Welcome to MAGISTER AKUNTANSI - The Perfect Partner For Your Business
Contact : Phone 0821-2566-2195 Wa 0821-2566-2195 BIAYA SETELAH PEROLEHAN AWAL AKTIVA TETAP | Magister Akuntansi

Labels

BIAYA SETELAH PEROLEHAN AWAL AKTIVA TETAP

BIAYA SETELAH PEROLEHAN AWAL AKTIVA TETAP - Hallo sahabat Magister Akuntansi , Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul BIAYA SETELAH PEROLEHAN AWAL AKTIVA TETAP , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Aktiva Tetap , yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : BIAYA SETELAH PEROLEHAN AWAL AKTIVA TETAP
link : BIAYA SETELAH PEROLEHAN AWAL AKTIVA TETAP

Baca juga


BIAYA SETELAH PEROLEHAN AWAL AKTIVA TETAP




BIAYA SETELAH
PEROLEHAN AWAL AT

Disajikan : Dr. Jan Hoesada

1.  BIAYA SETELAH PEROLEHAN AWAL

1.1.   Biaya Setelah Perolehan tak Boleh Dikapitalisasi

PSAK 16 (Revisi 2007) paragraf 20; AT siap pakai, maka biaya selanjutnya tidak dikapitalisasi ke AT.

Contoh, biaya tidak termasuk  aset tetap:

(a)  biaya-biaya yang terjadi ketika suatu aset telah mampu beroperasi sebagaimana dimaksudkan oleh manajemen namun belum dipakai atau masih beroperasi di bawah kapasitas penuhnya;
      Contoh : soft opening hotel
(b) kerugian awal operasi, seperti ketika permintaan terhadap keluaran (output) masih rendah;
      Contoh : rumah makan baru. dan
(c)  biaya relokasi atau reorganisasi sebagian atau seluruh operasi entitas.
      Contoh : relokasi pabrik ke LN.



1.2.   Biaya Reparasi dan Pemeliharaan tidak Dikapitalisasi

PSAK 16 (Revisi 2007) paragraf 12; Biaya perawatan sehari-hari aset tetap tidak boleh kapitalisasi.
      
Diakui dalam laporan laba rugi saat terjadinya.

Contoh Jurnal :
Debit :  Beban pemeliharaan dan reparasi AT                                          Rp.10.000       
Kredit: Persediaan Pelumas                                                                      Rp. 1.000
Kredit: Persediaan sukucadang pengganti suku cadang aus                    Rp. 5.000
Kredit: OOPE terkait pemeliharaan                                                          Rp. 4.000

Apa arti dikapitalisasi?.
Ditambahkan kepada nilai aset tersebut.
Debit  : AT Mesin XYZ                                                                            Rp.20.000
Kredit : suku cadang pengganti yang mampu menambah
             umur ekonimis mesin                                                                   Rp.20.000

Biaya perawatan sehari-hari meliputi :
Biaya tenaga kerja
Bahan habis pakai (consumables)
Suku cadang kecil.


2.  PENGGANTIAN PERIODIK BAGIAN ASET TETAP DAN INSPEKSI


2.1.   Penggantian Komponen Dikapitalisasi,  Komponen Lama Dihapusbuku

PSAK 16 (Revisi 2007) paragraf  13; Penggantian periodik bagian tertentu AT:

a.   Entitas mengakui biaya penggantian komponen suatu aset dalam jumlah tercatat aset saat biaya itu terjadi jika pengeluaran tersebut memenuhi kriteria untuk diakui sebagai bagian dari aset.

b.   Jumlah tercatat komponen (usang, aus, rusak, kadaluwarsa) yang diganti tersebut tidak lagi diakui apabila telah memenuhi ketentuan penghentian pengakuan partial written off.         
(lihat paragraf 69-74).
        
Contoh kasus, Tungku pembakaran pabrik baja.
         Interior tertentu pesawat terbang
         Kertas dinding interior suatu bangunan.


2.2.   Biaya Inspeksi Merupakan Izin Pakai Resmi AT Dikapitalisasi

PSAK 16 (Revisi 2007) paragraf 14. Biaya inspeksi layak pakai AT:
    
a.   Biaya inspeksi diakui dalam jumlah tercatat aset tetap sebagai suatu penggantian apabila memenuhi kriteria pengakuan sebagai komponen aset tetap.
      Contoh : biaya kir, uji emisi kendaraan umum.

b.   Sisa jumlah tercatat biaya inspeksi yang terdahulu, jika ada (yang dibedakan dari komponen fisiknya), dihentikan pengakuannya (partial written off).
Catatan : bila tak material, masuk beban.











Akuntansi untuk pengeluaran setelah perolehan AT[1] sbb :

No
Jenis Pengeluaran
Karakteristik
Menjadi beban tatkala muncul
Dikapitalisasi ke AT
Dibebankan kpd Akumulasi Penyusutan
Perlakuan lain-lain
1
Tambahan
(addition)
Perluasan, pembesaran, ekspansi aset


X


2.
Reparasi dan pemeliharaan
(repair & maintenance)





2.a
Biasa (ordinary)
Berulang, pengeluaran relatif kecil
1. Memelihara kondisi operasional normal
2. Tak menambah secara material value in use
3. Tak menambah masa manfaat


X

X

X




2.b
Luar biasa (extraordinary) dan besar (major)
Tak berulang, pengeluaran relatif besar
1. Terutama meningkatkan nilai guna asset
2. Terurama menambah masa manfaat

X




X

3
Replacement & betterment
Replacement : Komponen besar di ganti dengan jenis komponen yang sama & berkemampuan/berkinerja sebanding.

Betterment : Penggantian suatu komponen dgn komponen sejenis namun berkinerja lebih tinggi.








3a
Nilai buku komponen lama diketahui




1. Keluarkan cost dan akumulasi penyusutan komponen lama.
2. Akui keuntungan/kerugian asset lama.
3. Bebankan komponen baru pada AT tersebut.
3b
Nilai buku komponen tidak diketahui



1. Terutama neingkatkan nilai guna (the use value).
2. Terutama memperpanjang masa manfaat.





X










X




4
Reinstalasi dan Pengaturan ulang (Reinstallations and rearrangements
Meningkatkan efisiensi produksi/operasi, atau mengurangi biaya produksi/operasi
1. Beban bahan baku, manfaat dinikmati periode akuntansi yad
2. Manfaat masa depan tak dapat diukur/diperkirakan







X


X



3.  KEBIJAKAN AKUNTANSI AT

3.1.   Pilihan Model Biaya atau Model Revaluasi Perkelompok AT

PSAK 16 (Revisi 2007) paragraf 29; Suatu entitas harus memilih model biaya (cost model) dalam paragraf 30 atau model revaluasi (revaluation model) dalam paragraf 31 sebagai kebijakan akuntansinya dan menerapkan kebijakan tersebut terhadap seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama.

Revaluation model: fair value tgl revaluasi-akumulasi penyusutan selanjutnya-impairment loss selanjutnya.
Fair value; pada dasarnya market value, pihak bertransaksi bebas (arms length), mau dan tahu.
Bila tak ada fair value (tak ada nilai pasar, AT unik); revaluasi menggunakan depreciated replacement cost.

Prosedur akuntansi adalah sbb :
a.   Tetapkan kelompok aset.
      Misal: kelompok meja kursi kantor, kelompok mesin pabrik, kelompok bangunan kantor & pabrik, kelompok kendaraan.
 b.  Pilih model biaya atau model revaluasi.
 c.  Model biaya:
      Penyusutan stabil, harga pokok stabil, harga jual (cost plus margin) stabil, kebijakan harga jual jangka panjang, kesetiaan pelanggan.
d.   Model revaluasi :
      Recoverable amount dan kesinambungan usaha, dalam situasi depresiasi nilai uang.
      Nilai perusahaan berbasis neraca, misalnya hotel, penerbangan.
      Hati-hati perubahan besar penyusutan masa depan, perubahan harga pokok, laba neto dan dividen.
      Cashflow management lebih aman.

3.2.   Surplus Revaluasi

Bila nilai terbawa aset meningkat akibat suatu revaluasi, peningkatan tersebut dikreditkan langsung ke ekuitas dibawah judul Surplus Revaluasi (Revaluation Surplus).

Contoh kasus:
              
Nilai setelah revaluasi                   Rp.14.000              
Nilai sebelum revaluasi                 Rp.  8.000                                                            
 

Surplus Revaluasi                          Rp.  6.000

Perkecualian, bila aset yang sama telah direvaluasi sebelumnya dan menghasilkan penurunan akibat revaluasi yang diakui sebagai beban, maka kenaikan revaluasi kali ini membalikkan beban tersebut lebih dahulu.




