Judul : Market Timing Theory of Capital Structure
link : Market Timing Theory of Capital Structure
Market Timing Theory of Capital Structure
Pengujian Empiris Market Timing Theory of Capital Structure di BEJ dengan Kasus IPO
Emiten (Non Keuangan) 2000-2001
Abstract
Capital
structure theory has developed tremendously. Corporations now consider not only
the internal factors but also the external factors. Asymmetric information with
the pecking order hypothesis and static trade-off theory have not been able to
explain some market phenomena. Some corporations have taken into account the
current stock price as the main determinant in choosing debt or equity
securities. This market timing theory was inititated by Baker and Wurgler
(2002). The essence of this theory is corporations will prefer debt securities
when the stock price is low and equity securities when the stock price is high.
The
objective of this study is to confirm the research by Kusumawati and Danny
(2002) on the market timing hypothesis using GLS, which is consistent with the
findings of Baker and Wurgler (2002) using OLS model. The findings of our research
is that marketing theory with the market leverage as the main proxy of capital
structure, have been negatively related to market book ratio.
Key Words: Capital Structure; Market Timing Theory; Market To Book Ratio,
Market Leverage
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manajemen umumnya tidak
mengetahui kapan struktur modal optimal apalagi investor di pasar modal. Persoalan
menjadi kompleks manakala manajemen harus memutuskan faktor determinan “kapan”
struktur modal optimal. Jadi bukan lagi seperti argumen Shyam-Sunders &
Myers (1999) yakni berapa porsi leverage
sehingga optimalitas tercapai. Teori - teori struktur modal tradisional seperti
Pecking
Order Theory (POT) dan Static Trade-Off Theory (STT) belum memuaskan para manajer keuangan dalam
penentuan kebijakan struktur modal terbaik. Malahan keduanya saling bersaing dalam menentukan proxy faktor determinan terbaik [lihat
studi Shyam-Sunders & Myers (1999) dan Frank & Goyale (2003)].
Munculnya Market Timing Theory (MTT) dari Barker & Wurgler (2002) diharapkan
bisa memberikan “jawaban”; namun tidak akan semudah yang dibayangkan. Proxy MTT
secara umum adalah market to book ratio
yakni pada kasus-kasus IPO. Banyak akademisi seperti dikutip Huang & Ritter
(2005) mengkritik proxy ini sebab
umumnya market to book ratio adalah proxy keputusan investasi; yakni under-valued atau over-valued nya suatu saham. Barker & Wurgler (2002) mengklaim market timing adalah “cumulative
outcome of past attempts to time the equity market”. [1]
Dua asumsi yang dipakai adalah: 1. Asimetrik informasi terjadi bervariasi di
pasar modal, maka manajemen yang rasional enggan melakukan adjustment terhadap target
leverage. 2. Manajemen percaya dapat melakukan “timing” terhadap equity
market. Dan klaim Barker & Wurgler (2002) tersebut berhasil diderivasikan dalam model empirikal.
Namun demikian MTT dari Barker
& Wurgler (2002) menimbulkan banyak pro dan kontra secara akademik. Pro dan
kontra bukan pada asumsi ke-2 seperti
halnya dugaan penulis; namun justru pada asumsi ke-1 yakni cepat atau tidaknya
manajemen melakukan adjustment
terhadap target leverage. Berdasarkan
survai pada studi Huang & Ritter (2005), para akademisi yang pro dengan MTT
antara lain: Welch (2004); Kayhan
& Titman (2005) dan Lemmon,
et.al. (2005). Sedangkan yang kontra antara lain: Leary & Robert (2005); Alti (2005) yang amat skeptis dengan
definisi market timing Barker &
Wurgler (2002) dan Hovakimian (2005). Pro & Kontra terhadap Market Timing Theory sangat dipengaruhi
oleh pandangan behavioralist. Kita
tahu Barker & Wurgler adalah pencetus Behavioral
Corporate Finance di samping Ruback (Vasiliou & Daskalakis,
2007).[2]
Pandangan behavioralist umumnya
sangat berkiblat pada perilaku manajemen dan situasional lingkungan eksternal.
Dalam hal corporate finance maka leverage yang menjadi fokus perhatian. Berkaca
pada pengalaman perusahaan go-public di
BEJ pada leverage maka menarik untuk
disimak. Alasannya adalah faktor eksternal makro atau faktor motivasional dari
manajemen perusahaan go-public di BEJ
bisa juga diklasifikasikan sebagai bentuk kongkrit pandangan behavioralist seperti Baker, Ruback
& Wurgler (2004).
Leverage perusahaan go-public di BEJ sebelum krismon
cenderung mengalami peningkatan tajam dan sesusah krismon cenderung turun. Dugaan
penulis faktor eksternal makro atau faktor motivasional dari manajemen memegang
peranan penting. Hal ini terlihat pada deregulasi perbankan 1988-1992 oleh
pemerintah Indonesia untuk kemudahan pendirian bank umum. Pada sisi lain
manajemen perusahaan konglomerat menyambut baik. Namun kemudian yang terjadi
kredit macet sebab kredit bank dipakai untuk kelompok usaha sendiri yang
mengabaikan prinsip 3C atau 5R. Sehingga setelah krismon periode 1998-2002
banyak bank umum yang dipaksa “beku operasi” dan “take-over” oleh BPPN (agen pemerintah). Sedangkan perusahaan
konglomerat sebagai pemegang saham bank banyak melakukan restrukturisasi hutang
dan efisiensi usaha.
Fenomena perusahaan di BEJ
sebelum dan sesudah krismon memberi pelajaran bahwa tidak mudah menerapkan
suatu teori struktur modal. Sederetan teori POT, STT dan MTT masing-masing diharapkan
memberi solusi potensial atas target
leverage (Tobing, 2007). Namun penetapan target leverage tidaklah bisa atas dasar judgment praktikal semata melainkan harus dari kajian empirik. Atas
dasar hal tersebut penulis bermaksud melakukan pengujian market timing of capital structure di Indonesia. Ada dua motivasi
penulis yakni pertama, rekonsiliasi debat teoritik MTT seperti pada studi Alti (2005) + Hogfeltd &
Oborenko (2005) yang kontra MTT dan Kayhan & Titman (2005) + Wagner (2007) yang pro MTT. Kedua; penelitian MTT ternyata
baru dilakukan dua kali di BEJ yakni masing-masing Kusumawati & Danny
(2006) yang menekankan efek persistensi
struktur modal jangka panjang dengan metode MTT dan OCS (optimal capital structure/STT) & Dahlan (2004) yang berfokus pada ada tidaknya
indikasi kebijakan struktur modal di Indonesia akan mengarah pada MTT.
B.
Tujuan Penelitian
Ada dua yakni tujuan umum dan
khusus. Tujuan umum adalah penulis ingin membuktikan bahwa MTT bisa applicable di BEJ; sedangkan tujuan khusus [3]
yakni:
1.
Menganalisis
pengaruh market to book ratio
terhadap leverage.
2.
Menganalisis
pengaruh variabel lain (variabel kontrol) seperti net
property, plant & equipment; Earning After Tax dan Total Asset terhadap leverage.
C.
Kontribusi Penelitian
Paling penting adalah adanya bukti
indikasi MTT di BEJ, yakni nilai market
to book ratio akan berpengaruh negatif terhadap leverage. Logikanya pada saat perusahaan mengalami pertumbuhan
tinggi (salah satu proxy-nya adalah market to book ratio); maka perusahaan
akan cenderung mengurangi penggunaan hutang (salah satu proxy-nya adalah leverage).
