage
Dalam pasar modal yang sempurna dan terdapat pajak penggunaan hutang akan menguntungkan karena sifat tax deductibility on interest payment.
Tetapi lain halnya apabila pasar modal tidak sempurna, pemilik perusahaan mungkin keberatan untuk menggunakan extreme leverage (hutang yang ekstrem), karena akan menurunkan nilai perusahaan.

Apabila pasar modal tidak sempurna, salah satu kemungkinannya adalah munculnya biaya kebangkrutan yang cukup tinggi.
Semakin besar terjadi kebangkrutan, dan semakin besar biaya kebangkrutan semakin tidak menarik penggunaan hutang

Misal, Biaya modal sendiri (ke) dengan adanya hutang 24%, biaya hutang (kd) 16% pada saat B/S = 25/18,75 = 4/3 =1,33, t = 25%
Bila B/S = 2 maka biaya modal sendiri akan lebih besar.
ke = keu + (keu – kd)(B/S)(1-t)
ke = 20%+(20%-16%)(2)(1-0,25)
      = 26%

Apabila kd tidak berubah, maka biaya modal perusahaan akan sebesar :
ko = ke (S/V) + kd (1-t)(B/V)
ko = 26% (1/3)+16% (1-0,25)(2/3)
     =  16,67 %

Biaya modal perusahaan lebih rendah bila dibandingkan pada saat B/S = 1,33
Misalkan ke naik menjadi 30%, karena mempertimbangkan biaya kebangkrutan, dengan demikian
Ko = 30%(1/3) + 16%(1-0,25)(2/3)
     =  18%

Ini berarti biaya modal perusahaan lebih besar bila dibandingkan pada saat B/S = 1,33, karena  memasukan biaya kebangkrutan.
Analisis dapat dilakukan dari sisi Nilai Perusahaan

                                Alternatif Pendanaan
                     Tidak Hut   Hutang   Hutang   Hutang
1. N Perusah     20.000      21.500     23.000    24.500

2. N Hutang             -            5.000     10.000     15.000

3. N Modal Sen 20.000      16.500   13.000       9.500

                                          Perusahaan A
4. Probabilitas     1%             5%         7,5%       20%

5. Pembayaran      28            140         210         560
Premi stl pajak
Rp 2.800 x (4)

6. PV premi (15%) 187              933     1.400     3.753

7. Nilai Perus    19.813          20.567  21.600   19.267         
                                    
                             Perusahaan B
8. Probabil                5%        10%        20%         40%
kebangkrutan   

9. Pembayaran
premi stl pajak     140         280         560       1.120
2.800x (8)     

10. PV premi (15%) 933      1.857      3.733       7.467

11. Nilai Perush  19.067    19.633    19.267     17.033

Tabel tersebut menunjukan bila perusahaan tidak menggunakan hutang  maka nilai perusahaan (dan juga nilai modal sendiri) adalah Rp 20.000 juta
Bila hutang bersifat permanen, maka PV penghematan pajak = tB. Dalam hal ini t adalah tarif pajak penghasilan, dan B nilai hutang

VL = Vu + PV penghematan pajak
VL = Vu + tB
Misal t = 30%, maka nilai perusahaan (VL) dengan hutang Rp 5.000 adalah :
VL = 20.000 + 0,3 (5.000)
     = Rp 21.500

Dengan VL = 21.500, maka nilai modal sendiri adalah 21.500- 5.000 = Rp 16.500
Untuk memasukan biaya kebangkrutan, pemilik akan mengasuransikan perusahaan, dan akan menerima santunan, mis nilai santunan yang diterima Rp 2.800 juta.
Premi asuransi = Prob kebang x Nilai santunan
                             1% x Rp 2.800 jt = Rp 28 jt
PV Premi asuransi = Premi asuransi/r
                               = Rp 28jt/0,15
                              =  Rp 187 jt

Dari perhitungan tersebut nampak untuk perusahaan A mempunyai struktur modal yang optimal pada saat hutang Rp 10.000 juta. Dan untuk perusahaan B  pada saat Rp 5.000 juta. 

Personal Tax
Bagi Pemodal Pendapatan bersih dari investasi merupakan pembayaran dari perusahaan baik dalam bentuk dividen maupun bunga obligasi setelah dikurangi pajak pribadi (Personal Tax).

Mis, Personal Tax 25%. Bagi para pemegang saham PT B bila laba dibagikan seluruhnya sebagai dividen, maka yang mereka terima adalah sebesar (1-0,25)xRp 4,50 jt = Rp 3,375 jt. Bagi pemilik obligasi akan menerima (1-0,25) x Rp 4 jt = Rp 3 jt.
Selanjutnya personal tax akan kita masukan dalam proses analisis dalam menentukan struktur modal yang optimum.
The Miller Model

Pemilik obligasi menerima :
kdB x (1-Tb)
dimana,
 Tb = tarif personal tax untuk bunga obligasi

Nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang adalah :
Vu = {EBIT x (1-Tc) x (1-Ts)/ke
dimana,
 ke = biaya modal sendiri setelah personal tax 

Nilai perusahaan yang menggunakan hutang adalah :
VL = Vu + 1- {(1-Tc)(1-Ts)/(1-Tb)}xB.

Misal, PT.C diperkirakan akan menghasilkan laba sebesar Rp 10 milyar per tahun selamanya, tarif corporate tax (Tc) 30%, tarif personal tax



Demikianlah Artikel TEORI STRUKTUR MODAL

Sekianlah artikel TEORI STRUKTUR MODAL kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel TEORI STRUKTUR MODAL dengan alamat link https://magisterakutansi.blogspot.com/2013/09/teori-struktur-modal.html

0 Response to " TEORI STRUKTUR MODAL "