4.  DAMPAK KEBIJAKAN AKUNTANSI ASET TETAP PADA TAFSIR LK

1.   Dampak inflasi

Satu satunya cara menjamin keseragaman dan komparabiltas dari gambaran cost/valuasi sebagai dasar beban penyusutan adalah indeks khusus aset. Metode tersebut diizinkan pada IAS 16 untuk revaluasi asset.
Solusi tak menyeluruh, berbagai ratio seperti gearing ratio atau leverage ratio kurang berdaya banding.

2.   Dampak revaluasi pada ratio

1.   ”Laba” atau “rugi” revaluasi tak boleh dikreditkan ke akun Laba Rugi karena belum direalisasi, maka dicatat dalam ‘revaluation reserve’.
      Pada saat di susutkan, cadangan tersebut direalisasi ke Laba Rugi.
      Pada saat asset di lepas, semua sisa cadangan masuk Laba Rugi.

2.   By product revaluasi adalah dampak pada gearing, return on capital employed dan EPS.
      Revaluation reserve yang belum didistribusi akan membentuk shareholder’s fund dan memperbaiki debt-to-equity ratio.

3.   Berbagai pilihan metode penyusutan berdampak LK dan kinerja.

4.   Ketidak tepatan estimasi umur ekonomis.
a.   Kesulitan utama penyusutan adalah mengurangi ketidak tepatan etimasi umur eknomis.

b.   Faktor penyebab umur ekonomis adalah :        
Faktor teknologi, faktor komersial, faktor ekonomi.        
Durabilitas.        
Beban kerja asset.        
Kualitas pengguna, tujuan dan cara penggunaan.        
Lokasi penggunaan.       
Kualitas pemeliharaan dan reparasi, kualitas suku cadang, pelumas dan bahan bakar.        
Faktor eksternal (acid rain, jalanan padat dan cepat sering kecelakaan, perubahan iklim mengubah demand atas produk kita, mengubah manfaat ekonomis asset kita).      
Persaingan, fasilitas baru & produk baru pesaing menyebabkan fasilitas & produk kita tiba-tiba tak mempunyai nilai ekonomi.
        
      Aset tetap tepat sama dengan para pesaing. Sistem manajemen pesaing lebih efektif dan efisien, harga pokok lebih rendah, kualitas lebih tinggi, asset tetap kita tiba-tiba tidak mempunyai manfaat ekonomi.

c.   Taksiran umur ekonomis harus ditelaah ulang berkala, karena perubahan mendadak hal-hal tersebut di atas.

5.   Perpaduan asset

      Walau asset diperoleh satu-persatu, nilai asset gabungan jauh lebih tinggi karena perpaduan berbagai asset tersebut mencipta sebuah pabrik terintegrasi.
      Seluruh mesin dan sarana dipadu sebagai sebuah orkestra, bersinergi, tak ada bottle neck, saling berhubungan dan saling bergantung. Suatu mesin tak berfungsi apabila tidak bersama-sama beberapa mesin lain. Metode revaluasi perlu memperhatikan nilai sinergestik kumpulan asset tersebut.

6.   Pengakuan awal suatu asset kedalam neraca.
      Suatu asset, bila tidak menjanjikan memberi manfaat ekonomis lebih dari satu tahun buku, maka dibebankan ke laba rugi.

      Contoh kasus :
      Suatu asset berumur ekonomis 8 bulan, diperoleh awal bulan September tahun 20X1.
      Dengan demikian, biaya perolehan aset tetap tersebut masuk ke Rugi Laba tahun perolehan.
      Pada tanggal neraca, umur asset sesungguhnya masih empat bulan lagi.
      Asset tersebut seluruhnya dibebankan kepada RL periode 20X1, walau masa manfaat 4 bulan yang kedua dinikmati oleh tahun 20X2.
      Bila asset tersebut bernilai besar, terjadi distorsi gambaran RL tahun 20X1 yang menanggung seluruhnya beban tersebut. Distorsi sebaiknya dijelaskan pada CALK.


5.  PERTIMBANGAN DAN DASAR PIKIRAN PILIHAN MODEL

5.1.   Pendahuluan Tentang Model

a.   Pengukuran setelah perolehan AT mempunyai pilihan cost model atau revaluation model. Sejarah akuntansi menunjukkan bahwa sejak tahun 2005 IASB menambahkan agenda proyek Fair Value Measurement untuk membangun kerangka dasar untuk pengukuran nilai wajar dan memberi panduan seragam tentang pengukuran nilai wajar, agar seluruh IFRS tak ada yang bertentangan & tidak konsisten.

Pada waktu itu, sambil menunggu, publik diminta merujuk FASB Statement 157, Fair Value measurements (SFAS 157) dengan tiga tingkatan valuasi fair value, yaitu :
   
1.   Tingkat fair value tertinggi: transaksi-transaksi pasar terobservasi untuk jenis aset yang sama.   
2.   Tingkat kedua terbaik; transaksi-transaksi pasar terobservasi untuk berbagai aset sejenis tapi tak sama atau serupa tapi tak sama (similar assets).   
3.   Tingkat terakhir; model valuasi dengan berbagai masukan pasar (market inputs), atau basis valuasi lain.

Pada berbagai yuridiksi, hanya metode biaya diizinkan.
Pada beberapa yuridiksi berinflasi tinggi, metode biaya dan metode revaluasi diizinkan.
Pada beberapa yuridiksi diwajibkan model revaluasi terseleksi[2].

b.   Cost model paling lazim digunakan.
      Formula : cost - akumulasi penyusutan & penurunan nilai aset.

c.   Revaluation model > fair value tgl revaluasi - akumulasi penyusutan selanjutnya - impairment loss selanjutnya.
      Fair value; market value, pihak bertransaksi bebas (arms length), mau dan tahu.
      Bila tak ada fair value; revaluasi menggunakan depreciated replacement cost.

      d.   Pertimbangan pilihan model.
                
d.1.   Pada umumnya model revaluasi meningkatkan carrying value.
         Pada yuridiksi banyak keputusan berbasis fair value, maka revaluation model perlu.
           
Misal : nilai mata uang terdepresiasi, inflasi jangka panjang tinggi, take over, merger, barter asset, penjaminan asset pada bank, kebutuhan EDR minimum (persyaratan industri ttt).
          
Pada yuridiksi lain, mungkin revaluasi 3 atau 5 tahun sekali dibutuhkan.
         Misal : Setoran saham PT tertutup, untuk menentukan nilai wajar persaham outstanding, sebagai basis setoran saham tambahan.

d.2.   Pada yuridiksi lain, cost model dianggap memuaskan.
         Misal: Perusahaan dagang (PPE sedikit), UKM kesinambungan usaha rentan dan bila umur rata-rata pendek, perusahaan tertutup keluarga tak bermaksud di lepas, tak bermaksud mengundang pemegang saham baru, tak bermaksud masuk bursa atau tak bermaksud memperoleh kredit bank.


5.2.   Akuntansi AT dengan Model Biaya

5.2.1.   Biaya Perolehan Historis

PSAK 16 (Revisi 2007) paragraf 30; Setelah diakui sebagai aset, suatu aset tetap dicatat sebesar biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai aset.

Contoh kasus:
a.   Pengakuan awal saat perolehan sebagai AT, sebesar biaya perolehan.
      Harga beli, akta notaris, pesangon penghuni lama dll Rp.10 M
b.   Nilai perolehan dikurang akumulasi penyusutan adalah nilai buku.
      Nilai buku tahun pertama Rp.9 miliar.
      Bila : Nilai residu  Rp.Nol, umur 10 tahun, metode penyusutan straight line.
c.   Nilai buku masih dapat dikurangi akumulasi rugi penurunan nilai AT.
      Tahun ke lima ada Tempat Pembuangan Sampah dibangun Pemda didekat gedung.
      Nilai pasar tanah & bangunan adalah seharga nilai tanah tempat pembuangan sampah.
      Harga tanah (harga menurut Pemda, mungkin utk perluasan tempat sampah) Rp.1 M.
      Nilai buku Rp.5 Miliar, menjadi Rp. 1 M.
      Impairment masuk RL Rp.4 Miliar.
      Tak ada ganti rugi dari Pemda.

5.2.2.   Pertimbangan Pilihan Model Biaya:

Akuntansi berbasis nilai historis mempertimbangkan :

1.      Umur ekonomis aset relatif pendek, revaluasi tak berdampak signifikan pada persepsi pengguna laporan keuangan.
2.      Dibawah model biaya, kelompok aset sejenis yang diperoleh pada tahun berbeda dengan harga, kurs dan nilai mata uang yang berbeda menyebabkan laporan keuangan komparatif berisiko menyesatkan[3].
3.      UKM sebagai entitas yang rentan kesinambungan usaha, mempunyai umur         rata-rata pendek di suatu negara, misalnya 3 tahun, maka model revaluasi tak digunakan.
4.      Bila komposisi aset tetap dalam neraca relatif kecil, maka penggunaan model historis mungkin lebih efisien.
Contoh, perusahaan perdagangan, persediaan meliputi 40% dari total aset, piutang meliputi 40% total aset dan aset tetap 7% dari total aset. Model historis digunakan bila penyusutan stabil penting agar harga pokok stabil, harga jual (cost plus margin) stabil, kebijakan harga jual jangka panjang, bermuara pada stabilitas kesetiaan pelanggan.