Hal ini karena saat itu investor di pasar modal akan menilai perusahaan secara over-valued sehingga cost of equity akan lebih kecil dari cost of debt. Dan biasanya kondisi ini
akan terjadi saat perusahaan (yang mengalami pertumbuhan tinggi) melakukan IPO.
Kontribusi lain terletak pada
penemuan variabel kontrol MTT. Ada proxy yang dipakai di riset Baker &
Wurgler (2002) serta Huang & Ritter (2005) seperti net property, plant & equipment; Earning After Tax dan Total Asset. Peranan variabel tersebut dalam ikut
mempengaruhi hubungan market to book ratio dan leverage menarik untuk
dikaji. Sebab variabel market to book
ratio tidak akan berdiri sendiri secara akunting. Kusumawati & Danny
(2006) menyatakan peran masing-masing
sebagai proxy intensitas aktiva tetap, volatilitas earning dan ukuran perusahaan yang berpengaruh langsung pada tingkat pertumbuhan dengan
proxy: market to book ratio.
D.
Keterbatasan
Ada tiga hal yakni: Pertama;
penulis tidak memakai periode data yang panjang seperti studi MTT di USA yang
rata-rata di atas 20 tahun. Hal ini karena keterbatasan waktu penulis. Kedua
sehubungan dengan tidak panjangnya periode penelitian, maka penulis tidak bisa
memakai model regresi data panel (GLS). Untuk studi ini, penulis cukup mencoba dengan metode OLS berbasis
argumentasi “parsimonisitas”. Terakhir; penulis tidak memakai data sektor
keuangan karena perilaku leverage-nya
berbeda dengan perusahaan biasa dan juga sektor keuangan amat teregulasi oleh
aturan pemerintah misal bank oleh BI dan non bank oleh Departemen Keuangan.
TINJAUAN TEORI
A.
Perkembangan Teori Struktur Modal
Seperti terlihat pada gambar 1,
penulis mengintrodusir munculnya market
timing theory juga berawal dari teori struktur modal konvensional MM pada
akhir 50-an. Beliau berdua memang diakui sebagai peletak dasar teori keuangan
perusahaan. Modigliani & Miller (MM) mengeluarkan dua proposisi. Proposisi
pertama berkaitan dengan leverage, arbitrage
[4] dan firm value. Sedangkan yang kedua
berkaitan dengan leverage, risk [5] dan
cost of capital. Berk & De Marzo (2007) menyatakan kedua
proposisi ini berujung pada anggapan bahwa leverage
tidak mempengaruhi nilai perusahaan, walaupun syarat utamanya adalah perfect market seperti tidak ada biaya
transaksi; risiko usaha setiap bisnis yang sama; akses informasi yang merata
(simetrik); rasionalitas dan homogenitas harapan di kalangan investor.
Kemudian kita semua tahu bahwa
asumsi no relevant debt ini banyak
menimbulkan kontroversi. Sebab ada bukti bahwa dengan leverage, EPS akan naik, bahkan tanpa leverage pun tidak terjadi dilusi kepemilikan saham. Kalau penulis
melihat, kuncinya adalah pada asumsi perfect
market. Maka setelah revisi teori MM dari mereka berdua sendiri pada tahun
awal 1960-an, muncul pula teori-teori alternatif seperti Pecking Order & Static
Trade-Off yang berlandaskan pada asumsi imperfect
market seperti adanya asimetrik informasi dan munculnya financial distress akibat penggunaan
hutang.
Dengan memakai gambar 1 di
halaman berikutnya, penulis menyatakan Pecking
Order dan Static Trade-Off
memiliki dominasi yang kuat pada pertengahan 60-an sampai akhir 80-an. Pecking Order berawal dari survey Fortune 500 yang
menghasilkan urutan pendanaan mulai dari laba ditahan, hutang dan saham. Klaim urutan pendanaan didasari
atas mahal atau tidaknya biaya modal.
Sedangkan Static Trade Off berawal dari maraknya pakar keuangan membicarakan financial distress sebagai implikasi
negatif penggunaan hutang. Menurut STT, hutang harus dipergunakan secara
optimal sampai batasan tidak akan menurunkan nilai perusahaan. Yang menarik
berapa proporsi terbaik masih beragam
untuk berbagai sektor industri; sehingga menimbulkan “optimal leverage puzzle”.
Gambar 1. Peta Teori Struktur Modal
Dirancang
dari hasil analisis berbagai
literatur (2007)
Pada dekade 80-an dan 90-an
banyak penelitian lanjutan struktur modal yang mengacu pada STT dan POT.
Walaupun ada kelompok yang pro terhadap
POT seperti Myers (1984), Baskin (1989),
Allen (1993) dan Adedeji (1998), namun
juga ada yang tidak sepenuhnya pro artinya memasukkan unsur STT seperti
Shyam-Sunders & Myers (1999) dan Frank & Goyale (2003). Hasil-hasil
riset mereka beragam, namun intinya tetap memperteguh eksistensi POT & STT
secara empirik.
Karena intinya tetap eksis,
penulis memiliki skenario POT & STT memberi inspirasi munculnya MTT.[6]
Mengapa bisa muncul MTT? Baker & Wurgler (2002) sempat menyatakan bahwa keputusan struktur modal terkait dengan upaya
perusahaan untuk melakukan timing terhadap
pasar modal. Yang menjadi alasan adalah POT & STT tidak mampu memaksimumkan
nilai perusahaan dan MTT yang memiliki karakter “persisten” diharapkan mampu
menjadi alat pencapai tujuan finance. Kata kunci persisten menjadi keunggulan MTT
dalam implementasinya. Pada bagian berikut setelah pembahasan detail POT &
STT, penulis akan membahasnya tersendiri. Namun seperti Alti (2006) yang begitu
mempertanyakan sifat persistensi MTT; penulis menduga masih banyak gap riset
yang bisa menjadi acuan penelitian-penelitian berikutnya. Gap riset terutama
berkenaan tentang keterandalan MTT Baker & Wurgler (2002) sebagai teori
struktur modal kontemporer.
B.
Static
Trade-Off & Pecking Order Theories
Pada gambar 1 penulis mengupas
habis POT dan STT dengan memakai 4 pilar yakni asumsi, inti, variabel dan model
riset. Pemilihan 4 pilar ini untuk lebih mudah membahas suatu kajian teori
dengan melihat unsur-unsur
metodologisnya.
Tabel 1. Studi Banding POT
& STT
Keterangan
|
POT
|
STT
|
Asumsi
|
· Preferensi pendanaan
internal karna takut pada asimetrik informasi
· Kebijakan dividen
ketat/ “sticky” biasanya DPR yang rendah
· No target leverage
|
· Target leverage
· Pendanaan internal dan
eksternal untuk maksimisasi nilai perusahaan
|
Inti
|
· Pendanaan dengan
melihat urutan dari Cost of Capital
yang murah sampai yang mahal
· Cost of Capital (COC) yang murah umumnya lebih
banyak didominasi oleh internal financing,
sebaliknya untuk COC yang mahal
|
· Pendanaan untuk mencari
rasio leverage optimal
· Penggunaan hutang
berlebihan akan menimbulkan risiko kebangkrutan yang didahului oleh kondisi financial distress
|
Variabel Penjelas
|
· Profitabilitas
· Ukuran Penawaran Saham
· Harga Saham
· Kondisi Pasar Modal
|
· Risiko bisnis
· Deviasi dari target leverage
· Volatilitas pendapatan
|
Model Riset
|
· Donaldson (1961)
· Baskin (1989)
· Bayless & Diltz (1994)
· Allen (1993)
|
· Stiglitz (1969); Haugen & Papas (1971) serta
Rubinstein (1973)
· Bayless & Diltz (1994)
· Frank & Goyale
(2003)
|
Sumber: Hasil analisis penulis (2007)
Terlihat pada tabel 1
perbedaan nyata antara STT dan POT. POT lebih menekankan pada hirarkis
pendanaan, sedang STT pada optimalitas pendanaan. Walaupun ada perbedaan mencolok, namun kalau
diamati pada segi inti keduanya tetap
fokus pada Cost of Capital. POT
memfokuskan pada COC murah sedangkan STT bertitik berat pada COC minimum. Temuan ini mengindikasikan bahwa COC tetap
menjadi tujuan utama keputusan struktur modal.
