Judul : Amortisasi Goodwill, Perlukah?
link : Amortisasi Goodwill, Perlukah?
Amortisasi Goodwill, Perlukah?
Perlukah Amortisasi Goodwill?
Sebenarnya postingan kali ini adalah saya ingin bertanya saja, mencoba mengeluarkan unek - unek tentang Amortisasi Goodwill, atau penyusutan aset tak berwujud.
Dulu, (tidak tau sekarang aturannya seperti apa) amortisasi goodwill ini ramai diperdebatkan, apakah perlu diterapkan atau tidak, di luar, IFRS maupun IAS memutuskan untuk tidak membolehkan penerapan amortisasi goodwill dan menggantinya dengan impairment (revaluasi goodwill) dan indonesia masih memakai perlakuan AMORTISASI untuk goodwill dengan menggunakan metode garis lurus.
Amortisasi Goodwill |
Amortisasi goodwill, perlukah?
Perlakuan goodwill yang di amortisasi sekian tahun, katakanlah 10 tahun. menunjukkan bahwa goodwill merupakan beban suatu perusahaan yang disusutkan atau diakui tiap tahun hingga 10 tahun. artinya, goodwill = beban. lebih tepatnya beban yang di kapitalisasi dan beban tersebut dialokasikan setiap periode selama "prediksi" manajemen sampaikapan manfaatnya berakhir
Benarkah goodwill adalah beban?
Ditentukan dengan apa sehingga di dapat jangka waktu 10 tahun?
Dan mengapa harus disusutkan? kenapa tidak diakui sebagai beban sekaligus saat tahun diperolehnya goodwill? mengapa harus diamortisasi secara "cicilan" sekian tahun?
Itu menjadi pertanyaan saya, saya cari jawabannya ternyata bikin pusing dan masih belum "ngeh" juga.
Selama ini,goodwill diperlakukan sebagai beban perusahaan. beban yang dikapitalisasi dan disusutkan sekian tahun, dialokasikan diperiode periode mendatang agar "tak mengganggu" laporan laba rugi saat goodwill diperoleh, karena nilainya yang cukup material dan diprediksi memiliki manfaat di masa datang, namun sayangnya dalam goodwill tak ada satupun yang tahu sampai kapan manfaat itu akan terus diterima oleh perusahaan. ini berbeda dengan perusahaan membeli gedung, secara teknis dan handal bisa diperkirakan (prediksi) umur ekonomisnya oleh beberapa ahli.
Konsep goodwill yang di amortisasi sekian tahun, estimasi manfaat goodwill yang habis sekian tahun menjadi tidak relevan. goodwill tidak bisa ditentukan berdasarkan "feeling" seorang manajemen kapan goodwill akan habis manfaatnya. kita tak bisa pernah tahu kapan brand nike ataupun adidas akan hancur. kapan kedua merek tersebut akan menjadi bukan merek apa-apa layaknya produk sepatu tanggulangin.
Apabila mengacu amortisasi goodwill selama 10 tahun, maka seolah olah setelah 10 tahun, goodwill sudah tak ada manfaatnya lagi, brand sepatu nike dan adidas sudah tak berarti lagi, sama seperti sepatu produk tanggulangin sidoarjo. tentu ini sulit untuk diterima dan tak bisa diandalkan sebagai informasi.
Goodwill sangat susah diukur nilainya, sampai kapan berakhir manfaatnya, seperti apa bentuknya.
Semisal saya jika ingin membuka usaha, dan saya membeli perusahaan teman saya yang asetnya berupa ruko seharga Rp 50 dan mobil seharga Rp 20, dan saya deal dan membeli perusahaannya perusahaannya dengan harga Rp 100, maka ada selisih 30, apakah saya cukup bodoh karena membeli lebih mahal Rp 30?
Apakah saya rugi? mungkin saya rugi secara angka angka, karena saya keluar duit Rp 100 tapi dapat aset cuma Rp 80. Namun saya punya alasan tersendiri, saya yakin, untuk kedepannya, melihat strategisnya ruko, dan brand usaha temen saya sebelumnya itu mapan dan sudah dikenal khalayak serta memiliki base konsumen yang sudah setia, akan menguntukan bagi saya, banyak manfaat yang akan saya peroleh nantinya yang tidak dapat saya rasakan saat ini.
Lalu perlakuan akuntansi untuk selisih uang Rp 30 itu bagaimana?
saya tidak bisa meng-amortisasi, karena tidak ada batas waktu manfaat atas goodwill tersebut, saya tidak mungkin tahu sampai kapan manfaat goodwill itu akan habis.
Saya juga tak bisa membebankan selisih tersebut ke laba rugi operasional karena memang bukan operasional perusahaan.
Impairment? sepertinya tidak, bagaimana revaluasinya dan apakah hasilnya akan sesuai kondisi riil lapangan? pembahasan ini akan panjang. lalu bagaimana? saya pribadi lebih prefer memasukkannya ke dalam neraca, dalam akun tersendiri misal katakanlah selisih pembelian PT. A atau Selisih Akuisisi dengan catatan khusus.
Debit | | | Ruko | 50 | ||||
Debit | | | Mobil | 20 | ||||
Debit | | | Goodwill | 30 | ||||
Kredit | | | Kas | 100 |
Lalu pada akhir tahun :
Debit | | | Selisih Akuisisi | 30 | |||
Kredit | | | Goodwill | 30 |
Atau mungkin bahkan Akun Goodwill ditiadakan :
Debit | | | Ruko | 50 | |||
Debit | | | Mobil | 20 | |||
Debit | | | Selisih Akuisis | 30 | |||
Kredit | | | Kas | 100 |
Amortisasi Goodwill, perlukah? saya pribadi berpendapat tidak perlu, atau bahkan keberadaan goodwill pun kalau bisa tidak perlu dicatat, mungkin banyak yang tidak setuju, itu sudah pasti, mungkin uneg uneg ini gila, tapi saya memiliki alasan tersendiri, cukup panjang. masih belum sempat ditulis.
Sebenarnya masih ingin dijelaskan detailnya, yang berhubungan dengan amortisasi, impairment, goodwill, namun keterbatasan waktu sementara seperti ini dulu. Mungkin ada pandangan lain mengenai Amortisasi Goodwill ? silahkan berkomentar, saya sangat bersenang hati apabila ada uneg - uneg atau pandangan yang berbeda, karena sejujurnya saya juga ingin tahu lebih lanjut.
Demikianlah Artikel Amortisasi Goodwill, Perlukah?
Sekianlah artikel
Amortisasi Goodwill, Perlukah?
kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Amortisasi Goodwill, Perlukah? dengan alamat link https://magisterakutansi.blogspot.com/2014/10/amortisasi-goodwill-perlukah.html
0 Response to " Amortisasi Goodwill, Perlukah? "
Posting Komentar