5.3.   Akuntansi AT dengan Model Revaluasi

5.3.1.   Konsep Dasar Model Revaluasi

Model revaluasi tak selalu menyebabkan kenaikan nilai aset tetap dineraca. PSAK 16 (Revisi 2007) paragraf 31; Setelah diakui sebagai aset, suatu aset tetap yang nilai wajarnya dapat diukur secara andal harus dicatat pada jumlah revaluasian, yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi. Revaluasi harus dilakukan dengan keteraturan yang cukup reguler untuk memastikan bahwa jumlah tercatat tidak berbeda secara material dari jumlah yang ditentukan dengan menggunakan nilai wajar pada tanggal neraca.

Catatan diskusi :
a.   Pengakuan awal sesuai nilai perolehan.
b.   Tentukan tanggal revaluasi secara berkala, misalnya (teratur) tiap akhir tahun.
c.   Tentukan nilai revaluasi (nilai wajar) AT tersebut.
d.   Akumulasi penyusutan tidak berubah.
e.   Nilai buku baru adalah c-d.

Contoh kasus :

PT JRG membeli mesin pabrik pada 1 Januari 20X1 seharga Rp.12.000.
Mesin disusutkan berdasar straight line basis sepanjang umur ekonomis yang ditaksir 6 tahun.
1 Januari 20X3 perusahaan memutuskan merevaluasi mesin tersebut.
Tak ditemukan nilai wajar mesin tersebut.
Replacement cost per 1 Januari 20X3 adalah Rp.21.000.

Nilai terbawa sebelum revaluasi :
Nilai perolehan (Cost)          Rp.12.000
Akumulasi penyusutan         Rp. 4.000 (atau (12.000/6) X 2), umur ekonomis 6 tahun, telah disusut 2 tahun.
Nilai buku                            Rp.   8.000

Berdasar PSAK 16/IAS 16, nilai revaluasian adalah Rp.14.000 (atau 21.000 X 4/6), sisa umur 4 tahun dari 6 tahun umur ekonomis.


Sebelum revaluasi
Setelah revaluasi
Nilai bruto aset
12.000
21.000
Akumulasi penyusutan
  4.000
  7.000
Nilai terbawa
  8.000
14.000

Penyajian di Laporan Keuangan :

1.   Menyajikan nilai Rp.14.000.
      Menjurnal balik (reversing entries) akumulasi penyusutan yang telah terjadi, agar dapat menyajikan nilai terbawa Rp.14.000.

Sebelum revaluasi :
Cost  asset tetap             Rp.12.000
Akumulasi penyusutan   Rp.  4.000
Nilai buku                      Rp.  8.000

Jurnal :
Debit Aset Tetap nilai terbawa                              Rp.2.000
(yaitu Rp.14.000 – 12.000)
Debit Akumulasi Penyusutan (reversing entries)  Rp.4.000
Kredit Surplus Revaluasi (Ekuitas)                        Rp.6.000

Setelah revaluasi :
Aset tetap                                               Rp.14.000
(Catatan akuntansi – buku pembantu buku besar atau subsidiary ledger)
Akumulasi penyusutan                           Rp.    0.00
(Catatan akuntansi - buku pembantu buku besar atau subsidiary ledger)
Nilai terbawa                                          Rp.14.000

2.   Atau, menyajikan kembali nilai bruto dan akumulasi penyusutan, yaitu            Rp.21.000 dengan akumulasi penyusutan Rp.7.000 agar nilai terbawa Rp.14.000.
Sebelum revaluasi :
Cost                                Rp.12.000
Akumulasi penyusutan   Rp.  4.000 (atau (12.000/6) X 2), 6 tahun umur ekonomis, telah disusut 2 tahun.
Nilai buku                      Rp.  8.000

Cara mempersiapkan jurnal dengan akumulasi penyusutan :


Sebelum revaluasi

Setelah revaluasi

Selisih
Nilai bruto aset
12.000
21.000
9.000
Akumulasi penyusutan
  4.000
  7.000
3.000
Nilai terbawa
  8.000
14.000
6.000

Jurnal :

Debit Aset Tetap nilai terbawa                          Rp.9.000
Kredit Akumulasi Penyusutan                          Rp.3.000 
Kredit Surplus Revaluasi (Ekuitas)                    Rp.6.000

Setelah revaluasi   :

Nilai bruto                                                                      Rp.21.000  
(Catatan akuntansi – buku pembantu buku besar atau subsidiary ledger )
Akumulasi penyusutan                                                   Rp.  7.000  
(Catatan akuntansi – buku pembantu buku besar atau subsidiary ledger )
Nilai terbawa                                                                  Rp.14.000


5.3.2.   Revaluasi Menggunakan Jasa Penilai Independen

Model revaluasi mungkin hanya mampu dilakukan oleh perusahaan besar dan kaya sumber daya aset tetap yang mampu membiayai penilaian independen secara terus menerus. Penilaian independen penting bagi metode ini, agar tak terjadi tuduhan bahwa entitas melakukan penilaian AT yang tak dapat dipertanggungjawabkan, sehingga gambaran LK menyesatkan. Auditor independen merasa lebih nyaman (comfortable) dalam memberi opini audit bila AT berbasis model revaluasi dinilai secara profesional. Atas dasar ini, Standar UKM tidak mendorong penggunaan model revaluasi bagi akuntansi AT UKM.

PSAK 16 (Revisi 2007) paragraf 32; Nilai wajar AT tanah dan bangunan biasanya ditentukan melalui penilaian yang dilakukan oleh penilai yang memiliki kualifikasi profesional berdasarkan bukti pasar. Nilai wajar pabrik dan peralatan biasanya menggunakan nilai pasar yang ditentukan oleh penilai.
IAS 16 mengisyaratkan bahwa nilai wajar (fair value) ditentukan penilai independen (appraisers) menggunakan bukti-bukti berbasis pasar (market based evidence).


5.3.3.   Nilai Wajar dengan Hampiran Bukan Nilai Pasar


5.3.3.1.   Berbagai Hampiran Nonpasar

Sebagai konsep alternatif untuk current value, untuk mencapai akuntansi terkoreksi inflasi, diperkenalkan konsep-konsep reproduction cost, replacement cost, sound value atau depreciated replacement cost, exit value, entry value dan net present value.


5.3.3.1.1.   Reproduction Cost

Reproduction cost merujuk biaya aktual sekarang untuk membuat kembali aset yang sama, tanpa peduli perubahan teknologi, potensi layanan (service potential) dan potensi manfaat ekonomis masa depan. Metode ini akan mendistorsi LK cq neraca yang tak menggambarkan service potential daripada aset.

Contoh :
Sebuah komputer besar mempunyai biaya reproduksi komputer tepat sama  Rp.10.000
Pasar komputer menawarkan microcomputer dgn kapasitas yang sama                      Rp. 3.000
Dengan reproduction cost neraca (potret service potential) overstated            Rp. 7.000
                                         

5.3.3.1.2.   Replacement Cost of Service Potential

Replacement cost of service potential adalah sebaliknya dengan reproduction cost, mengakomodasi potensi layanan dan manfaat ekonomi masa depan, yaitu nilai sejati aset tersebut bagi pemilik.
Karena itu untuk penerapan IAS 16, replacement cost method lebih baik dari pada reproduction cost method.


5.3.3.1.3.   Sound Value atau Depreciated Replacement Cost

Sound value atau depreciated replacement cost menghapus kelemahan replacement cost yang mengandung bagian aset atau potensi layanan yang telah kadaluwarsa.
Sound value adalah replacement cost dikurangi manfaat yang berlalu karena waktu atau bagian kapasitas produksi yang telah digunakan atau diabaikan dimasa lalu.




Contoh  kasus :

PT MNO membeli AT tanggal 2 Januari 2005, harga perolehan Rp.40.000, dengan harapan masa manfaat 10 tahun. Pada tanggal 1 Januari 2008, AT dinilai kembali dengan gross replacement cost Rp.50.000.
Sound value atau depreciated replacement cost adalah 7/10 X Rp.50.000 =  Rp. 35.000.
Perusahaan membandingkan dengan nilai buku atau nilai terbawa Rp. 28.000 pada tanggal yang sama.