Beberapa variabel penjelas,
penulis ambil dari studi Pangeran (2004). Model utama adalah regresi logistik
dengan pilihan 1 untuk pendanaan ekuitas dan pilihan 0 untuk pendanaan
hutang. Sesuai dengan studi Pangeran
(2004), variabel penjelas POT yang signifikan adalah profitabilitas; harga
saham dan kondisi pasar modal dengan arah pengaruh positif. Kemudian variabel penjelas STT tidak ada yang
signifikan, sehingga klaim Pangeran (2004) POT lebih relevan di Indonesia
dibandingkan STT.
Dugaan penulis ini terkait
dengan periode data 1991-1996 yang lagi bullish.
Yang menarik lagi Pangeran (2004) mengadopsi variabel penjelas POT & STT
dari Bayless & Diltz (1994) (lihat cetak italic bergaris dalam tabel 1).
Kalau demikian halnya berarti memang ada irisan atau pertautan antara STT dan
POT. Deviasi target leverage bisa
terjadi karena ukuran penawaran saham dan harga saham. Bila makin tinggi ukuran
penawaran saham, target leverage akan
makin minimum. Sedangkan bila harga saham makin tinggi, memang bisa jadi target
leverage akan minimum atau maksimum
tergantung faktor fundamental non keuangan perusahaan juga.
C.
Market Timing Theory (MTT)
Sesuai
studi Kusumawati & Danny (2006), penulis akhirnya bisa mendefinisikan MTT
dengan mudah secara operasional. Hal ini penting Sebab Baker & Wurgler
(2002) hanya membuat sedikit justifikasi tentang MTT tersebut, belum lagi
kelompok-kelompok peneliti yang pro dan kontra terhadap MTT hanya sibuk juga
dengan urusan persistensi MTT secara
ekonometrik semata.
Dari Kusumawati
& Danny (2006), MTT menunjukkan lebih pentingnya implikasi dari pilihan
hutang atau ekuitas pada berbagai titik waktu dibandingkan dengan mencari rasio
leverage yang optimal. Maka pendekatan MTT berkenaan dengan juga
aktivitas pelepasan saham baik itu IPO ataupun SEO. Baker & Wurgler (2002)
kemudian diikuti pula oleh Huang & Ritter (2005) memberikan argumentasi
sebagai berikut:
1. Perusahaan cenderung akan melepas saham
sebagai pengganti hutang ketika nilai pasar relatif tinggi terhadap nilai buku
dan nilai pasar masa lalu adalah tinggi; dan cenderung akan membeli kembali
saham ketika nilai pasar adalah rendah.
2. Melalui analisis perkiraan prospek earning dan perkiraan realisasi harga
saham sekitar pelepasan saham, perusahaan cenderung untuk melepas saham pada
waktu investor memiliki sikap optimisime dan antusias yang tinggi.
Kedua hal
tersebut mengindikasikan pentingnya over-valued
atau under-valued dari suatu saham,
saat perusahaan akan melepas saham di bursa. Dan yang menarik aktivitas
pelepasan saham akan mempengaruhi struktur modal. Hal inilah yang memunculkan MTT versi Baker
& Wurgler (2002). Kalau benar
aktivitas pelepasan saham ini lebih
prospektif; maka sudah seharusnya ada pengaruh negatif antara rasio market to book equity dengan leverage.[7]
Studi Baker & Wurgler (2002) memperkuat temuan studi Fama & French
(2002) tentang hubungan negatif tersebut; dan bahkan memberikan rekomendasi
bagaimana perusahaan mengatur leverage
secara optimum terkait dengan rasio market
to book equity (M/B). Jadi kalau rasio M/B rendah, perusahaan dengan leverage tinggi boleh melepas saham. Hal
yang kontras akan berlaku untuk rasio M/B tinggi.
Terakhir
penulis ingin mendiskusikan hubungan antara rasio M/B dengan leverage yang cenderung resiprokal. Kalau secara fundamental memang leverage dan ekuitas berlawanan.
Terlihat dalam susunan pos pasiva; bila hutang naik maka leverage naik dan akibatnya ekuitas akan turun. Yang membuat hutang
naik, adalah perusahaan mengurangi pendanaan internal atau menambah debt financing. Logikanya perusahaan
dengan rating debt bagus, berharap
harga saham akan naik. Tetapi sesuai asumsi MTT yang terjadi sebaliknya leverage tinggi akan menurunkan harga
saham melalui turunnya nilai pasar ekuitas. Hal ini karena perilaku pesimistis
investor terhadap perusahaan ber-leverage
tinggi meski rating debt-nya bagus.
D.
Riset Akademisi Pro & Kontra Terhadap Market Timing Theory
Pro-kontra
terhadap MTT berkisar soal persistensi struktur modal bisa long term atau tidak. Hasil
studi Baker & Wurgler (2002) berhasil menunjukkan efek persistensi yakni
efek net equity issuance masih ada.
Kalau memang efek persistensi masih ada maka perusahaan tidak perlu
tergesa-gesa melakukan adjustment
terhadap leverage.
Dalam Huang
& Ritter (2005) terungkap dua kelompok yang masing-masing pro & kontra
terhadap MTT. Kelompok yang pro antara lain
Welsch (2004); Kayhan & Titman (2005) serta Lemmon, et.al. (2005).
Mereka mengklaim bahwa dengan sampel perusahaan yang ber-IPO, efek persistensi
masih begitu kuat bahkan hingga 10-20 tahun. Tetapi dengan sampel yang hampir
sama itu pula Leary & Robert (2005), Alti (2005) serta Hovakimian (2005)
menemukan efek persistensi hilang beberapa tahun pasca perusahaan IPO. Apa yang
terjadi ini?
Penulis memiliki dugaan
persoalan metode analisis; kerangka panel data dan variabel baru sebagai faktor pemicu. Leary & Robert
(2005) memakai model GLS maximum likelihood yang tentu lebih robust dari OLS Baker
& Wurgler (2002). Sedangkan Alti (2005) sudah memasukkan unsur hot dan cold markets saat IPO pada kerangka panel data, meski model sama
yakni OLS. Terakhir Hovakimian (2005) sudah memasukkan variabel-variabel baru seperti
size, tangibility dan profitabilitas di samping rasio M/B; rasio PPE/Asset
dan rasio EBITDA/Asset di studi Baker & Wurgler (2002).
Kalau
memang demikian akar persoalan pada definisi persistensi yang “sarat” dengan
bidang ekonometrik, penulis sepakat dengan Huang & Ritter (2005) bahwa
perlu model analisis yang tepat. Nampaknya regresi data panel menjadi
alternatif untuk menjelaskan fenomena persistensi tersebut. Huang & Ritter
(2005) berhasil menunjukkan masih adanya efek persistensi walaupun cukup lemah.
E.
Pandangan Penulis tentang Market Timing
Theory
Seperti halnya tabel 1, penulis juga bermaksud
membuat desain MTT dengan menggunakan empat pilar utama seperti asumsi, inti,
variabel penjelas dan model riset.