Apabila demikian maka prosedur akuntansi (utama) adalah sbb:
a.   Aset di written up 10.000 (yaitu gross FA Rp.40.000 menjadi Rp.50.000).
b.   Akumulasi penyusutan meningkat proporsional sebesar Rp.3.000 ( yaitu Rp. 12.000 menjadi Rp.15.000).
c.   Berdasar IAS 16, jumlah koreksi neto (net adjustment) Rp.7.000 diakui dalam comprehensive income & akumulasi surplus revaluasi, meningkatkan akun ekuitas.

Rekapitulasi sebagai berikut :

Keterangan
Pra revaluasi
Post revaluasi
Perubahan
Gross FA
40.000
50.000
10.000
Accumulated Depreciation
12.000
15.000
  3.000
Book value FA
28.000
35.000
   7.000

Prosedur alternatif yang diizinkan Standar :
Akumulasi penyusutan di hapus-buku (written off) terhadap nilai terbawa bruto (gross carrying value) pada tanggal revaluasi.

Nilai terbawa bruto AT                                   Rp.40.000
Akumulasi penyusutan per 1 Januari 2008     Rp.12.000
                                                                        __________
Nilai terbawa neto AT                                    Rp.28.000

Kenaikan aset harus                                        Rp.  7.000
Agar nilai terbawa neto revaluasian  AT         Rp.35.000

Dengan suatu offset yang diakui dalam comprehensive income & terakumulasi pada ekuitas yang lain.  

Rekapitulasi sebagai berikut :
          

Pra revaluasi
Post revaluasi
Perubahan
Gross FA
40.000


Accumulated Depreciation
12.000


Book value FA
28.000
35.000
   7.000


Catatan :
Para pengguna laporan keuangan seperti calon investor atau penjamin kredit lebih menyukai prosedur pertama, karena menggambarkan hubungan antara jumlah bruto dan jumlah neto AT setelah revaluasi.


5.3.3.2.   PSAK 16 tentang Hampiran Non Pasar

Mesin dan sarana produksi atau operasi dapat menggunakan nilai pasar (market value), bila (1) harga pasar tak tersedia atau bila (2) AT tersebut digunakan untuk keperluan khusus, maka menggunakan depreciated replacement cost.

PSAK 16 (Revisi 2007) paragraf 33; Jika tidak ada pasar yang dapat dijadikan dasar penentuan nilai wajar karena sifat dari aset tetap yang khusus dan jarang diperjual-belikan, kecuali sebagai bagian dari bisnis yang berkelanjutan, entitas mungkin perlu mengestimasi nilai wajar menggunakan pendekatan penghasilan atau biaya pengganti yang telah disusutkan (depreciated replacement cost approach).

a.   Tak ada nilai pasar aktif :
      Nilai wajar = depreciated replacement cost.

      Catatan : Apa arti aktif?.
      Transaksi jual beli sering terjadi.
      Apa arti sering terjadi?.
      Apa ukurannya?.

b.   Depreciated Replacement Cost.
      Misal : luas lantai 2000 meter.
      Biaya pembangunan gedung semacam itu sekitar Rp.5 Juta permeter persegi.
      Biaya penggantian bangunan baru Rp.10 miliar.
      Umur bangunan 10 tahun, sudah dipakai 3 tahun.
      Akumulasi penyusutan 3/10 X Rp. 10 miliar.
      Depreciated replacement cost Rp. 7 miliar.

c.   Sifat aset tetap yang khusus dan jarang diperjual belikan.
      Contoh sifat (jenis) aset yang khusus : lukisan Raden Saleh.
      Contoh AT jarang diperjual belikan : bangunan rumah sakit.


5.3.4.   Frekuensi Revaluasi

5.3.4.1.   Tujuan Frekuensi Revaluasi

Tujuan utama model revaluasi adalah bahwa LK tak berbeda secara signifikan dengan current fair value. LK tak boleh menggunakan nilai wajar kadaluwarsa (obsolete fair value), karena itu penetapan frekuensi atau regularitas revaluasi amat penting.


5.3.4.2.   Dasar Pikiran Penetapan Regularitas Revaluasi

1.   Regularitas menjamin bahwa revaluasi untuk penerapan model revaluasi dilakukan berkala.
      Regularitas terencana dibuat berdasar kebijakan resmi atau keputusan manajemen entitas.
      Sebaiknya kebijakan regularitas masuk pada catatan atas laporan keuangan di bawah subjudul kebijakan akuntansi entitas.

2.   Maksud utama model revaluasi adalah memasukkan unsur trend panjang dan tetap akan perubahan nilai mata uang, nilai tukar, purchasing power parity suatu yuridiksi akuntansi (diproksi oleh negara atau bangsa)

3.   Kelemahan model revaluasi adalah tak dapat menolak unsur konjungtur  (lonjakan semasa, kenaikan luar biasa atau penurunan luar biasa dalam jangka pendek) akan harga saham, komoditas, nilai mata uang, nilai tukar. Neraca dapat menyesatkan karena melaporkan konjungtur, yang seringkali segera akan pulih kembali setelah tanggal pelaporan.

Jalan keluar adalah
(1)   mengungkapkan subsequent  event tentang pemulihan suatu konjungtur,
(2)   membuat LK proforma apabila konjungtur tidak terjadi,
(3)   membuat ulasan konjungtur siklikal tahun-tahun buku sebelumnya pada apendiks laporan keuangan, annual report atau catatan atas laporan keuangan, misalnya Monday effect atau  January effect untuk surat berharga pasar modal, dampak pengumuman tahunan the Fed, dampak cuaca, perang dan harga minyak pada mata uang, situasi perekonomian dunia dan              harga-harga umum properti.


5.3.4.3.   Dasar Pikiran untuk Penetapan Kebijakan Frekuensi Revaluasi


5.3.4.3.1.   Dasar Umum adalah Tahunan Minimum

Dasar tahunan merupakan frekuensi minimum untuk kebutuhan laporan keuangan tahunan. Dengan demikian nilai revaluasian terpenting adalah harga wajar pada tanggal laporan keuangan tahunan. Dasar tahunan disebut dasar akuntabilitas publik minimum.


5.3.4.3.2.   Dasar Lebih Pendek dari Tahunan

Dasar semester atau triwulan ditambahkan pada dasar tahunan apabila :    
a.   Terjadi kunjungtur siklikal yang berbeda-beda pada semester 1 dan semester 2 tahun-tahun lalu, atau terjadi gejala siklikal yang serupa pada tiap triwulan yang sama beberapa tahun.    
b.   Bahwa investor membutuhkan laporan keuangan interim untuk keputusan investasi jangka pendek.   
c.   Bahwa otoritas pasar modal berkepentingan menampilkan gambaran obyektif yang lebih sering dari laporan nilai wajar tahunan, untuk meningkatkan kesimetrisan informasi dan memerangi insider trading.


5.3.4.3.3.   Frekuensi Revaluasi Tergantung Frekuensi Perubahan Nilai Wajar

PSAK 16 (Revisi 2007) paragraf 34; Frekuensi revaluasi tergantung perubahan nilai wajar dari suatu aset tetap yang direvaluasi. Jika nilai wajar dari aset yang direvaluasi berbeda secara material dari jumlah tercatatnya, maka revaluasi lanjutan perlu dilakukan. Beberapa aset tetap mengalami perubahan nilai wajar secara signifikan dan fluktuatif, sehingga perlu direvaluasi secara tahunan. Revaluasi tahunan seperti itu tidak perlu dilakukan apabila perubahan nilai wajar tidak signifikan. Namun demikian, aset tersebut mungkin perlu direvaluasi setiap tiga atau lima tahun sekali.

Contoh Kasus :
1.   Frekuensi revaluasi tergantung pada dinamika perubahan nilai wajar.
      Contoh :    Tanah di kota besar lebih cepat naik-harga daripada tanah di pulau terpencil.
                     Nilai residu sebuah mobil bekas mungkin lebih tinggi dari nilai perolehan.
                     Nilai kebun TBM menjadi kebun TM amat berbeda.


5.3.5.      Frekuensi Basis Berputar (Rolling Basis)

Bila menggunakan rolling basis, maka revaluasi bagian selanjutnya dilakukan secara sekuensial pada periode selanjutnya tanpa rumpang.


53.6.    Perubahan Akumulasi Penyusutan saat Revaluasi

PSAK 16 (Revisi 2007) paragraf 35; Apabila suatu aset tetap direvaluasi, akumulasi penyusutan pada tanggal revaluasi diperlakukan dengan salah satu cara berikut ini:

(a) disajikan kembali secara porposional dengan perubahan dalam jumlah tercatat bruto dari aset sehingga jumlah tercatat aset setelah revaluasi sama dengan jumlah revaluasian. Metode ini sering digunakan apabila aset direvaluasi dengan cara memberi indeks untuk menentukan biaya pengganti yang telah disusutkan.
       
Contoh kasus :      
Nilai perolehan 30 Miliar.       
Akumulasi penyusutan 20 Miliar.       
Nilai buku 10 Miliar.      
Nilai revaluasian Rp. 20 Miliar.
       