Berbicara tentang asumsi,
menurut penulis ada tiga yakni target leverage
memang penting tetapi kapan mencapai the optimal leverage itu jauh lebih penting. Hal ini sepenuhnya akan tergantung
pada equity issuance. Asumsi lain
adalah perusahaan akan mengalami financing
deficit, sebab tidak cukup hanya mengandalkan internal financing. Terakhir proxy lain
selain cost of capital seperti karakteristik perusahaan dan kondisi
pasar juga penting (studi Huang & Ritter (2005) membuktikan).
Inti
MTT menurut penulis adalah perusahaan hendaknya memakai ekuitas manakala biaya
modal ekuitas itu murah. Dan sebaliknya memakai hutang manakala biaya modal
hutang itu juga murah. Tetapi terlepas itu perusahaan dapat memakai kombinasi
keduanya bila biaya modal ekuitas sebesar biaya modal hutang. Artinya ini
tercipta optimalitas struktur modal yang sempurna. Hal lain adalah keputusan pendanaan juga dipengaruhi
oleh situasi terkini perusahaan baik itu IPO ataupun SEO. Teorinya IPO dan SEO
akan mempengaruhi struktur modal
perusahaan.
Kalau variabel penjelas maka rasio M/B, EFWA M/B, intensitas aktiva tetap dari Baker & Wurgler (2002) semuanya dapat
teraplikasi. Asalkan dengan catatan variabel rasio M/B dan EFWA M/B memiliki
pengaruh negatif terhadap leverage. Studi Huang & Ritter (2005) berhasil
menambahkan variabel Equity Risk Premium,
profitabilitas, ukuran perusahaan, tingkat penjualan dan modal kerja netto
serta variabel makro seperti pajak & GDP.
Penambahan variabel ini sekaligus memperluas dan memperkaya temuan Baker
& Wurgler (2002). Model riset
tetap mengacu pada OLS Baker & Wurgler (2002), kalaupun mau bisa dengan
model regresi data panel ataupun multinomial logit dari Huang & Ritter
(2005).
F.
Riset MTT di BEJ (versi Indonesia)
Ada dua yakni
studi Kusumawati & Danny (2006) dan Dahlan (2004). Kusumawati & Danny
(2006) berhasil melakukan observasi MTT di Indonesia dengan sampel data 400
observasi selama 1991-2001 untuk perusahaan non keuangan. Dalam bentuk model GMM tersaji sebagai
berikut (tanda hitam untuk variabel yang signifikan):
BL = 0.0197 (M/B)t-1 – 0.0473
(EFWA M/B) t-1 + 0.0048 (PPE/A) t-1 – 0.1274 (EBITDA/A) t-1 + 0.0631 ln (A) t-1 – 0.0019 (S/A) t-1 - 0.4537 (NWCA) t-1 + 0.0698 DUM k
ML = 0.0306 (M/B) t-1 – 0.2946 (EFWA M/B) t-1 + 0.108 (PPE/A) t-1 – 0.0836 (EBITDA/A) t-1 + 0.0844 ln (A) t-1 – 0.0061
(S/A) t-1 - 0.2291 (NWCA) t-1
+ 0.0265 DUM k
Di samping
pada model efek random, sekali lagi kedua penulis berhasil membuktikan efek
persistensi MTT walaupun hanya untuk jangka pendek 1991-1995 & 1997-2001. Sedangkan studi Dahlan (2004) berhasil
mengintrodusir efek MTT di BEJ untuk perusahaan juga non keuangan tahun
1990-2000. Sama halnya dengan Kusumawati
& Danny (2006), maka ada variabel dummy
krisis; dan model GLS yang dipakai.
Hanya perbedaan yang penting Dahlan (2004) langsung menekankan pada
variabel market leverage dan besaran
dibuat dalam selisih (difference).
Hasil persamaan-nya nampak sebagai berikut (tanda hitam untuk variabel yang
signifikan):
ΔLEVt
= - 0.533 (M/B)t-1 – 0.098
PPE t-1 – 0.418 EBIT t-1 + 9.503 SIZE t-1 –
0.294 ΔLEVt-1
ΔLEVt
= -0.51 (M/B)t-1 – 0.11 PPE t-1
– 0.418 EBIT t-1 + 10.414 SIZE t-1 – 0.283 ΔLEVt-1 –
1.192 DCris t-1
Berdasarkan kedua studi di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa MTT cukup applicable untuk
kasus BEJ. Tantangan yang timbul dalam riset selanjutnya adalah mencari efek
interaksi antara dummy krisis dengan variabel bebas dan mencoba uji
MTT dalam model yang lebih sederhana bila ternyata jumlah sampel peneliti sedikit.
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Prosedur Penelitian
Pertama, peneliti akan
mengumpulkan data-data perusahaan yang terdaftar di BEJ dengan status masih
aktif. Kedua, peneliti akan mengumpulkan data - data variabel yang akan diuji
untuk masing-masing perusahaan. Ketiga, peneliti akan melakukan regresi OLS
dengan menggunakan SPSS versi 15.0 (uji hipotesis) dan STATA versi 9.0
(statistik deskriptif).
B.
Sumber Data dan Sampel
Jenis data yang akan diambil
oleh penulis adalah perusahaan-perusahaan yang melakukan IPO pada tahun 2000
sampai dengan 2001. Data-data perusahaan diperoleh dari situs Bursa Efek
Jakarta dan situs Yahoo Finance, www.rti.co.id dan Indonesian Capital Market
Directory (ICMD).
C.
Teknik Pengambilan Sampel
Jumlah perusahaan yang
melakukan IPO pada tahun 2000 sampai dengan 2001 adalah sebanyak 52 perusahaan
termasuk institusi keuangan. Dengan
menggunakan teknik purposive, maka
akhirnya terkumpul 28 perusahaan; dengan rincian 14 perusahaan IPO tahun 2000
dan 14 perusahaan IPO tahun 2001. Kriteria purposive
sampling adalah:
- Perusahaan bukan dalam sektor
keuangan seperti bank dan non bank (misal asuransi, sekuritas dan leasing).
- Perusahaan tidak terkena status delisting selama kurun waktu
2000-2002.
- Perusahaan memiliki kelengkapan
laporan keuangan terutama informasi rasio leverage, jumlah lembar saham beredar dan harga saham per 31 Desember.[8]
D.
Definisi Operasional & Hubungan Antar
Variabel
Ada dua jenis variabel yakni
variabel bebas dan variabel terikat. Variabel terikat adalah leverage yakni tingkat hutang perusahaan
yang mempengaruhi struktur modal suatu perusahaan. Proxy leverage ada dua yakni book
leverage dan market leverage. Book leverage diukur dengan rasio hutang
dan total aktiva.
Sementara market leverage diukur dengan hasil bagi antara total hutang –
total ekuitas dikali nilai kapitalisasi pasar dan total aktiva. Variabel bebas secara
definisi mengacu pada studi-studi sebelumnya. Tetapi untuk pengembangan
hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat penulis memodifikasi
sendiri; berhubung pada studi terdahulu tidak begitu jelas logikanya.
Secara detail dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
Market to Book Ratio yakni hasil bagi antara nilai
kapitalisasi pasar plus total hutang dengan total aktiva. Market to book ratio diharapkan berhubungan negatif dengan leverage (H1) dengan alasan saat perusahaan melakukan IPO maka nilai market
to book ratio akan tinggi, hal ini akan mendorong perusahaan untuk
mengurangi pendanaan dengan hutang.
2.
Net property plant dan equipment
yakni nilai buku aktiva tetap yang diperoleh dari selisih harga perolehan
dan akumulasi depresiasi tahun “buku” berjalan. Diharapkan akan berpengaruh
negatif juga terhadap leverage (H2) karena saat IPO aktiva tetap tidak
akan berfungsi sebagai agunan bagi
pendanaan hutang. Saat IPO justru terjadi peningkatan aktiva tetap dengan
sumber dana ekuitas pemegang saham baru.
3.
Earning After Tax yakni laba bersih dipotong beban bunga dan pajak
tahun berjalan. Diharapkan akan berpengaruh negatif juga terhadap leverage (H3) karena saat IPO perusahaan baru akan mengalami peningkatan
laba. Maka efek tax-shield karena
penggunaan hutang akan mulai berkurang.
4.
Total Asset merupakan total aktiva yang terdiri dari aktiva lancar
dan aktiva tetap. Diharapkan akan berpengaruh positif terhadap leverage (H4). Sebab waktu IPO, mestinya akan terjadi peningkatan
ekuitas dengan asumsi hutang tetap.
Peningkatan ekuitas karena penambahan modal pemegang saham baru pada gilirannya
akan memperbesar ukuran perusahaan yang diukur dengan total aktiva.
E.
Model Analisis
Acuan penulis adalah model Dahlan
(2004) yang tetap mengacu pada model Baker & Wurgler (2002). Alasan penulis
adalah model Baker & Wurgler (2002) ini banyak dikutip oleh kelompok
peneliti dan juga sangat parsimonif. Skema
model nampak sebagai berikut:
ΔBL t = β0 + β1(M/B)t-1 + β2
PPE t-1 + β3 EAT t-1 + β4 TA t-1+
(1)
ΔML t = β0 + β1(M/B)t-1
+ β2 PPE t-1 + β3 EAT t-1 + β4
TA t-1+ (2)
Keterangan:
ΔBL = nilai buku leverage yang dinyatakan dalam
selisih [9]
ΔML = nilai pasar leverage yang juga dinyatakan
dalam selisih
M/B = market to book ratio
PPE = net property, plant & equipment
EAT = earning after tax
TA = total asset
Seperti diketahui dalam model
1 dan 2, maka agar H1-H4 diterima
maka nilai masing-masing koefisien β1 < 0;
β2 < 0; β3 <
0 dan β4 >
0. Selain itu secara statistik masing-masing koefisien akan memiliki
nilai t-hitung yang signifikan pada taraf minimum (p-value) 10 %. Agar dapat
dipakai sebagai model prediksi bagi keputusan struktur modal di masa depan,
maka model 1 & 2 juga harus lolos dari uji asumsi klasik.
HASIL ANALISIS
A.
Statistik Deskriptif
Berbasis pada hasil deskriptif
tabel 2, hampir semua variabel yang menjadi acuan dalam model memiliki
karakteristik yang unik. Seperti kita lihat antara ΔBL & ΔML memiliki
perbedaan yang khas. Nilai market
leverage secara umum lebih tinggi dari nilai book leverage. Hal ini selaras dengan penelitian-penelitian
sebelumnya. Faktor pengurang total ekuitas dan penambah nilai kapitalisasi pasar yang mampu menjelaskan.
Penyebab nilai negatif baik pada book
dan market leverage adalah karena
adanya penurunan tingkat hutang pada beberapa sampel. Dan hal ini tentu saja
akan berimplikasi poistif bagi diterimanya hipotesis MTT.
Tabel 2. Statistik Deskriptif [56 (28X2) observasi
IPO 2000-2001]
Variable
|
Mean
|
Std.Dev
|
Min
|
Max
|
Δ Book Leverage
|
-.0178231
|
.1501992
|
-.5699379
|
.4485325
|
Δ Market Leverage
|
-.8324106
|
2.880701
|
-16.23754
|
4.833801
|
Market to Book
|
2.183696
|
3.0960674
|
.2289079
|
17.69324
|
PPE
|
.0982001
|
.1580649
|
.000103
|
.723647
|
EAT
|
.0026806
|
.013
|
-.033934
|
.041606
|
Total Asset
|
.2131082
|
.2201024
|
.020481
|
1.021668
|
Sumber: Hasil analisis penulis (2007) versi awal dengan STATA 9.0
Kemudian untuk beberapa
variabel bebas seperti market to book,
aktiva tetap, EAT dan Total Asset memiliki karakter yang sering muncul dalam
banyak riset yakni nilai standar deviasi di atas nilai mean. Penulis menduga
hal ini karena masalah data-data yang ekstrim pada keempat variabel tersebut.
Apakah hal ini akan berpengaruh terhadap hasil pengujian hipotesis? Sejauh
penulis yang amati tidak demikian; karena justru data-data yang bervariasi akan
mampu meningkatkan nilai t-hitung. Oleh karena nilai absolut suatu koefisien β
akan di atas nilai mean-nya; dengan
asumsi standar error tetap maka tentu saja nilai t-hitung akan meningkat.
B.
Hasil Uji Hipotesis
Kalau kita mengikuti tabel 3,
maka nampak penerimaan H1-H4 akan
cenderung berkiblat pada market leverage.
Pada model 1 & 2 nilai koefisien market
to book malah positif, hal ini menolak hipotesis MTT. Meskipun untuk variabel
aktiva tetap dan total aktiva malah memberikan hasil yang mendukung H2 dan H4.
Sedangkan kalau berkaca pada
hasil model 3 & 4 maka semua H1-H4
diterima. Hasil ini mendukung temuan studi Dahlan (2004); Kusumawati &
Danny (2006) serta tentu saja Barker & Wurgler (2002). Untuk ketiga kalinya
terbukti MTT berlaku di BEJ.
Tabel 3. Hasil Pengujian Hipotesis (Modifikasi Model Dahlan (2004))
Variabel Bebas
|
Model 1
( variabel terikat: Δ Book Leverage t )
|
Model 2
( variabel terikat: Δ Book Leverage t )
|
Model 3
( variabel terikat:
Δ Market
Leverage t )
|
Model 4
( variabel terikat:
Δ Market
Leverage t )
|
Market to Book (t-1)
|
0.0055903
(0.85)
1.12
|
0.0028761
(0.45)
1.02
|
-0.7463752
(-10.92)***
1.12
|
-0.7771906
(-11.76)***
1.02
|
PPE (t-1)
|
-0.7493058
(-1.7)*
12.92
|
-
|
-7.802858
(-1.71)*
12.92
|
-
|
EAT (t-1)
|
1.782002
(1)
1.44
|
3.398325
(2.23)**
1.02
|
-40.31233
(-2.18)**
1.44
|
-26.98061
(-1.72)*
1.02
|
Total Asset (t-1)
|
0.6115446
(1.86)*
14.01
|
-
|
5.904876
(1.74)*
14.01
|
-
|
Intercept
|
-0.0915507
(-2.32)**
|
-0.0332131
(-1.39)
|
0.4133692
(1.01)
|
0.9370608
(3.8)***
|
F-Hitung
|
2.31*
|
2.78*
|
39.07***
|
75.12***
|
Adj-R2
|
0.0868
|
0.0609
|
0.7346
|
0.7294
|
D-W
|
2.36
|
2.188
|
1.805
|
1.866
|
Sumber: Hasil
analisis penulis (2007) versi awal dengan STATA 9.0
Secara ekonometrik, model 3 masih kurang layak. Hal
ini karena terjadi multikolinearitas antara total aktiva dan aktiva tetap.
Untuk mengatasi hal ini, penulis memutuskan menguji lagi dengan model 4.
Hasilnya tetap sama yakni H1 sebagai
hipotesis utama masih diterima. Penulis berpendapat proxy total aktiva bisa diganti dengan penjualan.