Proporsional :       
Nilai Perolehan revaluasian 60 Miliar  (dari 30 Miliar).       
Akumulasi Penyusutan revaluasian 40M  (dari 20Miliar).       
Nilai Revaluasian Rp.20 M (dari 10 Miliar).
       
Jurnal :       
Aset Tetap                                       30Miliar (debit)       
Pd Akumulasi Penyusutan              20Miliar (kredit)        
Pd Ekuitas-Surplus Revaluasi         10Miliar (kredit)
     
Tarif penyusutan pertahun dan sisa umur ekonomik sebelum revaluasi dilanjutkan berdasar 60 Miliar.

(b)   Dieliminasi terhadap jumlah tercatat bruto dari aset dan jumlah tercatat neto setelah eliminasi disajikan kembali sebesar jumlah revaluasian dari aset tersebut. Metode ini sering digunakan untuk bangunan.

Contoh kasus:
Nilai perolehan 50Miliar.
Akumulasi penyusutan 30 Miliar.
Nilai buku bangunan 20 Miliar.
Nilai revaluasian 10 Miliar.

Tidak proporsional :
Nilai Perolehan Revaluasian 10 Miliar (jumlah bruto).
Akumulasi Penyusutan  0 Miliar
Nilai buku revaluasian 10 Miliar (jumlah tercatat neto).

Tarif penyusutan dan umur ekonomik dilanjutkan berdasar 40 Miliar.

Jumlah penyesuaian yang timbul dari penyajian kembali atau eliminasi akumulasi penyusutan membentuk bagian dari kenaikan atau penurunan dalam jumlah tercatat yang ditentukan sesuai dengan paragraf 39 dan 40.


5.3.7.   Revaluasi Sebuah Kelompok AT, Bukan AT Individual

Dasar pikiran :
Revaluasi harus seluruh aset dalam sebuah kelas AT. Untuk membatasi percampuran (mix) antara biaya historis (historical cost) dan nilai sekarang (current value), IAS 16 mewajibkan bila suatu aset direvaluasi, maka aset lain sekelompok dengan aset tersebut harus direvaluasi pula. IAS 16 menghalangi revaluasi “tebang pilih” (selective revaluation) untuk optimalisasi nilai AT

PSAK 16 (Revisi 2007) paragraf 36; Jika suatu aset tetap direvaluasi, maka seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama harus direvaluasi.

PSAK 16 (Revisi 2007) paragraf 37; Suatu kelompok aset tetap adalah pengelompokkan aset yang memiliki sifat dan kegunaan yang serupa dalam operasi normal entitas.

Contoh dari kelompok AT yang terpisah:
(a) tanah;
(b) tanah dan bangunan; (tapi lihat paragraph 61, harus terpisah)
(c) mesin;
(d) kapal;
(e) pesawat udara;
(f)  kendaraan bermotor;
(g) mebel & perabotan perusahaan (furniture-fixture); dan
(h) peralatan kantor (office equipment).

PSAK 16 (Revisi 2007) paragraf 38; Aset-aset dalam suatu kelompok aset tetap harus direvaluasi secara bersamaan untuk menghindari revaluasi aset secara selektif dan bercampurnya biaya perolehan dan nilai lainnya pada saat yang berbeda-beda.

Namun, suatu kelompok aset dapat direvaluasi secara bergantian (rolling basis) sepanjang revaluasi dari kelompok aset tersebut dapat diselesaikan secara lengkap dalam waktu yang singkat dan sepanjang revaluasi dimutakhirkan.

Apabila kondisi lingkungan ekonomi dan perubahan nilai mata uang tidak terlampau turbulen, revaluasi bergulir (rolling basis, cycle basis) disarankan IAS 16, misalnya sepertiga aset katagori mesin di revaluasi tiap tahun.

Catatan diskusi :
Contoh 2.000 mesin pabrik.
Revaluasi pertama, satu bulan, 200 mesin besar, meliputi 80% nilai mesin keseluruhan
Revaluasi kedua, dua bulan, 1.800 mesin kecil, 20% dari nilai mesin keseluruhan.
Tahun buku sama.


5.3.8.   Kenaikan Akibat Revaluasi Masuk Surplus Revaluasi pada Ekuitas, Penurunan Akibat Revaluasi Mengurangi Saldo Surplus Revaluasi pada Ekuitas Sampai Habis, Sisa Penurunan Lalu Masuk RL

PSAK 16 (Revisi 2007) paragraf 39. Jika jumlah tercatat aset meningkat akibat revaluasi, kenaikan tersebut langsung dikredit ke ekuitas pada bagian surplus revaluasi. Namun, kenaikan tersebut harus diakui dalam laporan laba rugi hingga sebesar jumlah penurunan nilai aset akibat revaluasi yang pernah diakui sebelumnya dalam laporan laba rugi.

Contoh kasus :
       
1.   Jurnal :
        Aset Tetap                                                        30 Miliar (debit)
        Pd Akumulasi Penyusutan                               20 Miliar (kredit)
        Pd Ekuitas-Surplus Revaluasi                          10 Miliar (kredit)



2.   Pernah impairment of assets 5 Miliar
        Debit Aset Tetap                                              30 Miliar (debit)
        Kredit Akumulasi Penyusutan                         20 Miliar (kredit)
        Kredit Rugi Laba  (pemulihan AT)                    5 Miliar (kredit)
        Kredit Ekuitas-Surplus Revaluasi                      5 Miliar (kredit)


PSAK 16 (Revisi 2007) paragraf 40. Jika jumlah tercatat aset turun akibat revaluasi, penurunan tersebut diakui dalam laporan laba rugi. Namun, penurunan nilai akibat revaluasi tersebut langsung didebit ke ekuitas pada bagian surplus revaluasi selama penurunan tersebut tidak melebihi saldo kredit surplus revaluasi untuk aset tersebut.

Contoh Pertama :

Nilai perolehan                     10 Miliar.
Akumulasi penyusutan           2 Miliar.
Nilai buku                              8 Miliar.
Nilai buku revaluasian            5 Miliar.

Sehingga :
Nilai perolehan revaluasian              5 Miliar (menurun 5Miliar).
Akumulasi penyusutan revaluasian 0 Miliar (menurun 2Miliar).
Nilai buku revaluasian                    5 Miliar (menurun 3Miliar).

Jurnal :
Rugi Laba                                      3 Miliar (debit).
Akumulasi penyusutan                  2 Miliar (debit)
Aset tetap                                       5 Miliar (kredit).

Contoh Kedua :

Pembebanan Penurunan AT akibat Revaluasi
Bila nilai terbawa aset menurun akibat suatu revaluasi, penurunan tersebut diakui sebagai beban.
Perkecualian, aset tersebut sebelumnya telah direvaluasi dengan surplus revaluasi maka penurunan akibat revaluasi terakhir mengurangi Surplus Revaluasi lebih dahulu, untuk asset yang sama. Sisanya dibebankan ke Laba Rugi.
 
Contoh kasus  :

PT Wulansari membeli tanah Rp.100.000 tahun 1, direvaluasi Rp.150.000 tahun 3 dan Rp.90.000 tahun 5.
Tanah tidak disusutkan.

Pada tahun 3, surplus Rp.50.000 (yaitu Rp.150.000- Rp.100.000) dikreditkan ke Ekuitas di bawah judul Surplus Revaluasi.

Tahun kelima terjadi defisit Rp.60.000 (yaitu Rp.90.000 – Rp.150.000) karena revaluasi kedua, sebesar Rp.50.000 menghapus Surplus Revaluasi dan sisanya Rp.10.000 dibebankan ke Rugi Laba.

Sebagai catatan, Rp.10.000 tersebut adalah perbedaan harga beli tahun 1 dan nilai terbawa tahun 5 (yaitu Rp.100.000 – Rp.90.000).


5.3.9.   Bila AT Dihapusbuku, Surplus Revaluasi Terkait AT Tersebut dalam Ekuitas Dipindahkan ke Saldo Laba

PSAK 16 (Revisi 2007) paragraf 41; Surplus revaluasi aset tetap yang telah disajikan dalam ekuitas dapat dipindahkan langsung ke saldo laba pada saat aset tersebut dihentikan pengakuannya. Hal ini meliputi pemindahan sekaligus surplus revaluasi pada saat penghentian atau pelepasan aset tersebut. Namun, sebagian surplus revaluasi tersebut dapat dipindahkan sejalan dengan penggunaan aset oleh entitas. Dalam hal ini, surplus revaluasi yang dipindahkan ke saldo laba adalah sebesar perbedaan antara jumlah penyusutan berdasarkan nilai revaluasian aset dengan jumlah penyusutan berdasarkan biaya perolehan aset tersebut. Pemindahan surplus revaluasi ke saldo laba tidak dilakukan melalui laporan laba rugi.