KESIMPULAN &
REKOMENDASI
A.
Kesimpulan
Berdasarkan “studi kecil
ini”, maka nampak bahwa dengan model OLS-pun hipotesis MTT berhasil
diterima. Artinya hal ini memberikan ruang yang lebar bagi peneliti lain yang
ingin mencoba dengan sampel periode dan industri yang berbeda. Penulis juga
melihat masalah familiaritas regresi data panel juga menjadi
pertimbangan. Model ini penulis akui lebih baik tetapi dengan sampel periode
yang panjang.
Kemudian terkait dengan
penerimaan hipotesis MTT ini pula, penulis mengamati bahwa perusahaan IPO yang
dipandang sebagai sampel hipotesis MTT. Ada satu karakter unik dari perusahaan IPO
2000-2001 yakni data harga saham cenderung akan berkurang setelah tahun IPO.
Fenomena yang terjadi adalah para investor baru akan melakukan profit taking; dengan asumsi tingkat
hutang akan meningkat dan harga saham merupakan salah satu komponen market to book maka jelas hubungan
antara market to book dan leverage akan negatif.
Yang unik lagi ternyata
karakter market to book juga
dipengaruhi oleh EAT yang memberikan efek negatif terhadap leverage. Fenomena yang terjadi adalah medium-term underperformance pasca IPO. Intinya laba perusahaan
akan cenderung menurun meskipun pada tahun pertama setelah IPO cenderung naik.
Penyebab turunnya laba adalah adanya aksi manajemen untuk membayar tagihan
bunga hutang ataupun mendanai proyek-proyek tertentu.
B.
Rekomendasi untuk Riset Selanjutnya
Ada dua hal yakni pertama,
tentu saja periode sampel harus diperpanjang terutama untuk menguji efek persistensi dari MTT.
Karena hal ini begitu gencar disorot oleh Alti (2005). Kedua, pengujian dalam
beberapa kelompok panel data dan efek interaksi antara dummy krisis moneter dan variabel bebas. Ketiga; model GLS wajib
tentunya.
REFERENSI
Alti, A.
(2003). How Persistent Is the Impact of
Market Timing on Capital Structure. Working
Paper from University of Texas Austin, pp. 1-35.
Baker, M.
& R. Wurgler (2002). Market Timing
and Capital Structure. Journal of
Finance 57, pp. 1-32.
Berk, J.
& P. De Marzo (2007). Corporate
Finance, Pearson International Edition, Chapter 14 & 15.
Dahlan,
I.O. (2004). Market Timing dan Struktur
Modal: Studi pada Perusahaan Non Keuangan Tercatat di BEJ. Tesis S2 PSIM UI.
Elliot,
W.B., J.K. Kant & R.S. Warr. (2004). Further
Evidence on the Financing Deficit: The Impact of Market Timing. Working Paper from Oklahoma State University,
pp. 1-32.
Frank,
M.Z. & V.K. Goyale (2003). Capital
Structure Decisions. Working Paper
from www.ssrn.com,pp. 1-56.
Graham,
J.R. & C.R. Harvey (2001). The
Theory and Practice of Corporate Finance: Evidence from the Field. Journal of Financial Economics 60,pp.
187-243.
Hogfeldt, P.
& A. Oborenko (2005). Does Market Timing or Enhanced Pecking
Order Determine Capital Structure? Working
Paper from Stockholm School of Economics, pp. 1-48.
Hovakimian,
A. (2005). Are Observed Capital
Structure Determined by Equity Market Timing? Working Paper from Baruch College,pp. 1-45.
Huang, R.
& J.R. Ritter (2005). Testing the
Market Timing of Capital Structure. Working
Paper from University of Florida, pp. 1-44.
Kant, J.K.
(2003). Valuation Errors at the Time of
Security Issuance & the Market Timing Theory of Capital Structure. Doctoral Dissertation from Oklahoma State
University, pp. 1-123.
Kayhan, A.
& S. Titman (2005). Firms’ Histories
and Their Capital Structure. NBER
Working Paper, pp. 1- 51.
Kusumawati,
D. & F. Danny (2006). Persistensi
Struktur Modal Pada Perusahaan Publik Non Keuangan yang Tercatat di BEJ:
Pendekatan Market Timing & Teori Struktur Modal Optimal. Jurnal Ekonomi STEI 15 (32), hal. 1-24.
Liu. L.X.
(2005). Do Firms Have Target Leverage
Ratios? Evidence from Historical Market
to Book and Past Returns. Working
Paper from Hongkong University of Science & Technology, pp. 1-48.
Mahajan,
A. & S. Tartaroglu (2007). Equity
Market Timing and Capital Structure: International Evidence. Working Paper from Texas A & M University,
pp. 1-32.
Manurung,
A.H. (2004). Teori Struktur Modal: Sebuah Survai. Manajemen & Usahawan Indonesia Vol. 33. No.4, hal.20-25.
Pangeran, P. (2004). Pemilihan
Antara Penawaran Sekuritas Ekuitas dan Utang: Suatu Pengujian Empiris terhadap
Pecking Order Theory dan Balance Theory, Manajemen & Usahawan Indonesia Vol.33. No.4, hal. 27-36.
Tobing, L.R. (2007), Studi Mengenai
Perbedaan Struktur Modal Perusahaan Multinasional Dengan Perusahaan Domestik
yang Go-Public di Pasar Modal Indonesia: Perspektif Teori Keagenan & Teori
Kontijensi Dalam Mengoptimalkan Struktur Modal Perusahaan. Proposal Disertasi Program S3 Ilmu Ekonomi
UNDIP, hal. 1-26.
Vasiliou, D. & N. Daskalakis (2007). Behavioral Capital Structure: Is the Neoclassical Paradigm Threatened? Evidence
from the Field. Working Paper from
Hellenic Open University, pp. 1-31.
Wagner, H.F. (2007). Public Equity
Issues and the Scope of Market Timing. Working
Paper from London Business School, pp. 1-59.
LAMPIRAN (1)
Tabulasi
Data Final (28 observasi IPO 2000)
Data yang berwarna merah untuk IPO 2000; sedang yang berwarna biru adalah
untuk IPO 2001. Untuk variabel PPE*;
EAT* dan TA*, penulis melakukan transformasi dalam pembulatan digit
nilai yakni dikalikan dengan 10-6. Hal ini adalah untuk penyesuaian
dengan variabel Δ BL dan Δ ML serta M/B yang digitnya dalam desimal dan satuan
Emiten
|
Δ BL (t)
|
ΔML (t)
|
M/B (t-1)
|
PPE* (t-1)
|
EAT* (t-1)
|
TA* (t-1)
|
Adindo
|
0.2159639
|
0.4385653
|
0.8858589
|
0.049573
|
-0.022744
|
0.165793
|
Adindo
|
-0.2380129
|
-0.2059037
|
1.1084603
|
0.086126
|
-0.033934
|
0.10143
|
Dharma
|
0.0579508
|
-16.237538
|
17.693234
|
0.084734
|
-0.00416
|
0.099187
|
Dharma
|
0.0219527
|
-0.6007158
|
1.3977456
|
0.065872
|
0.019467
|
0.188559
|
Tunas
|
0.0076074
|
-2.8873700
|
4.0220442
|
0.124595
|
0.017411
|
0.23031
|
Tunas
|
-0.0406423
|
-0.4109599
|
1.1270667
|
0.100894
|
-0.010331
|
0.228846
|
Fortune
|
-0.0709388
|
0.0341192
|
1.0812864
|
0.602189
|
0.001748
|
0.935029
|
Fortune
|
0.0046045
|
-0.9305078
|
1.1863444
|
0.691224
|
-0.007232
|
0.936657
|
Surya
|
0.1501586
|
-7.9760261
|
11.014426
|
0.723647
|
0.041606
|
1.021668
|
Surya
|
-0.0237118
|
-0.1678290
|
2.8882420
|
0.036899
|
0.02143
|
0.250405
|
Asiaplast
|
0.0180774
|
0.1630286
|
0.7434872
|
0.035943
|
0.007355
|
0.23159
|
Asiaplast
|
0.1581095
|
0.1927460
|
0.5623812
|
0.033523
|
-0.010558
|
0.220794
|
Summitplast
|
-0.0110303
|
-3.2840143
|
4.5202136
|
0.074124
|
0.01575
|
0.208206
|
Summitplast
|
-0.1242154
|
0.0207237
|
1.2472296
|
0.087647
|
0.004702
|
0.258854
|
Andhi
|
-0.0249051
|
4.8338008
|
6.4800592
|
0.064238
|
-0.007256
|
0.231274
|
Andhi
|
0.0273734
|
-8.4769388
|
11.338765
|
0.17635
|
0.005517
|
0.220377
|
Alfa
|
-0.0209083
|
-0.3442094
|
1.3812764
|
0.179734
|
0.004961
|
0.2336
|
Alfa
|
-0.0095981
|
0.0076557
|
1.0579753
|
0.234438
|
-0.011729
|
0.282217
|
Gowa
|
0.0085377
|
-0.0571199
|
0.9745244
|
0.073548
|
0.014957
|
0.204513
|
Gowa
|
-0.0094076
|
-0.0213798
|
0.9088667
|
0.084501
|
0.008849
|
0.205862
|
Jaka
|
0.0066300
|
0.1130211
|
0.5774899
|
0.096658
|
-0.002703
|
0.164164
|
Jaka
|
-0.01970387
|
-0.53831529
|
0.683881044
|
0.054685
|
0.011631
|
0.126758
|
Krida
|
-0.10055257
|
-0.36620242
|
0.494557761
|
0.05793
|
0.015603
|
0.137165
|
Krida
|
-0.04104166
|
-0.14717542
|
0.228907917
|
0.052417
|
0.011605
|
0.138463
|
Dyviacom
|
0.035701946
|
-1.05417487
|
1.948087518
|
0.288926
|
0.021759
|
0.541138
|
Dyviacom
|
0.030878033
|
0.007662075
|
0.858210702
|
0.33197
|
0.026471
|
0.59119
|
Rimo
|
0.051617325
|
-0.28945083
|
0.956448095
|
0.312754
|
0.030583
|
0.63226
|
Rimo
|
0.024412337
|
-0.04130095
|
0.615379943
|
0.004331
|
0.004888
|
0.196672
|
LAMPIRAN (2)
Tabulasi
Data Final (28 observasi IPO 2001)
Data yang berwarna merah untuk IPO 2000; sedang yang berwarna biru adalah
untuk IPO 2001. Untuk variabel PPE*;
EAT* dan TA*, penulis melakukan transformasi dalam pembulatan digit
nilai yakni dikalikan dengan 10-6. Hal ini adalah untuk penyesuaian
dengan variabel Δ BL dan Δ ML serta M/B yang digitnya dalam desimal dan satuan.
Khusus Lapindo Int. bukan Lapindo
Brantas yang lagi bermasalah.
Emiten
|
Δ BL (t)
|
ΔML (t)
|
M/B (t-1)
|
PPE* (t-1)
|
EAT* (t-1)
|
TA* (t-1)
|
Tempo
|
0.44853246
|
-1.00118290
|
2.089542687
|
0.004791
|
0.005708
|
0.220749
|
Tempo
|
0.10301044
|
0.199065855
|
0.639827323
|
0.005683
|
0.003409
|
0.220203
|
Indoexchange
|
-0.06181716
|
-2.06799300
|
5.226043131
|
0.004087
|
0.000258
|
0.160382
|
Indoexchange
|
-0.02663608
|
-3.00774259
|
3.219867284
|
0.003987
|
0.001365
|
0.156865
|
Lamicitra
|
-0.14183411
|
0.047973003
|
0.923503514
|
0.003722
|
0.000932
|
0.154493
|
Lamicitra
|
-0.00318956
|
0.034334866
|
1.113310631
|
0.044233
|
0.000211
|
0.108746
|
Karka
|
-0.01214178
|
-0.65838898
|
1.001248262
|
0.042999
|
0.000456
|
0.098816
|
Karka
|
0.176659327
|
0.229441686
|
0.355001062
|
0.041033
|
0.000789
|
0.095068
|
Metamedia
|
-0.25113527
|
1.168019452
|
0.342987193
|
0.009909
|
-0.000735
|
0.031582
|
Metamedia
|
-0.04722439
|
-0.11986407
|
1.762141916
|
0.011005
|
-0.005732
|
0.025906
|
Akbar Indo
|
-0.24706978
|
-0.04791418
|
1.559052758
|
0.010567
|
-0.002582
|
0.023646
|
Akbar Indo
|
-0.07092039
|
-0.50654596
|
1.75820836
|
0.035051
|
0.011322
|
0.175665
|
Kimia
|
-0.04930635
|
0.113013218
|
1.261814778
|
0.061827
|
0.005455
|
0.19549
|
Kimia
|
-0.04297891
|
-0.06804565
|
1.424134351
|
0.062181
|
-0.01309
|
0.180798
|
Indofarma
|
-0.08578383
|
-0.14153830
|
1.124643126
|
0.01448
|
-0.002129
|
0.106251
|
Indofarma
|
0.147407043
|
0.529442117
|
1.068888649
|
0.027725
|
0.000087
|
0.041233
|
Arwana
|
-0.05915662
|
-0.10114655
|
0.95750898
|
0.025298
|
-0.00687
|
0.034553
|
Arwana
|
-0.15373612
|
-0.16490809
|
0.915519049
|
0.002946
|
-0.001193
|
0.029167
|
Betonjaya
|
-0.14823365
|
0.181769112
|
0.709706529
|
0.002825
|
-0.004431
|
0.034962
|
Betonjaya
|
-0.26390276
|
-0.08049747
|
1.039709296
|
0.002744
|
-0.003858
|
0.030051
|
Plaspack Prima
|
-0.05352146
|
-0.88477761
|
1.548424685
|
0.102178
|
0.009137
|
0.227765
|
Plaspack Prima
|
0.311275841
|
0.329084526
|
0.717168537
|
0.08664
|
0.004002
|
0.20262
|
Daeyu Orchid
|
-0.09542265
|
-0.36949642
|
1.012803169
|
0.081289
|
0.001253
|
0.202201
|
Daeyu Orchid
|
0.160021297
|
0.246335954
|
0.738729401
|
0.000103
|
0.00016
|
0.035249
|
Wahana Phonix
|
-0.17883892
|
-3.88170958
|
4.164416976
|
0.000116
|
0.002269
|
0.051809
|
Wahana Phonix
|
0.135409381
|
0.137345092
|
0.461546318
|
0.000306
|
0.000634
|
0.065093
|
Lapindo Int.
|
-0.56993789
|
3.683774026
|
1.457544548
|
0.001133
|
-0.026291
|
0.021237
|
Lapindo Int.