Contoh kasus :

a.      Penghentian Pengakuan Aset

      Surplus revaluasi aset tetap yang telah disajikan dalam ekuitas dapat dipindahkan langsung ke saldo laba pada saat aset tersebut dihentikan pengakuannya. Hal ini meliputi pemindahan sekaligus surplus revaluasi pada saat penghentian atau pelepasan aset tersebut.

Penghentian aset tetap karena rusak berat kecelakaan :

Debit Akumulasi penyusutan                  2.000 (menghapus akumulasi penyusutan)
Debit Beban- Penghapusan AT (write off)  8.000  (menghapus nilai buku)  
Kredit AT (dihapus bukukan )                            10.000 (menghapus nilai perolehan)

Debit Ekuitas- Surplus Revaluasi AT      1.700 (menghapus akun ini)
Kredit- Saldo Laba                                  1.700 (menambahkan ke saldo laba)

b.      Pemindahan Surplus Revaluasi Ke Saldo Laba karena Penyusutan

      Namun, sebagian surplus revaluasi tersebut dapat dipindahkan sejalan dengan penggunaan aset oleh entitas. Dalam hal ini, surplus revaluasi yang dipindahkan ke saldo laba adalah sebesar perbedaan antara jumlah penyusutan berdasarkan nilai revaluasian aset dengan jumlah penyusutan berdasarkan biaya perolehan aset tersebut. Pemindahan surplus revaluasi ke saldo laba tidak dilakukan melalui laporan laba rugi.

Pada saat revaluasi, sisa umur ekonomik 10 tahun.
Surplus revaluasi Rp. 2 Miliar.

Keterangan
Jumlah
Nilai perolehan
10
Akumumulasi penyusutan
4
Nilai buku
6


Revaluasi AT
2


Nilai perolehan revaluasian
12
Akumulasi penyusutan
4
Nilai buku revaluasian
8


Penyusutan pertahun sebelum revaluasi
0,6
Penyusutan pertahun setelah revaluasi
0,8
Selisih
0,2


Jurnal pemindahan surplus revaluasi ke saldo laba tiap tahun :
Debit - Surplus Revaluasi                      0,2
Kredit- Saldo Laba                                0,2
       
c.       Realisasi Surplus Revaluasi Ke Salso Laba saat Penjualan AT

      Apabila aset revaluasian dijual, maka Surplus Revaluasi di realisasi, dengan cara dipindah-bukukan ke Saldo Laba, bukan ke Rugi Laba.

Contoh  kasus :

Aset dijual 1 Januari 20X5 seharga         Rp.5.000.
Nilai terbawa sebelum pelepasan            Rp.7.000 (yaitu Rp.14.000 – (2X Rp.3.500)).
Kerugian pelepasan masuk RL               Rp.2.000

Pada saat pelepasan, Surplus Revaluasi dipindah bukukan ke Saldo Laba :
     Debit Surplus Revaluasi                    Rp.6.000
     Kredit Saldo Laba                            Rp.6.000 

d.   Penyusutan dan Penjualan

PSAK 16/IAS 16 mengizinkan Surplus Revaluasi di transfer ke Saldo Laba pada saat asset disusutkan.

Revaluasi pertama 20X3 meningkatkan beban penyusutan, semula Rp.2.000 (yaitu Rp.12.000/6) menjadi Rp.3.500 (yaitu Rp. 21.000/6).

Jurnal tahunan setelah revaluasi :

a.  Debit Beban Penyusutan                  Rp.3.500
     Kredit Akumulasi Penyusutan         Rp.3.500
b.   Menindak lanjuti revaluasi, jumlah ekuivalen dengan “kelebihan penyusutan” dapat dipindahkan dari Surplus Revaluasi ke Saldo Laba pada waktu penyusutan asset tahunan.
      Transfer tahunan sebesar Rp.1.500 pertahun, dari Surplus Revaluasi ke Saldo Laba.

Pada waktu jurnal penyusutan di atas, tiap tahun Surplus Revaluasi dipindah bukukan ke Saldo Laba :
     Debit Surplus Revaluasi                          Rp.1.500
     Kredit Saldo Laba                                  Rp.1.500   

Jurnal saat penjualan :

Karena setiap tahun surplus revaluasi dipindahbukukan ke Saldo Laba (direalisasi langsung tanpa melalui RL) maka tiap tahun saldo Surplus Revaluasi menurun.

Bila hal ini terjadi, maka transfer Surplus Revaluasi ke Saldo Laba pada saat penjualan asset tersebut adalah tersisa Rp.3.000 (yaitu Rp.6.000 – (2 X Rp.1.500).

Pada saat pelepasan/penjualan, Surplus Revaluasi tersisa dipindah bukukan ke Saldo Laba :
     Debit Surplus Revaluasi       Rp.3.000
     Kredit Saldo Laba                 Rp.3.000   


5.3.10. Revaluasi Berdampak Pada Pajak Penghasilan

PSAK 16 (Revisi 2007) paragraf 42; Dampak atas pajak penghasilan, jika ada, yang dihasilkan dari revaluasi aset tetap diakui dan diungkapkan sesuai dengan PSAK 46: Akuntansi Pajak Penghasilan.

1.   Temporary difference harus dinyatakan oleh akuntansi.

2.   Bila aset tetap disusut lebih panjang dari penyusutan untuk perpajakan, deffered tax liability di ciptakan pada tahun-tahun awal dan di tarik pada tahun tahun selanjutnya.
      Pada umumnya, penyediaan deferred tax akan diukur dengan ekspektasi tariff pajak masa depan yang digunakan terhadap temporary difference pada saat dicadangkan, kecuali perubahan tariff pajak yad telah di tetapkan/dibuat (enacted), struktur tariff sekarang digunakan sebagai penduga-tak-bias dampak masa depan.

3.   Dalam revaluasi AT, boleh jadi otoritas pajak tak mengizinkan nilai revaluasian lebih tinggi disusutkan untuk perhitungan kewajiban pajak.
      Pada sisi lain, karena revaluasi membiaskan suatu keuntungan, maka keuntungan akan terpajak saat direalisasi. Karena itulah, suatu deferred tax liability masih dibutuhkan untuk diakui, walaupun hal itu tak berkaitan dengan temporary differences yang muncul dari pembebanan penyusutan periodik.

4.   SIC 21, pengukuran dampak deffered tax terkait revaluasi aset nir-sust harus dilakukan dengan merujuk kepada konsekuensi pajak yang akan muncul dari recovery nilai terbawa aset melalui pelepasan-penjualan. Hal ini perlu karena aset tidak akan disusut, tak ada bagian nilai terbawa  akan di pulihkan (recovered) melalui penggunanaan.
      Praktis hal ini bermakna; apabila terjadi differential capital gain dan tariff pajak penghasilan biasa/lazim, tak ada bagian nilai terbawa diperkirakan akan dipulihkan (recovered ) melalui penggunaan aset tetap tersebut.
      Secara praktis hal tersebut berarti, apabila terdapat differential capital gain dan tariff biasa pajak pengahsilan, pajak tangguhan dihitung dengan referensi yang dahulu.


5.3.11. Perubahan Kebijakan Akuntansi dari Model Biaya kepada Model Revaluasi

PSAK 16 (Revisi 2007) paragraf 43; Jika entitas mengubah kebijakan akuntansi dari model biaya ke model revaluasi dalam pengukuran aset tetap maka perubahan tersebut berlaku prospektif.

Catatan tambahan:
1.   Model biaya ke model revaluasi, berlaku prospektif, bukan retrospektif.
2.   Perubahan dari model revaluasi menjadi model biaya tidak praktis, karena tak ada catatan historis yang dipelihara oleh perusahaan.
 

5.3.12. Keuntungan, Kerugian dan Persyaratan Model Revaluasi

5.3.12.1.    Keuntungan Model Revaluasi

Model revaluasi sengaja dipilih apabila perusahaan memandang penting:
1.   Recoverable amount dan kesinambungan usaha, dalam situasi nilai uang terdepresiasi.  
2.   Nilai dan reputasi perusahaan berbasis neraca, misalnya hotel, penerbangan.  
3.   Perusahaan tak seberapa peduli akan perubahan besar penyusutan masa depan, perubahan harga pokok, laba neto dan dividen.  
4.   Cashflow management lebih aman.
5.   Aset digunakan sebagai basis hubungan kredit dengan bank.
6.   Statement of Comprehensive Income.
      Model revaluasi mengakomodasi statement of comprehensive income untuk penyajian neraca dan Laba Rugi.
7.   Akuntansi Ber inflasi Tinggi namun belum Hiperinlasi.
Pada yuridiksi ber inflasi tinggi, komparasi LK berbasis model biaya menjadi kurang relevan zaman dan tak bermanfaat, menyajikan trend menyesatkan karena perbedaan nilai mata uang antar periode LK. Apabila kondisi lingkungan ekonomi  dan perubahan nilai mata uang tidak terlampau turbulen, revaluasi bergulir (rolling basis, cycle basis) disarankan IAS 16, misalnya sepertiga aset katagori mesin di revaluasi tiap tahun.
IAS 29, Financial Reporting in Hyperinflationary Economies, mengatur koreksi (adjustment) penyusutan dalam situasi inflasi luar biasa. Penggunaan model revaluasi khususnya untuk akuntansi pada perekonomian berinflasi lebih rendah dibanding situasi untuk IAS 29.