|
-0.00252742
|
-1.86097371
|
5.711256465
|
0.000877
|
-0.006071
|
0.020481
|
LAMPIRAN (3)
Hasil Lampiran SPSS (Δ Book Leverage t )
à Semua variabel bebas dalam
t-1
Model
Summary(b)
Model
|
R
|
R Square
|
Adjusted R Square
|
Std. Error of the Estimate
|
Durbin-Watson
|
1
|
.308(a)
|
.095
|
.061
|
.14556
|
2.188
|
a Predictors: (Constant), EAT, M/B
b Dependent Variable: DeltaBL
ANOVA(b)
Model
|
|
Sum of Squares
|
df
|
Mean Square
|
F
|
Sig.
|
1
|
Regression
|
.118
|
2
|
.059
|
2.782
|
.071(a)
|
Residual |
1.123
|
53
|
.021
|
|
|
|
Total |
1.241
|
55
|
|
|
|
a Predictors: (Constant), EAT, M/B
b Dependent Variable: DeltaBL
Model Summary(b)
Model
|
R
|
R Square
|
Adjusted R Square
|
Std. Error of the Estimate
|
Durbin-Watson
|
1
|
.391(a)
|
.153
|
.087
|
.14353
|
2.360
|
a Predictors: (Constant), TA, M/B, EAT, PPE
b Dependent Variable: DeltaBL
ANOVA(b)
Model
|
|
Sum of Squares
|
df
|
Mean Square
|
F
|
Sig.
|
1
|
Regression
|
.190
|
4
|
.048
|
2.307
|
.071(a)
|
Residual |
1.051
|
51
|
.021
|
|
|
|
Total |
1.241
|
55
|
|
|
|
a Predictors: (Constant), TA, M/B, EAT, PPE
b Dependent Variable: DeltaBL
Coefficients(a)
Model
|
|
Unstandardized Coefficients
|
Standardized Coefficients
|
t
|
Sig.
|
Collinearity Statistics
|
||
|
|
B
|
Std. Error
|
Beta
|
|
|
Tolerance
|
VIF
|
1
|
(Constant)
|
-.092
|
.039
|
|
-2.318
|
.025
|
|
|
|
M/B
|
.006
|
.007
|
.115
|
.845
|
.402
|
.897
|
1.115
|
|
PPE
|
-.749
|
.440
|
-.789
|
-1.702
|
.095
|
.077
|
12.924
|
|
EAT
|
1.782
|
1.787
|
.154
|
.997
|
.323
|
.694
|
1.440
|
|
TA
|
.612
|
.329
|
.896
|
1.858
|
.069
|
.071
|
14.012
|
a Dependent Variable: DeltaBL
LAMPIRAN (4)
Hasil Lampiran SPSS (Δ Market Leverage t )
à Semua variabel bebas dalam
t-1
Model
Summary(b)
Model
|
R
|
R Square
|
Adjusted R Square
|
Std. Error of the Estimate
|
Durbin-Watson
|
1
|
.860(a)
|
.739
|
.729
|
1.49859
|
1.866
|
a Predictors: (Constant), EAT, M/B
b Dependent Variable: DeltaML
ANOVA(b)
Model
|
|
Sum of Squares
|
df
|
Mean Square
|
F
|
Sig.
|
1
|
Regression
|
337.388
|
2
|
168.694
|
75.116
|
.000(a)
|
Residual |
119.026
|
53
|
2.246
|
|
|
|
Total |
456.414
|
55
|
|
|
|
a Predictors: (Constant), EAT, M/B
b Dependent Variable: DeltaML
Model Summary(b)
Model
|
R
|
R Square
|
Adjusted R Square
|
Std. Error of the Estimate
|
Durbin-Watson
|
1
|
.868(a)
|
.754
|
.735
|
1.48396
|
1.805
|
a Predictors: (Constant), TA, M/B, EAT, PPE
b Dependent Variable: DeltaML
ANOVA(b)
Model
|
|
Sum of Squares
|
df
|
Mean Square
|
F
|
Sig.
|
1
|
Regression
|
344.105
|
4
|
86.026
|
39.065
|
.000(a)
|
Residual |
112.309
|
51
|
2.202
|
|
|
|
Total |
456.414
|
55
|
|
|
|
a Predictors: (Constant), TA, M/B, EAT, PPE
b Dependent Variable: DeltaML
[1]
Walaupun sebenarnya Myers (1984) mengatakan market timing bukan ide baru. Pandangan beliau diperkuat pula oleh
Graham & Harvey (2001) bahwa ada indikasi keperilakuan manajemen dalam equity issuance. Lain lagi Hovakimian,
et.al. (2001) saat harga saham naik, perusahaan akan melakukan penawaran
ekuitas. Kemudian Lucas & McDonald (1990) menyebut persoalan adverse selection saat issuance tersebut. [detail lihat Frank
& Goyale (2003), p. 7]
[2] Baker,
Ruback & Wurgler (2004) membuat paper tentang behavioral corporate finance yang mengindikasikan adanya
irrasionalitas di kalangan investor dan manajemen. Investor dan manajemen
ternyata banyak menggunakan intuisi tidak lagi rasionalitas dari teorema Bayes
(Neoclassical Paradigm) dalam
pengambilan keputusan. Menurut Vasilou & Daskalis (2007) konsep market efficiency dari Fama dan perfect market dari MM Theorem menjadi
terancam.
[3] Beberapa pengertian variabel pengindikasi
MTT akan dijelaskan secara detail akan dibahas pada definisi operasional
variabel. Khusus variabel leverage
akan dipakai nilai buku dan nilai pasar seperti pada studi Huang & Ritter
(2005).
[4] Hal ini berdasarkan dugaan karena tingkat bunga individu diperlakukan sama
dengan tingkat bunga institusi; maka individu investor memiliki akses yang luas
di pasar modal untuk bertransaksi saham-saham perusahaan yang levered dan unlevered melalui homemade
leverage. Dalam kondisi equilibrium akan
tercipta proses arbitrage sehingga
tidak akan perbedaan lagi nilai perusahaan antara yang levered dan unlevered.
[5]
Faktor risiko yang timbul adalah selisih dari biaya modal perusahaan
yang levered dan unlevered dikalikan dengan besarnya hutang. Makin besar hutang akan
membuat biaya modal sendiri makin meningkat. Karenanya efek tax-shield dari hutang akan terimbangi
oleh kenaikan biaya modal sendiri. Situasi tersebut akan membuat besarnya
hutang tidak relevan terhadap kenaikan nilai perusahaan.
[6] Penulis
pernah berdiskusi bersama bahwa MTT adalah “irisan” dari POT dan STT. Hal ini
dapat dibuktikan dengan pengakuan MTT bahwa perusahaan harus menetapkan target leverage serta memberikan argumentasi
kuat manakala akan menggunakan suatu sumber dana baik hutang ataupun ekuitas.
[7] Karena
argumentasi ini amat penting bagi eksistensi MTT, penulis akan kupas habis di
bagian rekonsiliasi akademik pro-kontra MTT. Disamping ada kritik penulis juga
terhadap definisi persistensi Kusumawati & Danny (2006) yang terlalu berat
ke ekonometrik semata.
[8] Beberapa perusahaan dikeluarkan dari sampel. Hal
ini atas dasar pertimbangan bahwa data harga saham berguna untuk menghitung
proxy market to book ratio.
[9] Pada studi pendahuluan hasil pengujian dengan nilai absolut tidak begitu
memuaskan. Maka penulis memutuskan mengikuti model Dahlan (2004) yakni dengan difference (selisih).
Demikianlah Artikel Market Timing Theory of Capital Structure
Sekianlah artikel
Market Timing Theory of Capital Structure
kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Market Timing Theory of Capital Structure dengan alamat link https://magisterakutansi.blogspot.com/2017/01/market-timing-theory-of-capital.html
0 Response to " Market Timing Theory of Capital Structure "
Posting Komentar