8.   Azas Kehati-hatian Akuntansi.
      Penyusutan berbasis biaya perolehan historis kurang konservatif, cenderung saji-berlebih (overstated) dan tidak menggambarkan biaya memelihara basis aset perusahaan.
      Untuk sementara entitas, penggambaran laba bersih berbasis penyusutan dengan cost model adalah dapat menjadi “bunuh-diri pelahan-lahan”, perusahaan makin tak mampu menjaga kapasitas murni produktivitas sumber daya tanpa tambahan ekuitas baru atau kredit baru.

9.   Bila Harga Pasar Wajar Tak Tersedia; Konsep alternatif untuk current value.
      Untuk mencapai akuntansi terkoreksi inflasi, diperkenalkan konsep-konsep reproduction cost, replacement cost, sound value atau depreciated replacement cost, exit value, entry value dan net present value.


5.3.12.2.    Kelemahan-Kerugian Model Revaluasi

1.   Lebih Mahal

Model revaluasi lebih mahal dibanding model biaya, karena itu model biaya tetap lebih popular.

2.   Perdebatan Nilai Wajar

      Berbagai sumber harga wajar atau harga pasar sekarang (current market value) juga menimbulkan berbagai wacana, perdebatan, bahkan unjuk rasa tidak percaya walau diterbitkan oleh otoritas resmi yang ditugasi pemerintah untuk mengumumkan harga wajar.

3.   Tak Menggambarkan Sinergi Aset

      Bahwa penjumlahan harga wajar (harga pasar tanggal laporan) setiap aset yang dimiliki sebuah entitas ternyata jauh lebih rendah dari manfaat ekonomi yang diciptakan dari pilihan atau kombinasi aset (misalnya menjadi sebuah pabrik yang paling efektif dan efisien). Dampak sinergestik kumpulan aset terpadu seperti sebuah harmoni orkestra hanya dapat diciptakan oleh para pebisnis berpengalaman, visioner dan cerdas.
4.   Kurang Sesuai Untuk Jenis & Besar Usaha Tertentu

      Model revaluasi kurang sesuai untuk UKM yang rentan kesinambungan usaha, suatu joint venture yang berumur beberapa tahun saja lalu dibubarkan, berbagai jenis perusahaan keluarga dan tertutup, berbagai entitas nirlaba termasuk entitas kepemerintahan yang menekankan aspek akuntabilitas keuangan ketimbang aspek maslahat keputusan (decision usefulness).

5.   Model revaluasi rentan manipulasi nilai wajar

      Sebagai misal, untuk meningkatkan bonus tahunan, tantiem, gratifikasi, untuk menghindari demosi atau PHK, dilakukan rekayasa nilai wajar.


5.3.12.3.    Persyaratan Revaluasi

1.   Frekuensi revaluasi tergantung dari pergerakan nilai wajar aset tetap tersebut.
      Makin cepat perubahan nilai wajar, dibutuhkan makin sering revaluasi karena tujuan revaluasi adalah menggambarkan nilai terkini.

      Pada yuridiksi dimana perubahan harga-harga terjadi sangat signifikan, revaluasi perlu dilakukan secara tahunan.
      Contoh : Negara negara hiperinflasi.

      Pada yuridiksi lain, revaluasi tiap tiga atau lima tahun sekali dibutuhkan.

2.   Bila suatu AT direvaluasi, maka seluruh kelompok aset sejenis & sefungsi perlu direvaluasi.
            Contoh aset sejenis                :  aset tetap tanah.
            Contoh aset sefungsi operasi : Perangkat EDP pabrik CIM berbasis TQM & statistical QC yang bukan EDP untuk Keuangan, Akuntansi dan Administrasi kantor.

3.   Revaluasi AT meningkatkan nilai terbawa aset dan ekuitas, tak mengubah kewajiban.
      Revaluasi aset menurunkan gearing (leverage) ratio, memperbaiki struktur neraca, syarat DER untuk kredit bank dan ratio wajib peraturan industri tertentu.

4.   Revaluasi harus rasional, dasar pikiran, latar belakang, pertimbangan atau justifikasi harus masuk akal.


5.3.13. Surplus Revaluasi dalam Ekuitas

Bila nilai terbawa aset meningkat akibat suatu revaluasi, peningkatan tersebut dikreditkan langsung ke ekuitas dibawah judul Surplus Revaluasi (Revaluation Surplus).
Contoh kasus:

               Nilai setelah revaluasi    Rp.14.000
               Nilai sebelum revaluasi  Rp.  8.000
                                            
               Surplus Revaluasi           Rp.  6.000

Perkecualian, bila aset yang sama telah direvaluasi sebelumnya dan menghasilkan penurunan akibat revaluasi yang diakui sebagai beban, maka kenaikan revaluasi kali ini membalikkan beban tersebut lebih dahulu.

6.  PENENTUAN NILAI GUNA (value in use)

6.1.   Penentuan Value in Use

Penentuan value in use mungkin lebih subyektif, lebih tidak pasti dan lebih sukar dari fair value karena meliputi berbagai unsur dan ketidak pastian masa depan akan kondisi ekonomi-sosial-lingkungan-hukum, ramalan kondisi pasar dan permintaan sepanjang umur ekonomi, harga jual, harga pokok cq trend masa depan harga berbagai input, taksiran kondisi fisik – kondisi pasar atau demand barang bekas – perubahan teknologi menuju nilai residu dan taksiran faktor diskonto menuju nilai kini (NPV).

6.2.   Perhitungan Value in Use

a.   Estimasi Arus Kas Masa Depan
 
a.1.   Penentuan asumsi dasar yang masuk akal.
a.2.   Trend kenaikan penjualan berdasar asumsi dan action plan mantap.
         Program reduksi biaya, harga pokok, berdasar program efisiensi mantap.         
a.3.   Masa manfaat aset berdasar dimensi faktor-faktor yang berpengaruh pada masa manfaat.
a.4.   Pelanjutan trend masa lalu tentang penjualan, produksi, beban dan arus kas harus berdasar analisis perubahan lingkungan eksternal yang mantap, sebelum sampai pada kesimpulan trend masa lalu berlanjut dimasa depan (ceteris paribus).
         Sebaliknya, perubahan trend (discontinued path) di masa depan harus berdasar pertimbangan yang beralasan.
a.5.   Pertumbuhan tiba-tiba dan luar biasa volume usaha harus berdasar asumsi konservatif. Sebagai contoh; bila pertumbuhan penjualan tahunan lima tahun terakhir diantara 2 – 5%, suatu proyeksi dengan pertumbuhan penjualan 8% pertahun secara berkesinambungan (sustainable) harus mempunyai dasar kuat.       
a.6.   Ekstrapolasi (tahun dasar dengan pertumbuhan merata) tanpa dasar dihindari, pertumbuhan eksponensial kedepan tak mungkin selamanya walau dibangun berdasar asumsi yang cukup baik.       
a.7.   Untuk proyeksi lima tahun ke depan, data historis 5 tahun kebelakang adalah baik.
a.8.   Perhatikan the law of diminishing marginal return, kurva AC, MR=MC.       
a.9.   Proyeksi persaingan, kondisi persaingan, munculnya pesaing baru, bangkrut/pailit pesaing lama.





b.   Penentuan tarif diskonto

Penentuan tarif diskonto untuk nilai waktu dari uang (time value of money).
Proyeksi arus kas masa depan yang “tepat” tak ada gunanya bila nilai kini arus kas diperoleh dengan tarif diskonto yang “tidak tepat”.

IAS 36 menyarankan agar biaya modal terkoreksi risiko yang digunakan sebagai tariff diskonto dapat diperoleh dengan merujuk (1) tarif implisit pada transaksi pasar, misalnya transaksi leasing, atau (2) penggunaan rerata tertimbang biaya modal  yang diperdagangkan dan dipublikasi secara luas.
Tarif diskonto untuk me-nilai-kini-kan arus-kas-masa-depan mengandung dua komponen; (1) komponen dasar yaitu current market rate dan (2) koreksi risiko. Hampiran tradisional untuk kalkulasi nilai kini menggunakan tarif dikonto dikoreksi ketidak pastian. Bila menggunakan expected value method, ramalan arus kas dikoreksi langsung untuk menggambarkan ketidak pastian masa depan lalu didiskonto dengan market rate.
Manajemen membangun asumsi tentang arus kas masa depan dan tarif (atau beberapa tarif) diskonto terkoreksi risiko (risk-adjusted discount rate). Discounted cashflow sulit atau bahkan tidak mungkin dilakukan pada beberapa situasi, dan membutuhkan suatu proyeksi keuangan atau financial forecast mengenai bisnis emiten di masa depan, mengandung dua isu besar. Discounted cashflow mempunyai dua aspek penting. Pertama, apakah ramalan atau proyeksi penjualan, beban, laba dan cashflow andal, konservatif dan mempunyai probabilitas terjadi di masa depan cukup besar. Kedua, bagaimana cara menentukan atau memperoleh tarif diskonto nilai waktu dari uang yang handal, obyektif dan berterima semua pihak.

c.   Komponen tarif diskonto :
    
1. Komponen dasar tarif diskonto: current market rate

Komponen dasar diskonto adalah tarif diskonto bebas risiko. Sebagian pakar menganggap tarif SBI cukup baik untuk tarif diskonto dasar mengingat BI adalah lembaga yang terhormat, tertinggi, konservatif dan terpercaya. Tujuan praktis penggunaan kurs BI adalah untuk memperoleh gambaran value in use yang relatif terbandingkan (comparable) dan berterima semua pihak. SBI dinilai sementara pakar adalah tarif wasit (referee price) wajar sekalipun dalam situasi tak wajar. Walaupun SBI selalu tampil mantap, likuid dan selalu berpasar, merujuk pada SBI bukannya tanpa masalah, karena SBI tersedia untuk fasilitas 3 bulanan. Padahal berbagai value in use membutuhkan bingkai waktu seumur ekonomis aset atau kumpulan aset tetap. Tarif SBI karena itu masih harus diolah lagi dengan piranti dan kaidah ilmu keuangan agar sesuai digunakan untuk penetapan value in use  aset yang berjangka lebih dari tiga bulan.

Perbandingan antara SBI dan SUN adalah sbb :
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) lebih tahan cuaca makro, selalu likuid dan mempunyai pasar. Masalah  penggunaan SBI :
1.   Tergolong risk free price, sehingga harus dikoreksi dengan risk premium (seperti risiko likuiditas, risiko solvabilitas, dll).
2.   SBI terkait pada fasilitas berjangka 3 bulanan, tak representative untuk sekuritas hutang bermaturitas panjang. Sebagian (besar) surat berharga pasar modal berbentuk hutang adalah jangka panjang. Instrumen ekuitas tak mempunyai batasan jatuh waktu.

Surat Utang Negara (SUN)
1.   Jangka  maturitas relatif panjang, karena itu tarif bunga SUN lebih tinggi dari SBI.
2.   Ada berbagai jenis maturitas SUN, sehingga dapat sekuritas yang ingin didiskontokan dapat memilih tariff bunga SUN dgn jadwal maturitas SUN yang sesuai.
3.   SUN juga bebas risiko karena dijamin negara, karena itu masih perlu dikoreksi dengan risk premium tertentu.
      
2.   Komponen kedua tariff diskonto: Koreksi tariff diskonto berdasar risiko khusus terkait aset tersebut

Pada pokoknya risiko mencakupi country risk, cashflow risk dan pricing risk.

1.   Country risk meliputi kebijakan pemerintah tidak konsisten, pasar dan persaingan, situasi politik, keamanan, ditutupnya pasar LN.

2.   Cashflow risk meliputi ketidak pastian kas masuk, asumsi dasar proyeksi yang terlampau optimis, risiko kas keluar lebih besar dari anggaran, risiko piutang tak tertagih. Jadwal arus kas, jumlah arus kas tiap penggal periode yang berbeda (tak merata), misalnya penjualan (hasil produksi atau operasi aset yang dinilai) dan tagihan sebagian besar terjadi pada semester kedua tiap tahun.
      Ketidak pastian cashflow masa depan, makin tidak pasti makin tinggi premi risiko.

3.   Pricing risk terkait meliputi harga jual terlampau tinggi dan pendapatan tidak tercapai, terkait pula pada kondisi pasar produk atau jasa yang dihasilkan oleh aset tetap tersebut,  kenaikan harga produk atau jasa karena inflasi dan menurunnya daya beli masyarakat, harga input termasuk tarif bunga pinjaman.

d.   Tarif Diskonto Terkoreksi Risiko Tidak Tersedia

Bila tariff diskonto terkoreksi risiko tak tersedia, entitas perlu melakukan surogasi data.

1.   Identifikasi nilai-waktu-dari-uang yang murni sepanjang masa manfaat aset.
      Pertimbangan kemungkinan penurunan nilai aset sepanjang masa manfaat.
      Tarif diskonto jangka pendek lebih rendah dari jangka panjang.
      Kurva pulangan berbentuk gelombang.
2.   Menambahkan premi risiko.
      Ketidak pastian arus kas masa depan menyebabkan premi risiko lebih tinggi.


7.  PENENTUAN NET SELLING PRICE

Penentuan net selling price dikurangi taksiran biaya pelepasan mempunyai beberapa dimensi masalah sebagai berikut:

a.   Aset yang banyak diperdagangkan secara aktif dapat menggunakan informasi tersedia bagi publik, seperti daftar harga, kuotasi resmi dari dealer. Dengan berbagai adjustment berbasis umur aset, model, generasi, tipe atau keluaran, ukuran atau kapasitas produksi dan kondisi fisik. Aset tetap golongan ini tergolong paling likuid (mudah diuangkan dengan harga pasar barang bekas).
      Contoh : Mobil bekas.
b.   Aset tetap berwujud pabrik sebagian mempunyai harga pasar dalam industri tersebut. Aset tetap semacam ini agak likuid, dengan harga pasar dalam industri yang lumayan handal.
      Contoh : Mesin tenun dan mesin jahit dalam industri tekstil dan garment.
c.   Aset tetap berwujud pabrik  (mesin produksi) yang tak lazim terdapat diperdagangan mesin bekas.
      Makin jarang peminat, makin tidak likuid, makin lemah posisi pelepas aset dalam tawar menawar harga. Tak ada harga pasar untuk pegangan umum.
Contoh kasus :
Mesin pabrik jenis XYZ berumur 5 tahun, sisa umur ekonomis 3 tahun, dengan tingkat output rata-rata 2.000 unit perhari. Tak ada harga pasar barang bekas, dan pabrik mesin tak memproduksi lagi jenis mesin tersebut. Di pasar beredar jenis mesin sama bermerek sama, berkapasitas 2.500 unit output perhari dengan harga Rp.100.
Karena yang dibeli adalah kapasitas ekonomis mesin, maka Net selling price mesin bekas bersisa umur tiga tahun = 3/8 X(2000/2.500) X Rp.100.


8.  REVALUATION ADJUSTMENT

1.   Pada umumnya revaluation adjustment diakui pada comprehensive income dan diakumulasi pada ekuitas dibawah judul Surplus Revaluasi. Bila aset revaluasian lalu akan diturunkan nilai (impaired), provisi penurunan nilai AT mengurangi Surplus Revaluasi lebih dahulu, sisanya dibebankan ke Laba Rugi.

      Catatan : sejalan dengan itu, penurunan (impairment) AT dalam Model Biaya lalu direvaluasi di atas nilai historis, maka provisi penurunan aset mengalir balik ke Laba-Rugi, dan lebihan kenaikan (revaluasi) diatas nilai histories diakui dalam comprehensive income lain dan diakumulasi dalam ekuitas.

2.   Sesuai IAS 16, jumlah terkredit ke Surplus Revaluasi dapat di transfer ke Saldo Laba (tanpa melalui Laba Rugi) bila aset telah habis digunakan, atau dapat ditahan pada akun surplus sampai aset tersebut dilepas atau dihentikan dari pemakaian. Bila sebagian surplus ditransfer sebagai aset digunakan, jumlah surplus yang ditransfer dibatasi sebatas perbedaan antara penyusutan berdasar nilai terbawa revaluasian dari aset tersebut dan penyusutan berdasar nilai perolehan historis AT[4].


[1] Willey IFRS 2008, hal 254.
[2] Willey IFRS 2008, halaman 256.
[3] Willey , IFRS 2008, halaman 263.
[4] Willey, IFRS 2008, halaman 264.



Demikianlah Artikel BIAYA SETELAH PEROLEHAN AWAL AKTIVA TETAP

Sekianlah artikel BIAYA SETELAH PEROLEHAN AWAL AKTIVA TETAP kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel BIAYA SETELAH PEROLEHAN AWAL AKTIVA TETAP dengan alamat link https://magisterakutansi.blogspot.com/2018/04/biaya-setelah-perolehan-awal-aktiva.html

0 Response to " BIAYA SETELAH PEROLEHAN AWAL AKTIVA TETAP "